42. Menunjukkan Keampuhan

2.9K 51 0
                                    

"Benar, agaknya Cianpwe sudah lupa, waktu wanpwe terjatuh kedalam lembah ini dulu seiring waktu menyembuhkan luka dalam wanpwe. Cianpwe sudah..."

Sampai disini mendadak dia menelan kembali kata2 selanjutnya, timbul rasa heran dan pertanyaan dalam benaknya. Dia masih ingat bahwa Giok li Lo Ci memang pernah memberi bantuan menembuskan jalan darah mati hidupnya. Namun waktu berada di Perkampungan bumi, setelah minum darah pusaka naga bumi, sekali lagi jalan darah mati hidupnya juga telah ditembuskan. Ini benar2 kejadian yang susah dibayangkan apa...

Giok li Lo Ci juga terkejut, katanya: "Waktu kutembuskan jalan darah mati hidupmu dulu hanya meliputi dua nadi Jim dan Tiok saja, semua hanya tertembuskan limapuluh empat, masih ketinggalan satu jalan darah yang susah dibobol, jadi belum berhasil...

Baru sekarang Suma Bing paham, waktu dalam perkampungan bumi pasti jalan darah terakhir itu yang telah ditembusi, maka segera katanya: "Wanpwe pernah ketiban rejeki, mungkin jalan darah yang tertinggal itulah yang telah dibobolkan."

"Coba biar kuperiksa!" setelah mengulur tangan dan memeriksa berkata pula Giok li Lo Ci, "Benar, dua puluh lima jalan darah besar Jim meh dan tiga puluh jalan darah besar Tiok meh sudah tembus semuanya. Nak, sungguh kau beruntung, segala rejeki numplek diatas dirimu. Benar2 kejadian yang jarang terjadi dalam dunia persilatan!"

"Harap tanya apakah syarat yang ketiga itu?"

"Nanti kita bicarakan lagi, sekarang mari kau ikut aku!"

Suma Bing menurut saja mengikuti dibelakang Giok li Lo Ci, keluar dari kamar batu itu sampailah mereka disebuah lorong yang panjang, tak lama kemudian mereka tiba pula disebuah kamar batu yang agak kecil meliputi satu tombak persegi, menunjuk sebuah meja batu, berkatalah Giok li Lo Ci: "Inilah disini!"

Begitu melihat apa yang terletak diatas meja batu itu tanpa terasa merinding bulu kuduk Suma Bing. Ternyata diatas meja batu itu terletak sebuah kerangka sebuah kepala manusia yang besar luar biasa, ditengah batok kepala itu merekah pecah mengeluarkan hawa dingin yang menyeramkan.

"Tjianpwe, inikah..."

"Betul! Inilah Bunga iblis, kembang yang menggetarkan seluruh Bulim!"
"Ini... kerangka batok kepala ini?"
"Coba kau maju melihat!"
Dengan takut2 dan was-was Suma Bing maju mendekati meja batu, waktu tangan diulurkan terasa dingin menembus badan. Ternyata bahwa kerangka batok kepala ini adalah terbuat dari batu Giok yang dipahat, tengahnya kosong dan atasnya berlobang.
"Cianpwe tengkorak ini terbuat dari batu Giok?"
"Benar!"
"Harap tanya..."
"Sekarang kau tubleskan Pedang darah kedalam lobang diatas batok kepala itu, lalu kau sirami dengan setalang air ini..."
"Ini..."
"Kau tidak perlu banyak tanya, inilah menurut pesan terakhir suhu sebelum ajal. Aku sendiri juga tidak mengetahui seluk beluknya."
Dengan ragu2 Suma Bing memasukkan ujung Pedang darah secara pelan2 dan hati2 kedalam lobang diatas kerangka tengkorak itu, lalu diangkatnya talang emas yang berada dipinggiran...
Terdengar Giok li Lo Ci berkata lagi: "Gunakan tangan dan setetes demi setetes siramkan kelobang itu!" — habis berkata terus putar badan tinggal pergi.
Suma Bing menahan gelora hatinya, pelan2 dengan telapak tangannya menciduk air terus pelan2 dituang keatas lobang yang ditancapi pedang itu. Dimana air itu mengenai badan Pedang lantas berobah warna merah darah lalu mengalir memasuki lobang tengkorak. Satu jam sudah berlalu tanpa menunjukkan sesuatu perobahan.
Dua jam sudah berlalu pula, tanpa menunjukkan reaksi apapun juga. Suma Bing mulai gelisah, Tiga jam kemudian setalang air sudah habis semuanya. Suma Bing benar2 sudah risau dan gundah sekali.
Se-konyong2 lobang diatas kerangka tengkorak itu melebar dan terus merekah semakin lebar. Darah Suma Bing terasa mengalir deras, jantungnya berdetak keras. Lobang itu semakin lebar dan semakin besar, sebuah benda berbentuk seperti sekuntum bunga pelan2 muncul keluar. Suma Bing menahan napas, matanya tidak berkedip menatap kearah benda aneh itu dengan penuh ketegangan, sehingga seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat.
Kuntum bunga itu setelah naik setinggi satu kaki tiba2 berhenti dan tidak bergerak terus mekar sebesar mangkok. Maka terlihatlah sekuntum bunga putih seperti batu giok yang kemilauan dan se-olah2 tembus akan cahaya.
Tanpa tertahan lagi Suma Bing berteriak kegirangan: "Bunga iblis!" — tubuhnya bergemetaran, ini benar suatu keajaiban yang jarang terlihat dan pernah terdengar.
Tiba2, muncullah Giok li Lo Ci dalam ruangan itu, suaranya gemetar penuh perasaan: "Betapa besar dunia ini segala keanehan tak terhitung banyaknya. Nak, terhitung aku orang tua juga dapat membuka mata."
Ter-sipu2 Suma Bing maju memberi hormat serta katanya: "Budi Cianpwe ini selamanya takkan kulupakan!"
"Ini memang sudah menjadi rejekimu, budi apa segala yang kuberikan kepadamu!"
"Harap Cianpwe suka memberi petunjuk selanjutnya!"
"Lihatlah kelopak kuntum bunga ini, semua terbagi dalam sembilan kelopak, setiap kelopaknya tertera huruf, baiklah kau baca dan selami sendiri pelajaran ilmu yang tiada taranya ini."
Bermula Suma Bing tidak ambil perhatian. Baru sekarang diperhatikannya memang benar diatas kelopak bunga itu banyak tertulis huruf kecil yang rapat dan padat. Satu diantaranya bertuliskan empat huruf yang sangat besar berbunyi: "Giok ci sin kang."
Tak tertahan Suma Bing membaca keempat huruf itu keras2.
Kata Giok li Lo Ci pelan: "Nak, memang kau saja yang berjodoh, aku tidak bisa turut campur, biarlah kau belajar dan menyelami pelajaran itu diruangan ini saja, keperluanmu se-hari2 aku dapat menyediakan untuk kau!"
Suma Bing sangat terharu dan berterima kasih, sahutnya dengan hormat: "Terimakasih akan bantuan Cianpwe yang tak ternilai ini."
Diam2 tanpa bersuara Giok li Lo Ci terus mengundurkan diri keluar ruangan.
Suma Bing mulai memusatkan segala pikiran dan semangatnya, setelah pikiran terasa jernih baru mulailah dia membaca dan menyelami pelajaran Giok ci sin kang itu.
Pelajaran Giok ci sin kang ini meliputi dua tahap, pertama melatih pernapasan, selain itu adalah tiga jurus pelajaran silat. Jurus pertama bernama Bi cu hong bong (mayapada remang2), jurus kedua Che ih to cwan (bintang bergeser jumpalitan), ketiga adalah Kay thian pit te (membuka langit menutup bumi).
Betapa luas dan dalam pelajaran ketiga jurus ilmu silat ini, tidak mudah untuk dipahami dalam waktu singkat. Namun dipandang sekadarnya kekuatannya pasti hebat dan luar biasa seumpama dapat mengejutkan langit menggetarkan bumi.
Sang waktu terus berlalu tanpa terasa. Suma Bing tekun belajar dan belajar sampai lupa waktu dan lupa akan diri sendiri. Waktu semua pelajaran sudah selesai dan berhasil dia pahami dan selami seluruhnya, baru Giok li Lo Ci muncul lagi.
"Nak, kuberikan selamat setinggi2nya kepadamu, ternyata kau berhasil mempelajari ilmu mujijat yang tiada taranya ini."
"Semua ini berkat bantuan Cianpwe yang menyempurnakan!"
"Pedang darah itu boleh kau bawa serta, tapi Bunga iblis biar tertinggal disini!"
Suma Bing mengiakan terus mencabut keluar Pedang darah. Sungguh aneh dan ajaib, tiba2 kuntum bunga Giok itu mengkeret terus kembali masuk kedalam kerangka tengkorak itu, sekarang telah pulih seperti sedia kala lagi. Suma Bing berdua merasa takjup dan kagum akan kepintaran orang si pembuat dan pengatur semua ini.
Setelah tiba didalam ruangan batu semula yang besar itu berkatalah Suma Bing: "Cianpwe masih ada petunjuk apa?"
"Masih ada dua tugas yang harus kau lakukan!"
"Harap tanya tugas apakah itu?"
"Pertama, kau harus kembalikan Bu siang po liok kepada pihak Siau lim!"
"Bu siang po liok? (buku pelajaran Bu siang sinkang)"
"Tidak salah, buku ini memang milik Siau lim, sudah ratusan tahun lamanya dikangkangi oleh Suhu, sebab musabab kejadian ini, aku tidak dapat beritahukan kepadamu!"
Diam2 Suma Bing berkata dalam hati: 'Tidak kau katakan aku juga sudah tahu Kangkun Lojin sudah menuturkan kepadaku sejelasnya.' Maka segera katanya tawar: "Wanpwe juga tidak ingin tahu!"
"Masih ada satu hal yang harus kau ingat. Kau sudah mempelajari gerak naik dan kelit dari ilmu Bu siang sin hoat, maksudku dulu hanya untuk membantu kau keluar dari lembah ini supaya dapat merebut pulang Pedang darah. Setelah keluar dari lembah nanti, kau harus melupakan se-akar2nya, jangan sekali2 kau kembangkan ilmu itu dihadapan orang lain atau kau turunkan kepada orang. Sebab ini merupakan ilmu pelajaran Siau lim yang tidak sembarangan diturunkan kepada anak muridnya. Apalagi kau bukan murid Siau lim si, maka lebih tidak boleh lagi kau unjukkan kepada orang luar. Ini adalah pesan terakhir yang wanti2 sudah diberitahu Suhu sebelum meninggal. Apa kau dapat mematuhi pantangan keras ini?"
"Pasti dapat kulakukan!" — dimulut Suma Bing berkata demikian, namun dalam hati sebaliknya dia berpikir, setelah aku dapat mempelajari Giok ci sin kang dan ilmu khikang (pernapasan) yang tiada taranya itu, meskipun Bu siang sin hoat itu sangat sakti dan ampuh, tapi kalau dibandingkan masih terpaut sangat jauh bagai bumi dan langit.
Wajah keriput Giok li Lo Ci menunjukkan kesungguhan hati, ujarnya: "Buku catatan ini jangan sampai jatuh atau hilang tercuri orang. Kau harus secepatnya mengantarkan ke Siau lim si dan harus langsung kau serahkan sendiri kepada Ciangbun Hong tiang. Supaya peristiwa seabad yang ter-katung2 itu ada penyelesaiannya yang menyeluruh".
"Wanpwe pasti dapat membereskan!"
"Dan syarat yang terakhir, kau harus mencari tahu mati atau hidup jejak seseorang!"
"Siapa?"
"Li Hui!"
"Seorang wanita?"
"Benar, dia adalah anak tunggal dari mendiang Suhu Bu siang sin li, umurnya lebih lanjut dari usiaku!"
Suma Bing mengiakan dengan suara keheranan!
"Jejaknya menghilang sejak duapuluh tahun yang lalu, mati hidupnya masih belum diketahui."
"Baiklah, wanpwe pasti akan menyirapi dengan tekun dan sekuat tenaga."
"Kalau sudah ketemu mintalah jawabannya!"
"Jikalau Li Hui Cianpwe itu..."
"Maksudmu kalau dia sudah meninggal dunia?"
"Ya begitulah!"
"Tulislah kabar dukanya itu diatas secarik kertas dan lemparkan masuk lembah!"
"Wanpwe sudah maklum."
"Baiklah segera kau boleh berangkat!"
"Berapa lamakah wanpwe berdiam dalam lembah ini?"
"Tiga bulan!"
Suma Bing berjingkrak kaget, teriaknya: "Sudah tiga bulan?"
"Sedikitpun tidak salah!"
Seketika risau gundah dan gugup hati Suma Bing. Sungguh tak terduga dalam sekejap ini ternyata dirinya sudah tiga bulan berada dalam lembah kematian ini, teringat akan janji terhadap istrinya Phoa Kin sian hanya seratus hari bagaimana juga segera ia harus berangkat pulang menemuinya. Karena jangka seratus hari sudah diambang pintu masihkah dia sehat waalfiat tanpa kurang suatu apa? Karena pikirannya ini badannya sampai basah oleh keringat dingin.
Giok li Lo Ci mengeluarkan sebuah bungkusan kain merah dan berkata: "Inilah buku catatan yang bernama Bu siang po liok itu, kau harus hati2 dan waspada menjaganya."
"Akan wanpwe perhatikan betul!"
"Ingat bagaimana juga kau harus menyirapi mati hidup Li Hui!"
"Wanpwe akan bekerja sekuat tenaga!"
"Bagus, sekarang kau boleh pergi!"
"Kalau begitu, wanpwe minta diri!" setelah membungkuk memberi hormat terus berputar dan berjalan keluar meninggalkan gua...
"Eh, kembali sebentar!"
Suma Bing melengak sambil memutar tubuh, tanyanya: "Cianpwe masih ada pesan apa?"
Wajah keriputan Giok li Lo Ci penuh mengunjuk kepedihan yang tak terhingga, ujarnya: "Persembahkan sekuntum bunga dan bakarkan kertas didepan kuburan gurumu untukku!"
Puluhan tahun sudah berselang, namun Giok li Lo Ci belum melupakan kekasihnya Sia sin Kho Jiang yang sangat dicintainya.
Suma Bing mengangguk hikmad, sahutnya: "Pasti akan wanpwe lakukan!"
"Pergilah!"
Suma Bing memutar tubuh lagi terus langsung keluar dari gua batu itu. Pikirnya setelah menghadapi lamping gunung setinggi ratusan tombak itu: "Kalau Giok li Lo Ci sudah berpesan supaya setelah meninggalkan tempat ini aku tidak mengembangkan lagi ilmu Bu siang sin hoat. Mengapa aku tidak mencoba saja ilmu pelajaran pernapasan dari Giok ci sin kang yang baru kupelajari itu. Akan kulihat mana yang lebih sakti dan ampuh.
Segera ia menghimpun semangat dan mengerahkan tenaga, hawa murninya berputar cepat dalam tubuhnya, mendadak kakinya menjejak tanah lantas tubuhnya melejit tinggi...
Terasa tubuhnya sekarang seenteng asap, sekali enjot lima puluh tombak sudah dicapainya. Belum luncuran tubuhnya merandek ia sudah berganti napas dan merobah gaya sehingga tubuhnya terus mumbul dan naik semakin tinggi. Dalam sekejap mata saja tahu2 dirinya sudah menancapkan kakinya diatas batu cadas yang menyelonong keluar itu. Betapa girang hatinya sungguh sukar dilukiskan. Agaknya pelajaran pernapasan yang baru dipelajari ini kalau dibanding ilmu gerak naik dan kelit dari Bu siang sin hoat masih setingkat lebih tinggi.
Karena sudah kangen betul dan menguatirkan keadaan Phoa Kin sian, maka tanpa berayal lagi tanpa membuang waktu dia terus ber-lari2 kencang secepat bintang meluncur turun gunung.
Tengah ia ber-lari2 kencang itulah mendadak terdengar sebuah suara memanggil dibelakangnya: "Buyung, berhenti sebentar!"
Tanpa terasa tergerak hati Suma Bing, saat mana dia tengah mengerahkan seluruh tenaga untuk mengembangkan ilmunya, betapa cepat larinya itu seumpama roket meluncur. Bagi kaum persilatan umumnya, mungkin bayangannya saja tidak bakal dapat melihat jelas. Adalah suara itu dapat mengintil kencang dibelakangnya, betapa hebat dan tinggi kepandaian orang ini sungguh sangat mengagumkan.
Maka tanpa terasa segera ia hentikan kakinya, begitu melihat orangnya, legalah hatinya, ter-sipu2 Suma Bing maju menyapa hormat: "Locianpwe ada petunjuk apakah?"
Kangkun Lojin meng-goyang2kan kipas sambil mengurut jenggotnya yang panjang menjulai didepan dadanya, tanyanya: "Buyung, kau keluar dari Lembah kematian?"
Suma Bing tertegun, sahutnya: "Benar!"
"Apakah Bu siang sin li berada didalam lembah itu?"
"Ini..."
"Aku tidak memaksa kesukaranmu lohu sudah menanti selama tiga bulan diluar lembah ini. Sungguh menggirangkan kemajuanmu sedemikian pesat. Dari gerak gerik badanmu tadi, sungguh Lohu susah dapat dibandingkan lagi!"
"Locianpwe terlalu memuji!"
"Tidak ini kenyataan!"
"Wanpwe ada satu hal hendak kuberitahukan kepada Locianpwe!"
"Tentang urusan apa?"
"Tentang Bu siang po liok..."
Tanpa menanti habis ucapan Suma Bing, Kangkun Lojin sudah menyeletuk: "Bagaimana?"
"Buku itu sekarang berada ditangan wanpwe!"
"O, bagaimana ini bisa terjadi?"
"Wanpwe mendapat perintah untuk mengembalikan kepihak Siau lim!"
Meski sudah mencapai latihan selama seratus tahun tak urung Kangkun Lojin masih terbawa oleh perasaan haru juga, katanya gemetar: "Buyung, apa ini betul?"
"Mana wanpwe berani ngapusi kepada Cianpwe!"
"Bagus, bagus sekali! Terlaksanalah angan2 Lohu didunia fana ini. Buyung..."
"Locianpwe!"
"Apa kau masih ingat cerita yang kuberitahukan kepadamu itu?"
"Masih ingat betul!"
"Lohu sudah tidak lama lagi tinggal didunia fana ini, aku harus menceritakan semua kenyataan itu kepadamu."
"Dengan senang hati wanpwe akan mendengar penuh perhatian."
"Nama asli Lohu adalah Buyung Ceng!"
"Buyung cianpwe!"
"Nama asli Bu siang sin li adalah Lin Ji lan, seorang pelaku lain dari cerita itu bernama Li It sim!"
"Li It sim?" Berpikirlah Suma Bing, menurut pesan Giok li Lo Ci dirinya harus mencari seorang wanita yang bernama Li Hui, tidak perlu disangsikan lagi bahwa Li Hui ini pasti anak dari Li It sim dan Lin Ji lan itu.
"Kalau Li It sim masih hidup, usianya tentu juga sudah mencapai seratus tahun lebih. Kalau kelak kau bertemu dengan orang ini, boleh kau beritahu segala kejadian terakhir ini kepada dia. Dan katakan pula bahwa Lohu tengah menanti kedatangannya ditempat perpisahan dulu!"
Suma Bing mengiakan.
"Buyung masa depanmu gilang gemilang, waspada dan hati21ah, Lohu pergi!" — habis berkata lengan bajunya yang gondrong dikebutkan tahu2 tubuhnya sudah menghilang.
Sekian lama Suma Bing termangu ditengah jalan, batinnya: 'Tokoh aneh yang luar biasa ini sungguh baik hati dan tekun benar. Sungguh tidak sangka dia mengintil dibelakangku. Dengan sabar selama tiga bulan dia menanti diluar lembah kematian!' tak lama kemudian Suma Bing sudah mengayun langkah melanjutkan perjalanannya.
Pada waktu tengah hari tibalah Suma Bing diluar solokan kediaman Phoa Kin sian dengan Suhunya. Jantungnya terasa mulai berdetak keras, selamat atau mautkah yang bakal dihadapi susah diterka sebelumnya.
Mendadak pemandangan yang menggiriskan hati dan mendirikan bulu roma terbentang dihadapannya. Sekitar pinggiran solokan sebelah sana bergelimpangan beberapa mayat manusia. Darah yang membeku dan berobah warna itu merupakan perpaduan pandangan yang lebih menyeramkan. Tangan kaki tersebar di-mana2, kepala, biji mata atau isi perut orang berceceran disana sini, sungguh keadaan ini sangat mengerikan.
Suma Bing sendiri juga merasa merinding dan bergidik, naga2nya dalam solokan ini telah tertimpa bencana dahsyat. Keselamatan Phoa Kin sian guru dan murid, membuat hatinya terasa hendak melonjak keluar. Akhirnya didapatinya beberapa tanda tertentu diatas beberapa mayat itu, tanpa terasa tercetus seruan kagetnya: "Semua adalah anak buah Bwe hwa hwe!"
Kalau diluar solokan penuh diliputi bau anyir darah, entah bagaimana keadaan dan pemandangan didalam solokan sana? Sambil berpikir tanpa ayal tubuhnya segera berkelebat melayang turun kedalam solokan sana seenteng daon melayang.
Selepas pandang, hatinya semakin kebat-kebit. Dalam selokan di-mana2 terlihat tumbuh2an yang terbakar hangus atau sudah menjadi abu. Tidak perlu disangsikan lagi pasti dalam solokan ini pernah terjadi kebakaran besar. Bergegas ia berlari kearah gua. Begitu tiba seketika dia berdiri termangu, sedikitpun tidak kentara lagi adanya bekas2 pintu gua, sekarang menjadi rapat seperti dinding batu semua.
Kemanakah mereka? Ketimpa bencana, atau...
Tidak mungkin gua batu ini tertutup dan menghilang tanpa sebab, sudah terang kalau ditutup secara paksa oleh orang. Ditutup sendiri oleh Phoa Kin sian guru dan murid atau disumpal dari luar. ini susah dibedakan.
Inikah bukti dari ramalan Kangkun Lojin? Sesaat dia menjadi bingung harus mundur atau terus maju.
Kepandaian Phoa Kin sian dengan gurunya dia tahu betul, seumpama mengalami serangan mendadak dari luar juga tidak sukar bagi mereka untuk mengundurkan diri dengan selamat. Tapi yang membuatnya kuatir adalah Phoa Kin sian tengah mengandung dan hampir melahirkan. Karena kekuatirannya inilah maka dengan teliti ia memeriksa setiap jengkal tanah dalam solokan itu. Besar harapannya dapat menemukan sesuatu, tapi juga mengharap tidak menemukan apa2. Ramalan Kangkun Lojin itu benar2 membuat dia bergidik.
Setengah harian sudah ia putar kayun dan membungkuk2, tiada diketemukan benda2 milik Phoa Kin sian dan gurunya atau jenazah mereka berdua. Seumpama yang melepas api ini adalah perbuatan orang2 Bwe hwa hwe, maka mayat2 yang bergelimpangan diluar solokan itu pasti adalah buah karya dari Phoa Kin sian kakak beradik dan dibantu oleh bibinya. Tapi kemana mereka sekarang?
Apakah maksud tujuan perbuatan Bwe hwa hwe ini? Meskipun ditengah hari bolong, namun suasana dalam solokan ini menjadi sedemikian seram dan menakutkan. Dalam keputus asaannya Suma Bing sudah bersiap hendak tinggal pergi keluar solokan.
Baru saja niat ini timbul dalam benaknya, se-konyong2 terdengar suara tawa yang mengekeh dingin, lantas terdengar sebuah suara berkata: "Suma Bing, sudah lama kutunggu kedatanganmu."
Berdebar jantung Suma Bing, waktu dia berpaling, kontan darahnya mendidih, matanya melotot dan airmukanya membeku penuh nafsu membunuh.
Dihadapannya berdiri musuh besar bebuyutannya yaitu Loh Cu gi, dan dibelakangnya mengiringi anak buahnya, jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang.
Dari murka Suma Bing menjadi tertawa besar serunya: "Loh Cu gi, ternyata semua ini adalah hasil karyamu!"
Loh Cu gi menjengek dingin, ujarnya: "Buyung keparat, kau menyerah dan pasrah nasib saja."
Suma Bing maju dua langkah, katanya sambil kertak gigi: "Loh Cu gi, agaknya Tuhan membantu akan kebenaran, seharusnya kau sendiri yang terima binasa saja!"
"Bocah keparat, cuma sedikit mengangkat tangan saja, aku dapat membuat seluruh tubuhmu hancur lebur menjadi abu!"
"Kau ini sedang bermimpi!"
"Masih ada satu soal hendak kutanya padamu, apakah kau benar2 keturunan Suma Hong?"
"Tak usah disangsikan lagi."
"Kalau begitu, kau memang harus mampus!"
Disertai bentakannya mendadak secarik sinar merah yang menyilaukan melesat menerjang kearah Suma Bing, betapa cepat cara turun tangannya ini betul2 sangat mengejutkan. Inilah puncak kesempurnaan ilmu Kiu yang sin kang, kekuatannya dapat melumerkan benda2 keras dan dapat membumi hanguskan benda2 yang mudah terbakar.
Sebat sekali Suma Bing berkelebat menyingkir.
Loh Cu gi perdengarkan jengekan dingin, bagai bayangan yang selalu mengikuti bentuknya. lagi2 dia lancarkan sebuah pukulan, kecepatan merobah serangannya sungguh susah dicari tandingan, cahaya sinar pukulannya, melebar dan melingkupi udara sekitar tubuhnya. Memang Suma Bing kalah latihan dan kalah ulet, sampai akhirnya tiada tempat luang lagi untuk selalu bermain kelit. Dalam gugupnya serta merta ilmu Giok ci sin kang timbul dan dilancarkan menyertai isi hatinya.
Dentuman keras yang menggetarkan bumi menggoncangkan semua hadirin. Tampak Suma Bing tersurut tiga langkah dan berdiri tegak lagi dengan angkernya tanpa kurang suatu apa, sekelilingnya diliputi kabut asap yang bergulung gulung.
Sungguh kejut Loh Cu gi bukan kepalang, betapa hebat dan tinggi kepandaian tokoh silat siapapun, takkan mungkin kuat menahan kedahsyatan pukulan Kiu yang sin kang, seumpama besi baja juga pasti lumer. Tapi sebaliknya Suma Bing masih tetap segar bugar tanpa kurang suatu apa setelah menyambuti pukulannya.
Semua tokoh2 silat dibelakang Loh Cu gi juga berobah pucat pias.
Begitu melancarkan kemurnian ilmu Giok ci sin kang, ternyata kuat bertahan melawan pukulan Kiu yang sin kang musuh, bertambah besar tekad hati Suma Bing, ia maju selangkah lantas bentaknya keras: "Loh Cu gi, akan kucincang dan kuhancur leburkan manusia laknat seperti kau ini!"
Tanpa sadar Loh Cu gi mundur selangkah dengan gentar. Pada saat itulah tiba2 lima orang tua berkelebat maju dari belakang Loh Cu gi terus membungkuk berbareng serta berkata: "Hamba beramai menunggu perintah!"
Loh Cu gi manggut2, tubuhnya melejit mundur sejauh delapan tombak.
Kelima orang tua ini matanya ber-kilat2, terang kalau latihan Lwekang mereka sudah mencapai titik kesempurnaannya, berdiri setengah lingkaran mereka menghadapi Suma Bing dan mulai bergerak siap untuk menyerang...
Terdengar bentakan dan hardikan yang riuh rendah, lima jalur angin pukulan serempak bergulung menerpa kearah Suma Bing.
Suma Bing menggigit gigi kencang2, airmukanya membesi hitam dirundung sifat kebuasan, tubuhnya berdiri tegak dan gagah perwira laksana malaikat elmaut tanpa bergerak. Begitu diterpa kelima jalur angin pukulan itu, Suma Bing hanya terdorong mundur tiga tindak.
Bahwa gabungan pukulan kelima orang tua yang berkepandaian tinggi ternyata dipandang sebagai pukulan anak2. Betapa hebat dan tinggi kepandaian Suma Bing ini kiranya tiada tandingannya lagi didunia ini. Seketika kelima orang tua itu berdiri kesima dan termangu tanpa bergerak, timbul rasa gentar dan ketakutan dalam benak masing2.
Disaat kelima orang tua itu kesima tanpa bergerak itulah, tiba2 tangan Suma Bing bergerak melintang dan berputar. Dilancarkannya jurus pertama dari ilmu Giok ci sin kang yang baru dipelajarinya itu, yaitu Bi cu hong bong (mayapada remang2).
Dimana gelombang badai melanda, tanah merekah dan batu hancur lebur, pohon dan rumput berterbangan. Lima tombak sekitar gelanggang menjadi gegap gempita, terdengarlah beberapa kali jerit dan lolong panjang yang menyayatkan hati memecah kesunyian udara.
Tampak tubuh kelima orang tua itu hancur lebur dan tercerai berai kemana2 meliputi arena sepuluh tombak lebih.
Suma Bing sendiri juga terkejut dan kesima melihat hasil kekuatan ilmu Giok ci sin kang ini, kedahsyatannya sungguh diluar taksiran sebelumnya.
Semua jagoan Bwe hwa hwe yang hadir juga bukan main takut dan arwahnya terasa hampir melayang meninggalkan badan kasar.
Saat mana Loh Cu gi sudah mundur sejauh lima tombak lebih, wajahnya menunjukkan kejut dan keheranan, matanya terlongong memandangi Suma Bing, sungguh susah dibayangkan darimanakah Suma Bing dapat mempelajari ilmu digdaya yang sakti mandraguna seperti ini hanya dalam jangka tiga bulan saja?
Suma Bing maju beberapa langkah lagi. "Loh Cu gi, serahkan nyawamu!" tiba2 dia menggertak keras, tubuhnyapun sudah melesat tiba dihadapan Loh Cu gi terpaut tiga tombak jauhnya.
"Buyung, jangan terlalu takabur!" — selarik sinar merah kemilau mendesis menerjang kearah Suma Bing. Sekali ini agaknya Loh Cu gi sudah kerahkan seluruh kekuatan Kiu yang sin kang yang dipandang sebagai ilmu yang tiada bandingannya didunia ini.
Suma Bing juga menggerung keras, dengkulnya sedikit ditekuk, tangannya bergerak melancarkan jurus Mayapada remang2 itu tadi untuk menyongsong serangan lawan.
Begitu dua ilmu sakti saling berhantam terbitlah guntur yang menggelegar, saking dahsyat benturan ini sampai bumi pegunungan sekitarnya terasa bergetar laksana gempa bumi.
Karena benturan dahsyat ini Suma Bing terpental balik dan terhuyung delapan langkah baru bisa berdiri tegak lagi. Sebaliknya Loh Cu gi juga mencelat mundur tiga tombak jauhnya, air mukanya pucat pasi, darah meleleh keluar dari ujung bibirnya. Tokoh nomor satu pada empat belas tahun yang lalu ternyata tidak kuat menahan gebrak pertama serangan Suma Bing. Malah puluhan jago2 Bwe hwa hwe yang terdekat juga terpental sungsang sumbel dan jungkir balik keempat penjuru.
Maka tanpa bersuara lagi, mendadak Loh Cu gi membalik tubuh terus melesat terbang memasuki hutan rimba sebelah sana. Maka semua anak buah Bwe hwa hwe yang masih ketinggalan hidup be-ramai2 melenting mencawat ekor coba melarikan diri.
"Mau lari kemana?" Suma Bing menghardik keras sekali, tubuhnya juga melenting maju memburu dengan kencang. Namun rimba itu sedemikian lebat didalam bawah jurang lagi maka dalam sekejap mata saja bayangan Loh Cu gi sudah menghilang tanpa bekas. Saking gusar kepala Suma Bing sampai menguap, dada juga hampir meledak, tahu dia akan sia2 ia terus mengejar, maka begitu memutar balik ganti para kunyuk yang ketakutan itulah yang menjadi korban demi pelampiasan kedongkolan hatinya. Maka dimana2 timbul pekik dan jerit kesakitan yang menyayatkan hati. Mungkin hanya seorang dari sepuluh orang yang dapat menyelamatkan diri, selebihnya sudah menjadi setan gentayangan dibawah tangan Suma Bing.
Setelah mengumbar kedongkolan hatinya dengan berpesta pora dengan pembunuhan yang keji itu, baru Suma Bing merasa puas dan menghentikan sepak terjang selanjutnya, gumamnya sambil kertak gigi: "Kalau aku tidak menimbulkan banjir darah di Bwe hwa hwe, aku bersumpah tidak menjadi manusia!"
Suasana sekelilingnya sunyi senyap se-olah2 tiada insan lagi yang masih tetap hidup didunia fana ini. Sekuat tenaga Suma Bing menekan gejolak hatinya, serta menerawangi tindakan selanjutnya. Langsung meluruk ke markas besar Bwe hwa hwe atau mencari dulu jejak istri dan bibinya?
Dimanakah kiranya sekarang ibunya berada? Kalau ibunya belum ketemu sukar untuk dapat mengetahui siapa2 saja yang menjadi musuh besar keluarganya. Apa lebih baik mengantar dan mengembalikan Bu siang po liok ke Siau lim si?
Setelah berpikir dan ditimang sekian lamanya, akhirnya dia ambil keputusan untuk pergi dulu ke gereja Siau lim. Perempuan yang terkurung dibelakang puncak Siau sit hong itulah yang masih membuat hatinya kurang tentram, dia curiga mungkin perempuan itu adalah ibundanya yang telah hilang itu. Maka tujuannya ini boleh dikata sekali tepuk dua lalat.
Meskipun Pek kut Hujin pernah memperingatkan, bahwa perempuan itu bukan orang yang tengah dicarinya, tapi ia harus membuktikan sendiri kenyataan ini, untuk membuka ganjalan hatinya selama ini.
Sekarang ilmu sakti sudah sempurna dipelajarinya, setahap demi setahap dia bakal dapat menyelesaikan dendam permusuhannya dengan para musuh besarnya, ini tinggal tunggu waktu saja.
Begitulah tanpa ayal lagi Suma Bing langsung berayun menuju ke Siong san Siau lim.
Hari itu dia sudah beranjak dijalan raya yang menuju kewilayah Ho lam, menurut perhitungannya lima hari lagi dia pasti sudah tiba diatas gunung Siong san itu.
Betapa tinggi ilmu ringan tubuh Suma Bing saat itu, luncuran tubuhnya seumpama bintang terbang. Se-konyong2 terlihat didepan sana ada setitik putih tengah berlari kencang, semakin lama titik putih itu tersusul dan semakin besar. Setelah membelok sebuah tikungan bayangan putih itu melesat memasuki hutan lebat dipinggir jalan sebelah kanan.
Sejak memperoleh ilmu Giok ci sin kang, pandangan mata Suma Bing semakin jeli dan tajam luar biasa. Hanya sekali pandang saja diketahuinya bahwa bayangan putih itu tidak lain adalah Rasul penembus dada tokoh yang paling ditakuti kaum persilatan masa itu.

Pedang Darah Bunga IblisWhere stories live. Discover now