45. Menyongsong Bahaya

2.9K 51 0
                                    

"Sudah pasti wanpwe harus segera berangkat untuk menyelesaikan persoalan ini!"

"Kalau begitu segeralah berangkat, supaya secepatnya kau tiba disana. Aku si maling tua masih banyak urusan lain, kelak kita bertemu lagi!" habis bicara terus tinggal pergi.

Hati Suma Bing menjadi gundah dan kurang tentram, sungguh diluar sangkanya bahwa Te kun bisa terjungkal ditangan majikan Menara iblis.

Sebenarnya dia ketarik menjadi warga Perkampungan bumi bukan atas kehendaknya sendiri. Tapi nasi sudah menjadi bubur, malah bibi dan istrinya Phoa Kin sian juga tidak banyak cakap dalam persoalan ini, sudah tentu ia menyerah saja kepada nasib yang sudah menjadi suratan takdir.

Sebagai menantu dan calon penggantinya memang seharusnya dia menuntut balas bagi kematian Te kun.

Disamping itu, menurut undang2 Te po, dia adalah majikan dari perkampungan bumi yang akan datang, sudah tentu menjadi kewajibannya pula untuk menunaikan tugas mulia ini.

Kepandaian Te kun sudah sedemikian tinggi dan hebat, namun toh masih terkalahkan dan tertimpa bencana di Menara iblis. Jikalau istrinya Pit Yau ang sendiri yang memimpin anak buahnya pergi menuntut balas, dapatlah dibayangkan akan akibatnya. Sambil berpikir itu kakinya terus tancap gas beranjak dengan cepatnya turun dari puncak Siau sit hong langsung kejalan raya yang menuju ke selatan.

Telaga air hitam terletak diperbatasan antara Sucwan dengan Kui ciu, luas telaga ini kira2 seratusan li, memang serasi nama dan kenyataannya, air telaga ini hitam legam bagai arang, malah mengandung racun lagi, tak peduli manusia atau binatang begitu tersentuh oleh air telaga ini pasti akan mati keracunan. Karena itulah maka dipandang sebagai salah satu tempat kiamat yang disegani didunia persilatan. Sepuluh li sekitar telaga ini tiada jejak manusia atau binatang.

Menara iblis, itulah sebuah bangunan tinggi yang bersusun dua belas tingkat berwarna cat hitam pula, berdiri dengan megah dan angkernya ditengah danau.
Pada suatu hari, ditepi telaga air hitam yang sangat ditakuti sebagai tempat bertuah bagi kaum persilatan itu, muncullah sebuah bayangan orang, dia bukan lain adalah Suma Bing yang telah menyusul tiba dari Siauw lim si.
Menghadapi telaga dan menara serba aneh dan seram ini tanpa terasa timbul perasaan mengkirik dan merinding. Memang Menara iblis, nama ini sesuai dan cocok benar dengan keadaannya, bagi siapa saja yang melihat pasti timbul perasaan seram dan takutnya.
Sungguh mengherankan jejak para kerabat dari Perkampungan bumi kok tidak kelihatan. Menurut berita yang dibawa oleh si maling tua, kedatangannya ini justru tepat pada waktunya, namun sepanjang jalan bayangan atau jejak orang2 dari Perkampungan bumi sedikitpun tidak terlihat, ini betul2 membuat orang tidak mengerti.
Apakah semua orang2 Perkampungan bumi sudah tertumpas habis, tapi sekitar sini tiada gejala2 yang mencurigakan yang dapat membuktikan akan rekaan hatinya ini. Atau mungkin orang2 Perkampungan bumi itu sudah mengundurkan waktu untuk meluruk datang. Tapi bagaimanapun juga kini dirinya sudah tiba disini, biarlah seorang diri aku tandangi mereka untuk menuntut balas bagi kematian Te kun.
Baru saja ia berpikir sampai disitu, tiba2 terdengar sebuah lengking tinggi bagai jeritan setan, belum lenyap suara lengking jeritan ini lantas disusul empat penjuru sekelilingnya terdengar pula suitan panjang yang saling bersahutan. Sungguh keadaan ini sangat mencekam hati dan mendirikan bulu roma.
Suma Bing celingukan kian kemari, namun tak terlihat adanya bayangan orang.
Mendadak terdengar gelombang air tersiak, dimana ombak telaga bergulung2, terlihat muncul sebuah benda putih yang lonjong, waktu ditegasi kiranya itulah sebuah peti mati berwarna putih bersih.
Tanpa terasa berdiri bulu kuduk Suma Bing, bagaimana mungkin dari tengah telaga muncul sebuah peti mati? Ombak air hitam itu terus bergulung2 satu demi satu bermunculan peti mati yang serupa bentuk dan warnanya, jumlahnya tidak kurang dari duapuluh buah. Semua peti mati itu seumpama sampan kecil yang melaju pesat, tengah meluncur kearah tepian.
Suma Bing ber-pikir2, naga2nya anak buah Menara iblis semua, sembunyi didalam peti mati itu. Dan peti mati ini pasti peralatan untuk mereka keluar masuk dari dalam air.
Benar juga, kenyataan memang seperti dugaannya. Begitu peti2 mati itu menepi ke pantai tutup2 peti lantas menjeplak dan duapuluh lebih bayangan manusia serempak berloncatan keluar terus berlari kehadapan Suma Bing.
Suma Bing berdiri tegak dengan angkuhnya sekokoh gunung, sikapnya tenang dan garang menunggu perobahan apa yang bakal terjadi.
Setelah jaraknya agak dekat dengan Suma Bing, mereka berdiri berkeliling membentuk sebuah lingkaran dihadapan Suma Bing. Satu diantaranya yang terdepan adalah seorang tua yang bermuka tirus bermulut monyong dan berdagu panjang, dengan kedua matanya yang berjelalatan seperti mata tikus itu, mengamat2i Suma Bing sekian lamanya, lalu serunya: "Buyung kau inikah Sia sin kedua Suma Bing yang kenamaan didaerah dataran tengah itu?"
Dingin Suma Bing menyapu pandang kearah mereka, lalu sahutnya: "Tidak salah!"
"Kau ini pula yang menjadi Huma dari Te po?"
"Tepat sekali!"
"Untuk apa kau datang kemari?"
"Untuk melihat tampang majikan dari Menara iblis."
"Hehehehe, buyung, kau belum berharga untuk itu!"
Suma Bing mendengus keras, jengeknya: "Majikan menara iblis itu terhitung barang apa?"
Semua anak buah Menara iblis tersentak kaget dan berubah air muka mereka mendengar hinaan Suma Bing ini.
Si orang tua pemimpin itu perdengarkan kekeh tawanya yang menusuk telinga, katanya: "Buyung, agaknya kau datang untuk mencari kematian?"
"Dengar!" hardik Suma Bing dingin, "Suruh majikan kalian keluar menemui aku?"
"Tidak sudi!"
"Sekali lagi kau berani menolak, kubunuh kau?"
"Buyung, kau tidak berharga menemui majikan kami.
Beringas wajah Suma Bing, ancamnya sambil maju setindak: "Kaulah orang pertama dari Menara iblis yang harus mampus!"
Seiring dengan ancamannya ini Suma Bing pelan2 angkat kedua tangannya terus didorong kemuka. Kontan terlihat si orang tua pemimpin itu melolong tinggi, tubuhnya melayang jauh kecebur kedalam danau.
Berbareng dengan serangan Suma Bing itu, berpuluh jalur angin pukulan juga telah melanda tiba kearah Suma Bing, sedemikian dahsyat pukulan2 ini disertai bunyi guntur yang menggetarkan bumi.
Memang kedatangan Suma Bing untuk menuntut balas sudah tentu cara turun tangannya juga tidak mengenal kasihan lagi, begitu jurus Mayapada remang2 dilancarkan, terbitlah angin badai, bumi terguncang dan alam sekelilingnya menjadi gelap remang2. Ditengah gemuruhnya angin badai itu terdengar jerit dan pekik yang menyayatkan hati. Duapuluh lebih anak buah Menara iblis semua melayang jiwanya dalam satu gebrak saja.
Mayat2 bergelimpangan dimana2 dengan tubuh yang tidak lengkap lagi. Keadaan ini benar2 sangat seram menakutkan.
Pada saat itulah sebuah suara dingin yang serak gemetar terdengar berkata: "Suma Bing, kejam benar perbuatanmu ini!"
Terkejut Suma Bing, waktu berpaling dilihatnya tiga tombak disebelah sana sudah berdiri tiga orang. Yang ditengah adalah seorang perempuan pertengahan umur yang bersolek dan tidak kalah cantik dari gadis2 muda yang rupawan. Kedua sampingnya masing2 berdiri dua orang tua berjubah hitam dan yang lain berjubah merah.
Yang berjubah merah itu bukan lain adalah Gandarwa merah Ngo Tang. Pastilah sudah yang berjubah hitam itu adalah Gandarwa hitam adanya. Lalu siapakah perempuan ditengah itu?
Enam sorot mata yang berapi2 mendelik menatap Suma Bing.
Gandarwa merah tampil kedepan serta katanya sinis: "Suma Bing, tidak peduli apa maksud kedatanganmu, berani semena2 kau turun tangan membunuh para jagoan anak buahku, maka jangan harap kau dapat meninggalkan Telaga air hitam ini dengan tetap bernyawa."
Suma Bing ganda tertawa ejek: "Legakan hatimu, sebelum tujuanku terkabul, aku pasti takkan pergi!"
"Apa tujuanmu?"
"Bagaimana cara kematian Pit Gi majikan dari Perkampungan bumi?"
"Mati? Siapa yang mengatakan?"
Suma Bing melengak, tanyanya menegas: "Masa dia belum meninggal?"
Tiba2 perempuan ditengah itu membuka suara, senggaknya dingin: "Benar, dia belum mati, tapi dia juga tidak boleh hidup bebas."
"Apa2an ucapanmu ini?"
"Dia hanya boleh hidup ditempat ini, sekali berani beranjak keluar kematianlah bagiannya!"
"Dimana dia sekarang?"
"Dimana dia kau tidak perlu tahu!"
Suma Bing mendesak maju, desisnya: "Jikalau sampai terjadi sesuatu yang mengancam keselamatan majikan Perkampungan bumi, hm..."
"Kau mau apa?"
"Akan kuratakan Menara Iblis!"
"Hahahahaha, buyung hijau yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, besar mulut dan takabur!"
"Tuankah yang menjadi majikan Menara iblis?"
"Benar!"
"Bagus sekali, kuharap segera kau lepaskan majikan Perkampungan bumi!"
"Buyung enak benar kau berkata?"
"Lalu apa maksud kalian sebenarnya?"
"Pit Gi pantas untuk dihukum mati, tapi aku tidak tega turun tangan, hanya kukurungnya saja seumur hidup!"
Sejenak Suma Bing berpikir, lantas serunya: "Mohon tanya ada permusuhan apakah antara majikan Perkampungan bumi dengan kau?"
"Anak muda seperti kau belum berharga menanyakan soal ini!"
"Apakah urusan rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain?"
Berobah rona wajah majikan Menara iblis, bentaknya lirih: "Mulutmu kotor dan kurang ajar, ringkus dia!"
"Terima perintah!"
Demikian Gandarwa merah mengiakan. Memang jarak mereka terpaut paling dekat, begitu lenyap suaranya tahu2 cakar setannya sudah mencengkram tiba menyerang Suma Bing, cara dan kecepatan serangan ini benar2 menakjupkan.
Begitu mendengar perintah lawan, pikiran Suma Bing lantas bersiaga, serta merta Giok ci sin kang lantas timbul melindungi badannya.
Cengkraman Gandarwa merah meraih pundak kiri Suma Bing, begitu jarinya dikerahkan mencengkram seketika ia rasakan sesuatu yang ganjil...
"Pergilah kau!" tiba2 Suma Bing menggertak sambil menyodok dengan sikutnya.
'Buk' sambil mengerang dan menguak menyemprotkan darah segar Gandarwa merah terhuyung puluhan langkah, tubuhnya juga limbung hampir roboh.
Sungguh mimpi juga Gandarwa merah tidak menyangka, dalam jangka tiga bulan saja musuh kecilnya ini sudah berganti orang dengan Lwekangnya yang luar biasa.
Hampir dalam waktu yang bersamaan ketika Gandarwa merah terhuyung mundur sambil muntah darah itu. Gandarwa hitam juga sudah bergerak secepat kilat sambil lancarkan pukulannya, kecepatannya juga tidak kalah hebat, sungguh mengejutkan.
Karena sudah tidak mungkin lagi berkelit. Suma Bing menjadi nekad, dan mandah saja menerima pukulan keras ini.
Benturan keras membuat tubuh Suma Bing tersurut tiga langkah, sedang Gandarwa hitam sendiri juga terpental mundur dua langkah lebar, wajahnya membesi hitam dan mengunjuk kekejutan yang tak terperikan.
Gandarwa merah hitam sudah sangat tenar dan kenamaan dikalangan Kangouw, susah dicari tandingan yang kuat melawan mereka berdua, siapa nyana bagi Suma Bing mereka tidak lebih laksana kutu yang menyambar api mencari gebuk sendiri.
Segera majikan Menara iblis mengulapkan tangan serta perintahnya: "Kalian mundur!"
Dengan wajah merah jengah Gandarwa hitam segera mengundurkan diri.
Sementara itu Gandarwa merah tengah duduk samadi mengerahkan tenaga untuk berobat diri.
Setelah menyuruh Gandarwa hitam mundur, berkatalah majikan Menara iblis dingin: "Suma Bing, hebat juga kepandaianmu, tapi jikalau kau berpikir untuk pergi dengan nyawa tetap hidup, kau tengah bermimpi!"
Suma Bing menjengek hina, sahutnya acuh tak acuh: "Aku percaya kepada kemampuanku sendiri bahwa tiada seorang juga yang mampu merintangi aku. Tapi, maksud kedatanganku ini hanya ingin mengetahui apakah majikan Perkampungan bumi benar2 mati atau masih hidup. Sebelum terlaksana keinginanku, takkan kutinggalkan tempat ini!"
"Kau akan susah menjaga diri!"
"Belum tentu!"
"Jadi kau tidak percaya?"
"Sudah tentu tidak percaya?"
"Baiklah kau coba ini!" seiring dengan lenyap suaranya tahu2 tubuhnya sudah melejit tiba dihadapan Suma Bing langsung mengirim sebuah serangan.
Seketika Suma Bing merasa seluruh tubuhnya tergetar hebat, dalam waktu yang bersamaan terasa ada empat tempat ditubuhnya yang sekaligus kena terserang sehingga darah bergolak dirongga dadanya sampai badannya terhuyung hampir roboh.
Belum dia dapat berdiri tegak dan berganti napas, jurus serangan kedua musuh sudah merangsang tiba pula, sungguh kecepatannya luar biasa. Jurus kedua ini telah mengenai enam jalan darah mematikan didepan dada Suma Bing. Jikalau tidak mengandal keampuhan Giok ci sin kang yang melindungi badan, pasti saat itu tubuhnya sudah terkapar menggeletak tanpa bernyawa diatas tanah. Kepandaian semacam ini, baru pertama kali ini Suma Bing merasakan.
Sambil menggerung tertahan Suma Bing tersurut lagi beberapa langkah, darah segar sudah menerjang ketenggorokkannya hampir saja tersemprot keluar.
Dilain pihak Majikan Menara iblis sendiri juga bukan kepalang kejutnya. Dia percaya dengan dua jurus serangannya ini takkan ada seorang tokoh silat siapapun yang kuat bertahan. Tapi sekarang kenyataan Suma Bing bukan saja kuat bertahan malah agaknya tidak kurang suatu apa. Keruan ia terlongong.
Dalam detik2 inilah mendadak Suma Bing menghardik keras: "Diberi tidak membalas, itulah kurang hormat!" Secepat kilat jurus Mayapada remang2 dilancarkan. Dimana gelombang badai menerjang tiba lima tombak sekitarnya menjadi gelap dan menggetar.
Majikan Menara iblis ternyata tidak kuasa bertahan diterpa angin kencang yang membadai ini, beruntun terhuyung empat tombak jauhnya wajahnya mengunjuk rasa kejut dan heran tidak percaya.
Begitu mendapat angin, Suma Bing tidak sia2kan kesempatan ini, jurus Ih sing to cwan lantas diberondong keluar juga.
Agaknya Majikan Menara iblis gentar menghadapi serangan dahsyat ini, tubuhnya melejit tinggi dan hinggap diatas sebuah peti mati yang terapung diatas air.
Saat mana Gandarwa merah juga sudah berdiri dan melompat menyingkir bersama Gandarwa hitam.
Suma Bing bertengger dipinggir danau, airmukanya merah diliputi nafsu membunuh katanya menegasi: "Aku tekankan sekali lagi, harap kau suka melepas orang?"
Majikan Menara iblis mengejek dingin: "Tidak bisa!"
"Apa kau tidak bayangkan akibatnya?"
"Coba kau lihat dulu!"
Waktu Suma Bing berpaling, tanpa terasa ia menyedot hawa dingin, tampak berpuluh2 orang pemanah yang sudah siap dengan senjatanya mengepung bundar dibelakangnya, busur sudah ditarik tinggal tunggu perintah saja.
Waktu ia menoleh lagi. Majikan Menara iblis dan Gandarwa merah hitam sudah menyingkir jauh ketengah telaga sejauh puluhan tombak.
Bahwasanya kalau ilmu ringan tubuh sudah dilatih sempurna dapat terbang atau berjalan diatas gelombang air, tapi jikalau disuruh berhenti tanpa bergerak dipermukaan air, ini sangat ganjil dan tak mungkin terjadi. Tapi kenyataan didepan matanya ini betul2 membuat jantungnya berdetak keras.
Suara majikan Menara iblis terdengar dari permukaan telaga sana: "Suma Bing, sekali kuberi aba2, sekejap saja kau akan mati dengan tubuh penuh ditaburi anak panah!"
"Itu berarti kau juga membawa keruntuhan hebat luar biasa bagi Menara iblis!" demikian balas ancam Suma Bing.
"Kematian sudah didepan mata masih berani keras mulut?"
"Silahkan tuan memberi perintah!"
Dimulut Suma Bing berkata demikian, sebenarnya hatinya gugup setengah mati tengah mencari akal untuk mengatasi. Sudah tentu dengan keampuhan Lwekangnya sekarang, hanya anak2 panah saja tidak akan dapat mengapakan dia.
Tanpa berayal lagi majikan Menara iblis mengayun lengan bajunya yang melambai2 dibawa angin lalu. Kontan anak panah bersuitan bagai hujan derasnya, semua meluncur kearah Suma Bing. Perbawa serangan ini benar2 mengejutkan dan menyedot semangat orang.
Suma Bing kerahkan seluruh kekuatan Giok ci sin kang untuk melindungi badan, semua anak panah begitu mendekat ketubuhnya semua terpental balik tanpa melukai seujung rambut. Tiba2 tubuh Suma Bing melejit terus menubruk ketengah2 para pemanah itu. Pembunuhan besar2an seperti membabat rumput saja terbentang dihadapan sang majikan. Suara jerit dan pekik kesakitan yang menyayat hati terdengar saling susul, sungguh ngeri dan mendirikan bulu roma.
"Stop!" terdengar majikan Menara iblis membentak keras sambil melompat kedaratan lagi.
Tanpa terasa Suma Bing menghentikan perbuatannya. Hanya dalam sekejap itu mayat sudah bertumpuk dan bergelimpangan dimana2, jumlahnya tidak kurang dari limapuluh orang jiwa mereka melayang semua.
Gigi majikan Menara iblis gemeretak saking murka, gerungnya: "Suma Bing, benar2 kau ingin menjual jiwamu untuk kepentingan Pit Gi?"
"Dianggap begitu juga boleh!"
"Kalau begitu baiklah kuberi tahu, sekarang Pit Gi terkurung dipuncak tertinggi dari Menara iblis itu, kalau kau punya kepandaian silahkan naik kesana untuk menolongnya."
"Alah, apa sukarnya?" jengek Suma Bing dengan sombongnya.
"Ya, silahkan coba!" habis berkata bagai terbang berloncatan menginjak gelombang majikan Menara iblis menghilang didalam menara hitam itu.
Para pemanah yang masih ketinggalan hidup juga secara diam2 tanpa bersuara sudah lenyap tanpa meninggalkan jejak.
Tak lama kemudian semua peti mati yang terapung diatas air itu juga lenyap menghilang.
Menghadapi air telaga yang hitam legam dan memandang jauh Menara iblis yang berdiri tegak bagai jin ditengah danau itu, Suma Bing tenggelam dalam pikirannya.
Walaupun air danau mengandung bisa jahat, tapi dia tidak perlu kuatir karena dirinya pernah menelan rumput ular. Meskipun permukaan danau ini sangat luas, namun mengandal kepandaiannya saat itu, untuk terbang beranjak diatas permukaan air bukanlah soal sukar baginya. Justru yang tengah diragukan adalah karena Menara iblis itu dijajarkan sebagai salah satu tempat kramat yang bertuah bagi kaum persilatan, sudah pasti didalam menara itu dipasang berbagai jebakan yang dapat mengancam jiwanya. Dilain pihak seumpama bapak mertuanya dapat lolos dari menara iblis itu, dapatkah selamat tiba diatas daratan. Karena mungkin ditengah perjalanan diatas air itu mereka bakal dicegat dan diserang mati2an oleh musuh, akibat dari kenekadan musuh inilah yang harus dipertimbangkan.
Tapi dalam situasi yang sekarang ini, selain maju tiada alasan untuk mundur. Tentang kenapa orang2 Perkampungan bumi sampai saat itu masih belum terlihat bayangannya ini juga membuat hatinya risau.
Tiba2 otaknya mendapat suatu ilham yang membuat terang hatinya. Baru sekarang dia sadar mengapa Majikan Menara iblis serta Gandarwa merah dan hitam bisa dengan antengnya berdiri dipermukaan air. Maka dicarinya dua lembar papan kayu selebar telapak tangan terus diikat dibawah sepatunya.
Waktu ia melompat turun kedalam air, eh benar juga ternyata anteng dan ringan sekali. Begitu Giok ci sin kang dipusatkan, seketika terasa badannya seenteng daon, secepat burung walet terbang terus melesat kearah Menara iblis itu.
Sebentar saja tibalah dia didepan pintu Menara iblis. Kiranya bangunan Menara iblis ini melingkupi tanah seluas puluhan tombak, selain Menaranya yang tegak meninggi sekelilingnya masih ada tanah pelataran kosong.
Memandangi Menara iblis didepannya ini, tanpa terasa ciut nyali Suma Bing, seluruh bangunan Menara ini terbuat dari besi baja, selain dua pintu besi yang terpasang ditingkat paling bawah, lapisan selanjutnya sampai paling puncak tiada pintu atau jendela sebuahpun, se-akan2 berbentuk seperti keong.
Diatas pintu besi besar itu terpancang papan besi yang bertuliskan 'Menara Iblis'.
Sejenak Suma Bing ragu2, lalu dengan langkah lebar mendekat kedepan pintu, waktu tangannya mendorong ternyata tidak bergeming, maka ia mundur tiga langkah, kedua tangannya menghimpun seluruh tenaganya terus dihantamkan kearah pintu besi itu.
Dentuman keras menggelegar membuat seluruh bangunan Menara itu tergetar. Pintu besi itu terpentang lebar bertepatan dengan itu hujan anak panah memberondong keluar.
Tercekat hati Suma Bing, sebat sekali kakinya menggeser kesamping delapan kaki, untung bisa terhindar dari serangan keji ini.
Setelah menenangkan gejolak hatinya, sambil melintangkan kedua tangan didepan dada gesit sekali ia melompat masuk kedalam Menara iblis.
Terdengar suara kereyat kereyot, pintu besi Menara iblis itu mulai menutup sendiri. Keadaan dalam menara seketika gelap gulita sampai lima jari sendiri tidak terlihat.
Betapapun tinggi dan hebat kepandaian Suma Bing, dalam keadaan sekarang ini tak urung hatinya kebat-kebit dan was2 juga.
Sekian lama kedua matanya dipejamkan, lalu dibuka kembali, samar2 pemandangan dihadapannya mulai jelas, dimana sorot matanya memandang mendadak ia menjerit kaget dan melompat mundur.
Tampak ber-puluh2 kerangka tengkorak yang lengkap berdiri berjajar membelakangi dinding, sikapnya mengancam dengan menjulurkan kedua tangannya kedepan siap hendak menubruk mangsanya.
Perasaan dingin timbul diatas tengkuknya terus menjalar keseluruh tubuh. Seram dan menakutkan benar sehingga tanpa terasa telapak tangan Suma Bing basah oleh keringat.
Tiba2 suara ringkik jeritan setan terdengar saling bersahutan menusuk telinga. Semua kerangka itu mendadak bergerak2 dan mulai bertindak maju dengan langkah kaku terus merubung kearah dirinya.
Keruan Suma Bing merasa arwahnya terbang ke-awang2, keringat dingin ber-ketes2 membasahi tubuh.
'Trap, trap!' irama tulang2 yang bergeser diatas tanah menambah keseraman suasana yang menakutkan. Kerangka sudah tentu tidak akan bisa bergerak, tidak perlu disangsikan pasti semua ini ada peralatan yang mengendalikan.
Suma Bing mengheningkan cipta menenangkan gejolak hatinya, tiba2 tangannya terayun terus memukul kedepan. Kontan beberapa kerangka yang berada didepan tersapu roboh berantakan menumbuk dinding. Suara tulang2 yang tercerai berai menumbuk dinding terdengar riuh rendah, asap putih kehijauan ber-gulung2 dari tulang2 yang hancur ber-keping2 itu. Kerangka lain yang tidak terserang masih tetap melangkah kaku mendekat kearahnya dengan sikap mengancam.
Bahwa pukulannya dapat merobohkan beberapa kerangka itu, ini menambah keberanian Suma Bing. Sambil menggereng keras dia menggerak2kan kedua tangannya sambil memutar badan sekaligus Suma Bing serang semua kerangka yang mengelilingi dirinya. Maka dalam sekejap saja kerangka2 itu menjadi setumpukan tulang2 kering yang hancur berantakan berserakan dimana2. Tapi asap putih kehijauan yang menguap dari dalam tulang2 yang hancur itu bertambah lebat memenuhi ruangan. Kabut putih ini mengeluarkan bau harum yang dapat memabukkan orang.
Suma Bing merasa kepala pening dan badan terasa enteng, tahu dia bahwa kabut putih ini ternyata mengandung racun jahat. Cepat2 ia kerahkan hawa murni dalam tubuhnya untuk membendung serangan hawa beracun ini.
Untung dia pernah menelan rumput ular yang berkhasiat menolak segala bisa, kalau tidak tanggung sejak tadi ia sudah terkapar roboh tanpa bernyawa lagi.
Waktu angkat kepala memandang keatas, lapis kedua kira2 setinggi dua tombak, tampak undakan atau tangga untuk naik keatas. Hanya disebelah kanan sana terbuka sebuah lobang kecil kira2 lima kaki, lobang kecil inilah agaknya menjadi pintu penghubung untuk menerobos masuk ketingkat dua itu.
Dengan adanya pengalaman yang berbahaya pada tingkat permulaan ini, sudah pasti pada tingkat kedua juga tidak bakal selamat begitu saja, mungkin bahaya yang mengancam lebih menakutkan dan lebih seram.
Sekian lama Suma Bing mengamat2i lobang kecil itu, tiba2 ia menghantam kearah lobang bundar itu, terus tubuhnya ikut melejit kesamping...
'Blum!' terdengar dentuman menggelegar, sebuah papan baja bundar sebesar lobang diatasnya itu meluncur mengemplang keatas kepalanya, untung dia cepat menyingkir sehingga papan baja itu jatuh diatas tanah menggetarkan seluruh bangunan Menara iblis, dari sini dapatlah dibayangkan betapa berat papan besi baja itu.
Kalau secara ceroboh tadi Suma Bing terus meloncat keatas hendak menerobos naik, pasti tubuhnya akan tertindih hancur lebur menjadi perkedel.

Sekian lama Suma Bing kesima dan menelan air liur sambil melelet lidah.

Tapi bagaimana juga karena Majikan Perkampungan bumi terkurung dipuncak menara ini, seumpama gunung golok dan wajan minyak mendidih juga harus dihadapi dan diterjang terus.

Begitulah setelah hatinya tenang dan semangatnya pulih kembali, beruntun tangannya bergerak memukul tiga kali, setelah dilihatnya tiada reaksi apa2 baru kakinya dijejakkan, tubuhnya terus melejit keatas menerobos lobang bundar itu.

Pada saat tubuh Suma Bing baru saja muncul diambang lobang kecil itu, segulung angin pukulan laksana gugur gunung sudah menerjang tiba mengarah tubuh Suma Bing. Kesempatan untuk berpikir saja belum ada tahu2 badan Suma Bing sudah terpental jauh menumbuk dinding besi baja. 'Blang', tubuhnya terpental balik lagi terus terkapar diatas tanah, terasa kepalanya pusing tujuh keliling, mata ber-kunang2.

Waktu ditegasi terlihat seorang perempuan berpakaian serba hitam dengan rambut terurai panjang tengah berdiri membelakangi dirinya. Jadi yang membokong dengan pukulan tadi terang adalah perbuatan perempuan ini. Timbullah hawa amarahnya bentaknya: "Berputarlah untuk terima kematianmu!"

"Terima kematian? Hahahahahahaha..."
Nada kata dan tertawanya hakikatnya bukan suara yang keluar dari mulut makhluk berjiwa, sedemikian dingin kaku seram dan aneh menakutkan.

Pedang Darah Bunga IblisWhere stories live. Discover now