63. Minta Izin

10.5K 406 17
                                    

"Jadi gitu, Mas. Kemungkinan, aku gak bisa kembali ke kafe dulu untuk beberapa waktu ini. Karena sebelah kakiku masih dalam masa pemulihan, masih harus bolak-balik ke dokter". Ucap Ansara di sambungan telepon.

Di sisinya, Bumi mendengarkan, menjaga kontak mata agar Ansara tak mengingkari janjinya untuk sekedar berbincang perihal professional pada Galaksi melalui sambungan telepon. Ansara pun menuruti, dalam hati mengerti bahwa Bumi memang berhak atas dirinya, bahkan berhak melarang Ansara berbincang berdua dengan lelaki lain yang bukan Bumi.

Melalui speaker ponsel, Bumi dan Ansara mendengarkan respon Galaksi yang begitu tenang. "Oh, gak apa-apa, An. Pikirin dulu aja kesehatanmu. Gak usah pikirin kafe dulu. Yang penting saya udah dengar kabarmu aja. Jujur, beberapa hari kemarin, saya bingung banget cari kamu kemana. Kamu hilang gitu aja".

Ansara melirik Bumi, membaca raut wajah sang suami yang masih sama seperti tadi, siaga. "Maaf, Mas. Aku juga baru pegang hp lagi sekarang. Kemarin-kemarin selama di rumah sakit, aku fokus pemulihan. Jadi baru bisa kasih kabar".

Ada jeda yang cukup panjang sebelum akhirnya Galaksi kembali bersuara. "Jadi, sekarang.. Kamu udah kembali ke rumah? Sama suamimu?".

Di tempatnya, Ansara menyaksikan bagaimana rahang Bumi mengeras saat mendengarkan pertanyaan Galaksi untuk istrinya. Tatapnya pun tajam, seakan menambah status siaganya menjadi awas. Ansara lantas menjawab. "Iya, aku.. Memutuskan untuk pulang, Mas. Ke rumah. Sama Bumi".

Ada helaan nafas disana, terdengar jelas melalui sambungan telepon. "Saya ngerti. Saya ikut senang dengernya. Ini memang keputusan yang terbaik menurut saya, untuk kamu, dan untuk anakmu".

Ansara menyunggingkan senyum setengah tatkala mendengar ucapan Galaksi. "Iya, Mas.. Maaf kalau An belum bisa untuk balas perasaan Mas Gal..".

Galaksi langsung menyetop ucapan Ansara. "Jangan dibahas, An. Saya bantu kamu selama ini bukan dengan niatan khusus. Jangan pikirin saya. Sudah, sekarang, kamu fokus untuk sembuh, dan perbaikin pernikahanmu sama suamimu aja. Soal lain, nanti lagi aja di pikirinnya. Termasuk soal kafe. Kalo memang setelah ini kamu memutuskan berhenti, gak apa-apa, An. Gak perlu sungkan".

Ansara lantas menatap Bumi, seakan memastikan sang suami mendengarkan betul percakapan mereka sebelum kembali membalas. "Aku sebetulnya belum bisa memutuskan perihal kerja, Mas. Nanti, An juga akan minta izin ke suami An. Dan kalo masih memungkinkan, aku masih boleh kerja disana, kan, Mas?".

Alis Bumi mengkerut seketika, seakan tak suka dengan pembahasan yang Ansara bawakan barusan. Lelaki itu menggeleng konstan, seakan memberi isyarat. Namun, Ansara hanya melirik sekilas. Tawa milik Galaksi terdengar dari sambungan telepon. "Ya, boleh lah, An. Kamu tahu sendiri, pelanggan kafe kan udah pada kenal sama kamu. Nyaman mereka. Kalo kamu masih mau kerja untuk isi waktu, tentu aja boleh. Kapan pun. Asal jangan terlalu diforsir".

Ansara mengangguk, sekali lagi menerima gelengan dari manusia di hadapannya yang kini memasang tampang kecut. "Oke, Mas. Oh, iya, satu lagi sebelum An tutup teleponnya. Soal kontrakan, setelah ini akan aku lunasin biaya tahunannya, ya? Cuma maaf, mungkin, aku gak akan bisa kesana lagi. Kunci rumahnya nanti dianter ke kafe sama asisten rumah tanggaku, gak apa-apa?".

Tawa renyah Galaksi kembali terdengar setelahnya. "Ya, ampun, An. Udah, gak usah dibayar. Itu kemarin saya tarifin supaya kamu terima tawaran saya untuk tinggal di rumah itu aja, bukan beneran mau kontrakin rumah. Toh, itu kan nantinya bakal
saya tinggalin juga. Gak apa-apa, dengan kamu tinggal disana, sekarang rumahnya jadi rapi dan kerawat, itu aja udah lebih dari cukup".

Wajah Bumi makin masam tatkala mendengar jawaban jujur Galaksi. Saking sebalnya, lelaki itu sampai mengalihkan pandang, memandang kearah tembok putih dan berhasil merebut perhatian Ansara. Gadis itu tahu, Bumi tengah cemburu berat. Maka, ia tersenyum. Tangan mungilnya meraih satu sisi wajah Bumi dan menangkupnya, seolah menenangkan. Tak hanya itu, Ansara juga membawa tatapan Bumi kembali padanya, hingga mata mereka kembali terhubung.

ANSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang