55. Kakek Tua Penghuni Lembah

3K 48 0
                                    

Per-lahan2 pandangan Tio Keh siok beralih kearah Hian thian ceng li, sedikit menekuk lutut dia memberi hormat serta ujarnya dingin: "Locianpwe, Suhu tengah menantimu didalam lembah."
"Suruh dia keluar menemui aku."
"Kesehatan Suhu terganggu dan tidak leluasa untuk bergerak."

"Hm, tidak leluasa apa segala?"
"Kenapa Locianpwe mendesak orang sedemikian rupa?"
"Budak setan, berani kau kurangajar terhadap aku?"
Membesi wajah Tio Keh siok, desisnya geram: "Locianpwe, Suhu telah menantimu dengan segala perlengkapan!"
"Apa, dia hendak turun tangan dan mengingkari janjinya?"
"Suhu sudah mandi dan ganti pakaian, dengan tenang dia tengah menantikan dewa kematian mencabut nyawanya, tapi... "
"Tapi apa?"
"Ada satu hal yang belum dapat kumengerti!"
"Coba katakan!"
"Apa hubungan Suma Bing dengan Locianpwe?"
"Sutitsun (cucu murid keponakan)."
"Apakah Locianpwe ada melulusi untuk melindunginya... "
"Tutup mulutmu... "

Hian thian ceng li menggerung keras saking murka rambutnya yang ubanan itu sampai berdiri, tanpa kuasa tubuhnya terhuyung dua langkah.
Tanpa takut2 Tio Keh siok terus berkata dengan dongkol: "Sebelumnya Wanpwe sudah dengar, jikalau Suhu ada terjadi apa2, Wanpwe bersumpah untuk membalaskan sakit hati ini. Kalau Cianpwe tidak ingin menimbulkan bencana dikemudian hari silahkan sekarang juga turun tangan melenyapkan Wanpwe sekalian!"

Hati Suma Bing sedih dan perih sekali, dia maklum bahwa tindakannya ini salah, namun seumpama naik harimau susah turun, tak mungkin dia membiarkan Sukohconya mendapat malu dan serba susah, maka senggaknya dingin: "Nona Tio, selalu cayhe nantikan pembalasanmu!"

Tio Keh siok melirik kearah Suma Bing dengan benci dan kemarahan yang me-luap2, makinya: "Suma Bing, aku takkan melepas kau!"
Mendadak terdengar sebuah suara berat serak berkata: "Anak Siok, mundur, jangan kurangajar!"
Dari belakang tumpukan puing2 batu sana muncullah bayangan seseorang yang membelok turun terus hinggap diatas tanah.

Bayangan yang mendadak muncul ini kiranya adalah seorang tua yang rambut serta jenggot dan kumisnya sudah beruban semua, wajahnya penuh kerutan, sinar matanya redup agaknya mengandung kesedihan yang ber-limpah2. Begitu menginjak tanah langsung terus duduk ditanah tanpa bergerak.

Sekali lagi Tio Keh siok menyapu pandang semua hadirin dengan gemes terus mundur dibelakang orang tua itu serta panggilnya: "Suhu!"
Kalau tadi beringas dan mentang2, sekarang Hian thian ceng li sebaliknya terbungkam seribu basa, tubuhnya gemetar semakin keras.
Dengan penuh keanehan Suma Bing pandang orang tua ubanan ini, batinnya pasti dialah penghuni lembah yang dikatakan oleh Sukohco itu.
Seperti orang tua umumnya yang loyo penghuni lembah ini duduk diatas tanah dengan sikapnya yang lesu, tiada sesuatu yang mengejutkan malah sepasang sinar matanya juga guram, sikapnya dingin dan tenang menatap kearah Hian thian ceng li tanpa membuka suara.
Tokoh macam apakah sebenarnya Penghuni lembah ini?

Setelah hening sekian lamanya akhirnya Hian thian ceng li membuka kesunyian katanya: "Ada apa lagi yang perlu kau katakan?"
Berkatalah penghuni lembah dengan berat dan tersendat: "Kau dan aku kan sudah menjadi tua bangka yang dekat masuk liang kubur... "
"Omong kosong, yang kumaksudkan adalah janjimu dulu!"
"Silahkan apa yang hendak kau perbuat, aku menurut saja."
"Masih ada urusan apa lagi yang perlu kau sampaikan kepada muridmu?"
"Urusan terakhir?"
"Benar, hari ini juga kau harus kubunuh!"

Sekilas sepasang mata penghuni lembah memancarkan cahaya terang lantas menghilang lagi, katanya tenang: "Silahkan kau turun tangan!"
"Sampai mati juga kau tidak menyesal?" teriak Hian thian ceng li kalap.
Penghuni lembah bergelak tawa, ujarnya: "Menyesal? Apanya yang perlu disesalkan? Orang hidup bagai mimpi, setelah sadar dari tidur, semuanya juga lantas hilang... "
"Sedemikian kejam dan keji kau menghancurleburkan impian orang lain?"
"Mimpi itu timbul dari hati... "
"Dasar kau tanpa perikemanusiaan!"
"Terserah bagaimana kau hendak berkata. Sekarang biarlah aku menebus dengan jiwaku, masa masih belum cukup?"
"Li It sim," Hian thian ceng li menggeram sambil mengertak gigi, "Setelah kubunuh tetap juga kubenci kepadamu!"

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang