31. Andai Saja

7.6K 341 8
                                    

Pagi-pagi sekali, Ansara sudah meninggalkan tempat tidur. Tak lupa membenahi selimut Bumi yang sudah menggulung di satu sisi, gadis itu langsung buru-buru keluar dari kamar dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sebuah kebiasaan Ansara setiap hari. Setelahnya, gadis itu langsung bergegas menyiapkan sarapan, bertemu dengan sang Ibu yang sudah berada lebih dulu di dapur.

Sang Ibu, menoleh saat melihat presensi Ansara disebelahnya. Lantas, ia mengecup pipi sang anak. "Eh, anak ibu, pagi-pagi begini udah cantik aja?".

"Baru mandi, Bu". Balas Ansara sembari terkekeh, kemudian celingukan sendiri ke sekitar. "Bapak, Atalla sama Aleana, belum bangun, Bu?".

Sang Ibu menggeleng. "Belum. Biasalah, adik-adikmu itu, kalo belum ibu bangunin, ya belum bangun. Kalo bapak sih, sengaja gak Ibu bangunin, biar istirahat lebih panjang".

"An bangunin Talla sama Ale dulu ya, Bu? Nanti habis itu An balik lagi kesini bantu Ibu masak". Sahut Ansara, menuai anggukan dari sang Ibu.

Lantas, sang gadis berjalan menyusuri lorong dimana kamar Atalla, adik lelaki Ansara berada, dan mengetuknya. "Talla, bangun.. Mandi dulu, terus sarapan sama-sama, Dek".

Mendengar gerutuan tak jelas dari dalam kamar, Ansara terkekeh geli, sebab sudah lama sekali tak mendegar omelan adik lelakinya itu. Tanpa menunggu lagi, Ansara bergerak ke kamar sebelahnya, tempat Aleana, adik bungsu perempuannya berada dan mengetuk pintunya. "Ale, bangun dulu, yuk? Nanti kalo kesiangan, mandinya rebutan sama Talla, loh?".

Gumaman tak jelas juga terdengar dari kamar Aleana, menandakan adiknya itu sudah bangun. Baru saja Ansara hendak berjalan kembali ke dapur, saat dua pintu kamar milik Atalla dan Aleana terbuka bersamaan. "Kak An?!".

Kedua manusia itu berhamburan memeluk Ansara yang kini terhimpit, tak percaya sendiri bahwa sosok kakak perempuan mereka benar pulang kerumah. Atalla adalah yang lebih dulu melerai, mengecek kembali presensi Ansara dari ujung kaki ke kepala. "Atuh, beneran Kak An, ini? Kapan pulangnya?".

"Ih, tau ah, gak mau lepas pokoknya, Ale mah". Sahut Aleana, merengek sambil terus memeluk Ansara erat.

Ansara terkekeh saat melihat kedua adiknya. "Ih, lagian semalam pada cepat amat tidurnya? Kakak pulang semalam, tahu".

Kebisingan di lorong sempit itu nampaknya membangunkan Bumi dari tidurnya. Lelaki itu menyandarkan dirinya di ambang pintu kamar Ansara, menatapi kearah tiga manusia didepannya dengan mata yang masih mengantuk.

Aleana adalah yang pertama kali menyadari kehadiran Bumi. Gadis itu sontak melepas pelukannya ke Ansara. "Hah? Ada Kak Bumi...".

Ansara dan Atalla lantas ikut menoleh, menatap kearah wajah mengantuk Bumi yang tak kehilangan tampannya barang sedikitpun. Atalla refleks berkomentar. "Atuh orang kaya mah bangun tidur aja mukanya cakep pisan ya?".

Aleana lantas memukul kepala Atalla. "Ih, kamu a', ngomongnya sembarangan. Depan orangnya lagi".

"Mas? Maaf, berisik ya? Jadi kebangun kamu. Tidur lagi aja, Mas". Ucap Ansara sembari mendorong kedua adiknya agar cepat meninggalkan lorong. "Kalian sana pada mandi gantian, pada berisik sih, Kak Bumi jadi kebangun kan?".

"Ih, ampun!". Sahut keduanya dengan rungut.

Lantas, Ansara kembali berjalan kearah Bumi setelah memastikan kedua adiknya sudah tidak dalam jarak dekat. "Maaf ya? Tidur lagi, gih? Masih pagi, Mas".

Bumi menggeleng. "Gak bisa. Tadi itu adik-adikmu?".

"Iya, Atalla sama Aleana. Waktu pernikahan kita ada kok, kamu lupa ya?". Balas Ansara polos.

ANSARAWhere stories live. Discover now