7. Putra Racun Utara

4.4K 72 2
                                    

Tujuan perjalanan kali ini adalah markas besar Ngo-ouw-pang.

Di depan pintu gerbang markas besar Ngo-ouw-pang terpancang sebuah bendera putih tanda duka-cita, semua anak murid perkumpulan itu mengunjuk rasa duka dan lesu.

Saat mana tiba waktu tengah hari, seorang pemuda ganteng yang bersikap agak angkuh dan kasar memasuki ruang menyambut tamu pada markas terdepan.

Seorang tua berwajah hitam sekian lama mengamat-amati orang yang baru datang ini, lalu maju menyapa, "Harap tanya nama Siauhiap yang mulia?"

"'Suma Bing."

"Ada hubungan apa dengan Pangcu kami?"

"Sahabat lama."

"O, jadi kedatangan Siauhiap dari jauh ini tentu hendak ikut melawat, sepanjang jalan tentu melelahkan silahkan duduk dan minum teh untuk menyegarkan badan, nanti..."

"Tidak usahlah." tukas Suma Bing dingin. "Harap saja saudara mengundang orang untuk mengantarkan aku bagaimana?"

"Ini... baiklah, The-hiangcu!"

"Hamba berada disini." Seorang laki2 pertengahan umur maju memberi hormat.

"Tuan Suma Siauhiap ini adalah sahabat kental Pangcu waktu masih hidup, dari jauh dia datang ikut melawat, iringilah pergi keruang layon."

Hiangcu she The itu mengiakan hormat terus memutar tubuh menghadapi Suma Bing dan merangkap tangan katanya, "Suma Siauhiap silahkan ikut aku yang rendah."

Suma Bing mengangguk terus mengikuti dibelakang The-hiangcu, setelah keluar dari ruang penyambut tamu terus langsung menuju ke markas besar, sepanjang jalan orang berlalu lalang tak putusnya, wajah mereka menunjuk rasa simpatik dan serius.

Diam2 Suma Bing tengah menimang2 satu persoalan yang penting. Seperti dugaan Suhunya semula ternyata bahwa Tiang-un Suseng benar2 pura2 mati untuk menghindari kematian.

Sekarang Ngo-ouw Pangcu Coh Pin juga mati bertepatan dengan kedatangannya ini. Inilah kebetulan atau mengikuti cara Tiang-un Suseng untuk mengelabui dirinya? Naga2-nya memang keadaan ini tak mungkin palsu, tapi pengalaman terdahulu membuatnya waspada, mana bisa ia membiarkan musuh lolos dengan secara licin. Demi membalas sakit hati suhunya dia bersiap untuk menghadapi segala resiko meskipun dirinya harus menjadi musuh bersama kaum persilatan tapi tujuan pertama untuk membelah peti mati harus tetap dilaksanakan. Sudah tentu secara halus ia bisa minta supaya diberi kesempatan membuka peti mati untuk memeriksa, tapi itu tak mungkin terjadi. Setelah jenazah masuk peti dan dipaku rapat, pasti tidak mungkin dibuka lagi untuk diperiksa, maka jalan satu2-nya menggunakan kekerasan membelah peti mati itu.

Dia sudah dapat membayangkan akibat perbuatannya itu. Tanpa menimbulkan kecurigaan ia bertanya kepada The-hiang-cu yang membawa dirinya itu, "The-hiangcu, terserang penyakit apakah hingga Pangcu kalian meninggal dunia?"

"Ini... eh angin duduk."

"Angin duduk?"

"kejadian didunia ini susah diduga sebelumnya oleh manusia".

Mulut Suma Bing menjebir ejek, sahutnya pura2 penuh perhatian, "Benar, kejadian dikolong langit ini kadang2 memang diluar dugaan orang."

Tak lama kemudian tibalah mereka diluar gedung markas besar, gedung markas besar ini dibangun sedemikian megah dan angkernya. Walaupun dalam saat2 duka-cita tapi penjagaan diadakan sedemikian kuat dan keras. Tiba diluar pintu The-hiangcu menyingkir kesamping dan menyilahkan, "Siauhiap silakan!"

Suma Bing tidak mau bermain sungkan, sambil mengangkat dada ia melangkah memasuki markas besar. Ruang layon terletak ditengah bangunan gedung bertingkat dimana biasanya diadakan perundingan penting bagi kaum Ngo-ouw-pang. Suasana dalam gedung sesak berhimpitan karena tamu2 yang datang melawat kelewat banyak.

Pedang Darah Bunga IblisWhere stories live. Discover now