22. Pemerasan

3.1K 54 4
                                    

"Cepat katakan!"

"Siapa namamu?"

"Tjhiu Thong!"

Rasul penembus dada melepas tangannya lalu mundur satu tindak katanya: "Sampai sekian saja kalian boleh pergi!"

Kata Tjhiu Thong Ketua Bwe-hwa-hwe dengan penuh kebencian:

"Tuan harus ingat perhitungan hari ini."

"Hehehehehe, kutunggu pembalasanmu!"

Segera Ketua Bwe-hwa-hwe ulapkan tangannya kearah tertua dari keempat Setan gantung yaitu Heng-si-khek sambil berseru:

"Bawa pergi!"
Sekali berkelebat Heng-si-khek melejit kesamping Suma Bing...

"Jangan sentuh dia!" cegah Rasul penembus dada sambil angkat sebelah tangannya.

Seketika Heng-si-khek terhenyak ditempatnya.

Gigi Ketua Bwe-hwa-hwe gemeretak menahan amarah yang tak terkendalikan, geramnya:
"Apa maksud tuan sebenarnya?"
"Tidak apa2, lekas kalian pergi!"
Ketua Bwe-hwa-hwe membanting kaki dengan gemas dan dongkol, serunya:
"Tuan gunung tetap menghijau air selalu mengalir, kelak kita bertemu lagi!" 

Habis berkata ia ulapkan tangan memberi perintah untuk mundur. Maka bayangan orang berkelebatan suara roda kereta berkeletokan menjauh dalam sekejap mata semua sudah pergi bersih.

Dipihak lain Suma Bing merasa kejut2 heran dan tak habis mengerti, masa kedatangan Rasul penembus dada ini adalah khusus hendak menolong dirinya?

Sepasang mata Rasul penembus dada ber-kilat2 menyedot semangat menatapi wajah Suma Bing, tiba2 jari2nya ber-gerak2 dari kejauhan beruntun ia menutuk.
Seketika bebas tutukan jalan darahnya, Suma Bing bergegas melompat bangun terus merangkap tangan sambil berseru:
"Atas pertolongan tuan..."
"Kau jangan salah sangka," tukas Rasul penembus dada dengan suara dingin kaku tak berperasaan. "Kedatanganku ini bukan hendak menolong kau!"

Suma Bing tertegun, tanyanya:
"Lalu apa maksud kedatangan tuan ini?"
"Mengejar jejak Ketua Bwe-hwa-hwe. Kebetulan ketemu kau disini ini memudahkan pekerjaanku."
"Jadi aku yang rendah ini juga tengah kau cari?"
"Ucapanmu benar!"
"Untuk urusan apa?"
"Kau bernama Suma Bing?"
"Tidak salah!"
"Murid Sia-sin Kho Jiang?"
"Benar!"

Seketika berobah sorot mata Rasul penembus dada, tahu2 Suma Bing merasa pandangannya kabur, belum sempat otaknya berpikir, sebuah cundrik yang berkilauan berhawa dingin tahu2 sudah mengancam diulu hatinya, kecepatan gerak serangan ini benar2 susah dibayangkan. Keruan melonjak keras jantung Suma Bing, hanya sejenak wajah berobah pucat lalu kembali seperti sediakala lagi dengan sikapnya yang angkuh dan keras kepala, katanya:
"Tuan hendak berbuat apa?"
"Menembusi dadamu."

Bergetar seluruh tubuh Suma Bing, tanyanya: "Sebab apa?"
"Sudah tentu harus kuberitahu kepada kau, sekarang jawablah pertanyaanku terakhir, Loh Tju-gi itu apamu?"
"Loh Tju-gi? Dia musuh besarku!"
"Musuh besar!"
"Benar, musuh besar yang harus kubeset kulitnya dan kuhancur leburkan badannya, ialah murid durhaka yang mencelakai gurunya sendiri."
Dimulut berkata begitu, dalam hati Suma Bing tengah membatin: heran, mengapa pula menyangkut pada diri Loh Tju-gi?

Sejenak Rasul penembus dada merenung, lalu tanyanya pula: "Jadi kau dengan dia adalah kakak-adik seperguruan?"
"Jadi tuan ini tengah mengompres keteranganku?"
"Boleh dikata demikian!"
"Kalau begitu maaf, selamanya aku yang rendah tidak suka diperas!"
Rasul penembus dada tertawa dingin, ancamnya:
"Apa kau tahu betapa nikmat bila dadamu kutembusi dengan cundrikku ini?"
"Ha, paling banyak mati."
"Kau tidak takut mati?"
"Mengapa harus ditakuti?"
"Cukup gagah"

Suma Bing menjadi gusar, semprotnya:
"Tuan hendak membunuh orang pasti ada alasannya bukan?"
"Kau sudah mulai takut?"
"Hm, takut, kutanyakan alasanmu hendak membunuh aku!"
"Gampang sekali sebab kau seperguruan dengan Loh Tju-gi!"
Terkenang oleh Suma Bing peristiwa yang belum lama ini terjadi karena ada hubungan juga dengan Loh Tju-gi, maka hampir saja jiwanya melayang ditangan Pek-hoat sian nio. Sekarang juga karena ada hubungan dengan Loh Tju-gi maka Rasul penembus dada mencari dirinya, entah darimana harus diterangkan persoalan ini? Maka lantas katanya dingin:
"Aku sudah terjatuh ditangan tuan mau sembelih atau bunuh terserah kepadamu. Tapi ada satu hal perlu kutekankan kau boleh menggunakan alasan apa saja untuk membunuh aku, tapi jangan menyinggung nama Loh Tju-gi lagi! Kalau tidak matipun aku takkan meram!"
"Mengapa?"
"Murid durhaka dan sampah kaum persilatan, aku bersumpah hendak menghancur leburkan tubuhnya."

Pedang Darah Bunga IblisWhere stories live. Discover now