31. Adu Jiwa

3K 55 5
                                    

Bu siang sin hoat dikombinasikan dengan Kiu yang sin kang, bisa dihitung dengan jari para tokoh2 silat pada jaman itu yang kuat bertahan dari serangan kilat ini. Apalagi Suma Bing bertekad bulat hendak melenyapkan jiwa musuhnya ini untuk melampiaskan kedongkolan hatinya selama ini.

"Sambutlah jurus kedua ini."

Jeritan panjang yang mendirikan bulu roma memecah kesunyian. Tampak tubuh Ma Siok ceng terbang tiga tombak jauhnya terus terbanting keras diatas tanah tanpa bisa bergerak lagi. Lama dan lama kemudian baru terlihat wajahnya yang terbenam ditanah itu per-lahan2 terangkat tinggi dan kaku suaranya lemah tapi mengandung kebencian yang tak terperikan: "Su...ma Bing. Kau... kejam benar..."

Wajah yang penuh noda darah dan kotoran tanah itu terkulai lagi menghadap tanah tak bergerak lagi, melayanglah jiwanya.

"Bocah keparat seratus kali kematianmu juga belum dapat melunasi dosamu ini!" menyusul bentakan ini terdengar kesiur angin dari lambaian pakaian orang. Tak tertahankan lagi berderak keras jantung Suma Bing, dimana matanya memandang terlihat beberapa bayangan manusia berkelebatan ber-bondong2 mendatangi dari berbagai penjuru. Yang tiba terlebih dahulu adalah Si tiau khek dan dua pemuda, kepandaian dua pemuda ini tidak dibawah Si tiau khek.

Dalam sekejap itu Suma Bing sudah terkurung dalam berlapis pagar manusia, perbawa kepungan musuh2nya ini benar2 menciutkan nyali orang.

Heng si khek ter-kekeh2 sekian lamanya, lantas berkata menyeringai: "Bocah keparat hebat benar ya kau, dapat lolos dari penjara bawah tanah. Tapi, hehehe, tetap kau takkan dapat lolos!"

Cahaya mata Suma Bing bersinar tajam menyapu keempat penjuru, mulutnya terkancing rapat, dengan penuh kewaspadaan dia bersiaga menunggu sergapan musuhnya.

Si tiau khek dan kedua pemuda itu masing2 mengambil kedudukan dienam penjuru angin, mata mereka menatap tajam, kearah Suma Bing.

Sebenarnya mengandal gerak aneh dari Bu siang sin hoat, dengan mudah saja Suma Bing dapat meloloskan diri dari kepungan musuh2 ini. Tapi hakikatnya dia tiada niat hendak tinggal pergi begitu saja.

Omongan ibu gurunya, Setan barat yang disampaikan oleh bibinya Ong Fong jui, terkiang lagi dikupingnya: "...jangan kau melemahkan nama kebesaran dan ketenaran Lam sia!"

Apalagi setelah diketahui bahwa Loh Cu gi ternyata adalah sesepuh dari Bwe hwa hwe, terhadap setiap anggota Bwe hwa hwe lantas timbullah rasa permusuhannya yang mendalam.

Pada saat ketegangan semakin memuncak dan hendak terjadi penyabungan nyawa itulah mendadak terdengar sebuah tertawa dingin yang menusuk telinga. Suara tawa ini begitu mengerikan bagai tangisan setan ditengah malam, hembusan angin juga terasa dingin. Walaupun disiang hari bolong tapi suasana seram masih melingkupi sanubari setiap orang. Memang suara tawa panjang ini membuat seluruh hadirin terkejut melongo dan kesima.
Suara tawa itu semakin mendekat dan nyaring, semua orang termasuk Suma Bing sendiri merasakan darahnya mengalir semakin cepat, malah yang Lwekangnya masih cetek seketika tergetar pucat pias, tubuhnya ber-goyang2 hampir roboh.
Tiba2 suara tawa itu berhenti dan hilang lenyap, lantas terlihat diatas puncak dahan pohon bunga Bwe terpaut lima tombak sana samar2 terlihat bayangan seorang yang mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya terurai panjang, tubuhnya ramping tinggi tinggal kulit pembungkus tulang seperti jerangkong.
"Pek kut Hujin!" tercetus seruan kaget dari mulut Heng si khek.
Nama Pek kut Hujin ini menambah ketakutan semua hadirin.
Pek kut Hujin adalah tokoh yang paling ditakuti pada seabad yang lampau, sudah puluhan tahun lamanya tidak pernah muncul lagi dikalangan Kangouw. Sudah dipermaklumkan sejak dulu bahwa Pek kut ji (panji tulang putih) merupakan pertanda khas dari Pek kut Hujin. Mengenai bentuk dan wajah sesungguhnya dari Pek kut Hujin ini, mungkin hanya beberapa gelintir tokoh2 lihay saja yang pernah melihatnya.
Sekarang tokoh menakutkan pada jaman yang lalu ternyata bisa muncul secara mendadak disini, hal ini benar2 susah dibayangkan sebelumnya.
Dalam kejutnya lantas terlintas dalam ingatan Suma Bing akan ucapan Hui kong Taysu dari Siau lim si dulu yang mengatakan bahwa Racun diracun sebetulnya adalah sealiran dengan Pek kut Hujin.
Munculnya Pek kut ji dan sepak terjang Racun diracun serta sikapnya, ditambah munculnya Pek kut Hujin pada saat itu, agaknya bukan terjadi secara kebetulan, tapi kenapa semua itu bisa terjadi?
Secepat itu bayangan Pek kut Hujin muncul secepat itu pula menghilang dari pandangan semua hadirin, bagi yang berkepandaian rendah malah menyangka bahwa pandangannya sendiri yang telah kabur.
Sebuah suara kecil lirih terkiang dikuping Suma Bing: "Suma Bing, tidak segera pergi masih tunggu apalagi?"
Tergetar perasaan Suma Bing, suara itu sudah sangat dikenalnya. Sekarang teringat dan terbuktikan olehnya. Waktu di Siau lim si orang yang menyebut dirinya sebagai 'ada bayangan tiada bentuk' lantas menggebah mundur Hui kong Taysu tokoh tertinggi dari Siau lim si itu tidak terduga kiranya adalah Pek kut Hujin ini.
Kalau begitu semua sepak terjang Racun diracun pasti mempunyai latar belakang yang susah diduga. Jadi jelas juga sudah beberapa kali Pek kut Hujin menolong dan melindungi jiwanya semua itu juga bukan secara kebetulan belaka.
Tapi, kenapakah semua itu terjadi, dia tak kuasa menjawab.
Terdengar suara itu berkata lagi: "Suma Bing, jangan kau berlagak sebagai kesatria yang maha sakti tak terkalahkan, kelak kau menyesal pun sudah terlambat. Kalau Pedang darah sudah kau peroleh, mengapa tidak segera kau mohon Bunga iblis. Berpikirlah panjang dan menitikberatkan pada tugasmu yang mulia, jangan membawa suara hatimu sendiri. Sekarang juga kau harus pergi!"
Suma Bing tergetar dan bagai tersadar dari lamunannya, sekali berkelebat tubuhnya melesat keluar dari kepungan musuh2nya.
Per-tama2 Si tiau khek dan dua pemuda ringkas itulah yang terjaga, serempak mereka berseru: "Cegat dia" — sambil berseru berbareng mereka memburu mengejar.
Seketika suasana menjadi gempar, be-ramai2 mereka berlompatan hendak mencegat dan merintangi gerak gerik Suma Bing. Tapi Bu siang sin hoat merupakan ilmu sakti mandraguna yang menakjubkan, hanya sekejap mata saja, bayangan Suma Bing sudah menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Dalam pada itu menggunakan kelihayan gerak tubuh Bu siang sin hoat Suma Bing lolos dari kepungan para musuhnya, sepanjang jalan dia kerahkan seluruh tenaganya untuk berlarian, sekejap saja sepuluh li telah dicapainya.
Perbuatan Pek kut Hujin sekali ini juga membuat dia ter-heran2 dan tak habis mengerti. Pikirnya, mungkin selain suhunya Sia sin Khong Jiang atau ayah-bundanya pernah ada sedikit hubungan dengan Pek kut Hujin ini, tiada keterangan lain dapat membenarkan sepak terjang tokoh misterius itu. Jikalau mau dikatakan Racun diracun adalah murid Pek kut Hujin. Sudah berulangkali mereka guru dan murid selalu muncul pada waktu yang tepat menolong jiwanya dari renggutan elmaut, semua ini pasti ada latar belakang tertentu, mengenai latar belakang apa, hal ini susah ditebak dengan kesimpulan yang kurang matang ini.
Tengah ia berlari2 kencang itulah tiba2 terdengar sebuah panggilan: "Nak, berhenti sebentar!"
Cepat2 Suma Bing hentikan langkahnya, begitu melihat siapa yang memanggilnya, kontan ia berjingkrak girang, serunya: "Bibi Jui, Adik Sian!"
Kedua orang yang mendatangi itu memang bukan lain adalah Ong Fong jui dan muridnya Phoa Kin sian.
"Nak kuucapkan selamat kau telah lolos dari bahaya!"
"Lho, darimana Bibi Jui bisa tahu?"
"Kudengar seorang diri kau meluruk ke Bwe hwa hwe maka jauh2 aku dan Sian ji menyusul datang!"
"O, terima kasih akan perhatian Bibi Jui!"
Sambil ber-kata2 serta merta sorot matanya menyapu pandang keperut Phoa Kin sian yang sudah mulai membesar itu, susahlah dilukiskan rasa girang hatinya, sebab tidak lama lagi dia bakal menjadi seorang ayah.
Agaknya Phoa Kin sian juga merasa akan lirikan itu, wajahnya yang semula pucat memutih itu menjadi merah jengah, matanya melerok kearah Suma Bing.
Kata Ong Fong jui penuh perhatian: "Anak Bing, bagaimanakah pengalamanmu?"
Suma Bing hendak mengatakan bahwa tokoh dibelakang layar yang mengendalikan Bwe hwa hwe adalah musuh besarnya Loh Cu gi, tapi setelah dipikirkan lagi, adalah lebih baik hal itu dirahasiakan dulu sementara. Hutang jiwa ini hendak ditagihnya sendiri kepada orang yang harus membayar, tidak ingin dia mendapat bantuan orang yang tidak berkepentingan secara langsung dengan tugas sucinya itu.
Karena pikirannya ini pengalamannya didalam ruangan besar dan berhadapan langsung dengan musuh besarnya tidak ia ceritakan, hanya bagaimana ia terjebak dalam barisan dan kena ditawan terus dimasukkan kedalam penjara dibawah tanah, dimana bersua dengan Tiang un Suseng dan ternyata sucinya Sim Giok sia telah bunuh diri. Semua pengalaman suka dukanya ia ceritakan jelas dan ringkas.
Berobah wajah Ong Fong jui setelah mendengar cerita Suma Bing, katanya: "Begitukah Poh Jiang dan Sim Giok sia mengakhiri hidupnya?"
"Bibi Jui." kata Suma Bing geram, "Hutang darah ini, aku dapat menagih untuk mereka berdua!"
"Sungguh tak duga Pelajar duka nestapa (Tiang un Suseng) akhirnya benar2 duka sepanjang masa."
"Apakah kabar duka ini harus kuberitahukan kepada ibu guru?"
"Jangan, dia tidak akan kuat mendengar pukulan batin ini, memang dia adalah seorang yang pernah putus harapan dan patah hati dalam gelanggang asmara"
Suma Bing mengiakan.
"Anak Bing, apa kau sudah tahu bahwa Kin sian sudah mengandung?"
Merah jengah selebar muka Suma Bing, sikapnya kikuk sambil mengangguk kepala: "Aku tahu!"
Betapa malu Phoa Kin sian kepalanya ditundukan semakin dalam, namun hati kecilnya girang luar biasa.
Kata Ong Fong jui dengan sikap sungguh2: "Anak Bing, menurut adat istiadat kuno mau tak mau kau harus segera menikah secara resmi dengan Kin sian?"
Sekilas Suma Bing melirik kearah Phoa Kin sian serta sahutnya: "Benar, setelah bertemu dengan ibunda dan dendam kesumat sudah terbalas..."
"Tidak bisa begitu!"
"Menurut maksud Bibi Jui..."
"Kau harus menikah dengannya sebelum anak dalam kandungannya itu lahir."
"Tapi sekarang ini jejak ibu tidak menentu, mana bisa..."
"Anak Bing aku dan ibumu adalah saudara kandung, apa aku boleh mewakili dia?"
"Ini... sudah tentu!"
"Kalau begitu dengarlah. Yang kumaksudkan dengan menikah tidak perlu menggunakan upacara apa segala. Kaum persilatan tidak perlu mementingkan adat istiadat kuno, asal kedua belah pihak sepaham dan sehaluan sudah cukup. Sekarang aku sebagai wali upacara, langit sebagai saksi dan bumi sebagai bukti, disini dan sekarang juga kalian kuresmikan menjadi suami istri. Kau berkelana di Kangouw jejak tidak menentu, kalau sudah menikah secara resmi kelak kalau orok sudah lahir baru dapat mengikuti she dari leluhur keluarganya."
Sekian lama Suma Bing ragu2 dan bimbang, baru akhirnya menjawab: "Terserah kepada kebijaksanaan Bibi Jui"
Ong Fong jui mengangguk kepala lalu berpaling kearah Phoa Kin sian, katanya: "Kin sian, apa kau tidak menampik keputusan suhumu ini bukan?"
Phoa Kin sian mengangguk tanpa bersuara.
Maka Suma Bing dan Phoa Kin sian segera berlutut menyembah kepada bumi dan langit, lalu menyembah pula kepada arwah ayahbunda yang sudah dialam baka, bersumpah untuk setia dan hidup rukun sampai tua. Setelah itu mereka menyembah juga kepada wali upacara begitulah secara resmi mereka sudah menjadi suami istri meskipun upacara pernikahan ini diadakan sederhana saja.
Maka sejak itu Phoa Kin sian sudah resmi menjadi istri Suma Bing, anak dalam kandungannya itu juga menjadi milik keluarga Suma.
Setelah memberi selamat kepada sepasang mempelai ini, Ong Fong jui berkata: "Anak Bing, Pedang darah sudah kau peroleh, harus segera kau minta Bunga iblis, supaya dapat melatih ilmu digdaya tiada bandingannya, dengan bekal ini pasti kau dapat menuntut balas sakit hati keluarga dan perguruan!"
"Benar, Bibi Jui."
"Kau boleh segera pergi, bersama Kin sian aku masih ada urusan yang perlu diselesaikan."
Suma Bing manggut2 matanya menatap Phoa Kin sian, rasa berat dan segan berpisah, katanya: "Adik Sian, jagalah dirimu baik2"
Phoa Kin sian tertawa malu2, matanya balas pandang Suma Bing dengan penuh kasih mesra.
Dengan penuh perhatian dan kasih sayang Ong Fong jui menatap wajah Suma Bing lalu berpaling kepada Phoa Kin sian dan berkata: "Mari kita berangkat!"
"Engkoh Bing selamat bertemu!"
"Selamat bertemu. Bibi Jui selamat bertemu!"
"Selamat bertemu!"
Suma Bing mengantar kepergian Ong Fong jui berdua dengan penuh perasaan duka timbullah rasa kehampaan dalam benaknya.
Se-olah2 terasakan dia tengah mimpi dalam pengalaman yang aneh2, lama dan lama sekali dia masih belum kuasa menggerakkan kakinya...
Se-konyong2 sebuah suara dingin mengejek berkata dibelakangnya: "Suma Bing, selamat berjumpa!"
Kejut Suma Bing bukan kepalang, tidak nyana orang sudah sedemikian dekat dibelakangnya masih tidak diketahuinya, tubuhnya berkelebat melenting maju setombak lantas secepat kilat membalik tubuh, waktu melihat siapa orang dihadapannya tanpa terasa merinding bulu kuduknya. Seorang berpakaian serba putih dengan mengenakan kerudung kepala putih juga, baju didepan dadanya bergambar sebuah cundrik merah darah, kedua mata orang ini mencorong tajam mengawasi dirinya.
Orang yang mendadak muncul ini bukan lain adalah Rasul penembus dada, itu tokoh yang paling ditakuti oleh kaum persilatan.
Munculnya Rasul penembus dada ditempat ini benar2 diluar dugaan Suma Bing. Setelah menenangkan hatinya, Suma Bing berkata dingin: "Ada pengajaran apa?"
"Ada beberapa patah kata hendak kutanya kau, ujar Rasul penembus dada. "Kuharap kau suka menjawab secara jujur"
"Coba katakan!"
"Apa kau benar2 murid Lam sia?"
"Apa perlu kutegaskan lagi!"
"Lalu ilmu Bu siang sin hoat itu kau pelajari darimana, itu bukan kepandaian yang kau peroleh dari Sia sin Kho Jiang?"
Jawab Suma Bing dengan angkuhnya: "Tiada perlunya aku beritahukan kepada kau."
"Kau akan menyesal?"
"Selamanya aku tidak kenal akan arti menyesal."
"Hm, Suma Bing, kau congkak benar, tapi benar2 kuharap kau bicara terus terang."
"Untuk apa kau menanyakan hal itu?"
"Sudah tentu ada maksud tertentu!"
"Dapatkah aku mengetahui maksudmu itu?"
Rasul penembus dada merandek sejenak, lalu berkata: "Maksudku ingin mengetahui apakah kau ada hubungan erat dengan Bu siang sin li?"
"Kalau ada bagaimana, kalau tidak kau mau apa?"
"Ada tidaknya menyangkut nasib jiwamu!"
Berkobar amarah Suma Bing dengusnya dingin: "Tiada seorangpun dapat menentukan nasibku."
"Persoalan itu sementara kita tunda dulu. Sekarang kau katakan, apa sangkut pautmu dengan aliran Bu siang sin li?"
Otak Suma Bing berputar cepat, teringat olehnya akan pesan Giok li Lo Ci yang wanti2 menekankan supaya dirinya tidak menguarkan keadaan Lembah kematian kepada orang luar, sudah tentu sebagai seorang laki2 ia harus menepati sumpahnya. Apalagi tindakan dan maksud tujuan Rasul penembus dada sukar diraba, sepak terjangnya yang angkuh dan tinggi hati sangat menyebalkan, masa seorang laki2 sejati harus tunduk kepada seorang wanita. Maka sahutnya dingin: "Tak mungkin kujelaskan."
Rasul penembus dada menyeringas sinis, serunya: "Suma Bing, Bu siang sin hoat takkan dapat melindungimu dari kematian!"
Diam2 berdetak hati Suma Bing. Kepandaian Rasul penembus dada luar biasa lihay apakah dirinya dapat lolos dari tangan jahatnya benar2 susah diraba. Akan tetapi sifat kepala batu dan keangkuhannya sudah ketularan dari kesesatan sifat2 gurunya, membuat teguh dan kokoh pendiriannya. Dampratnya gusar: "Rasul penembus dada, kau terlalu congkak dan memandang rendah orang lain!"
"Lantas kau mau apa?"
"Aku Suma Bing sebal dan tidak puas akan tingkahmu ini"
"Baik biar kubikin kau puas!"
"Sebenarnya apakah maksud tujuanmu?"
"Sebelum kau menjawab pertanyaanku, belum dapat maksud tujuanku kuutarakan."
Suma Bing berjingkrak gusar, semprotnya: "Kalau aku juga menolak untuk menjawab pertanyaanmu?"
Agaknya Rasul penembus dada juga kewalahan menghadapi kebandelan Suma Bing, lama dia merenung tanpa suara lagi, namun sepasang matanya bagai tajam pedang memandang liar meneliti seluruh tubuh Suma Bing.
Mendadak Rasul penembus dada menggertak keras, serunya: "Suma Bing, benda apa yang kau simpan dibalik bajumu itu?"
Suma Bing berjingkrak mundur, bukan kepalang kejutnya, terbayang dalam ingatannya pada waktu Pedang darah palsu Racun diracun yang direbut itu. Memang Rasul penembus dada membekal suatu kepandaian yang menyebabkan matanya sangat jeli dan sedemikian tajam sampai dapat melihat benda dibalik persembunyian yang rapat. Benda dibalik bajunya adalah Pedang darah asli yang baru saja diperoleh dari Racun diracun. Justru Pedang darah ini juga benda berharga yang tengah di-kejar2 oleh lawan. Maka dengan wajah berobah tegang dia menjawab: "Perduli benda apa!"
Rasul penembus dada menjengek, katanya dingin: "Suma Bing, Pedang darah benar tidak!"
"Kau tidak perlu tahu." sahut Suma Bing gemetar.
"Justru tuan besarmu ini ingin campur tahu."
"Kalau begitu silahkan kau campur tangan."
Memang Rasul penembus dada sudah bertekad bulat hendak merebut Pedang darah, mendengar tantangan terang2an ini, tanpa bicara lagi segera sebelah tangannya menyelonong maju mencengkram kearah baju didepan dada Suma Bing. Cara cengkramannya bukan saja aneh dan lihay juga cepat luar biasa.
Suma Bing juga tidak berani ayal2an, begitu kembangkan Bu siang sin hoat, cepat2 ia menghindar, tapi meskipun gerak-geriknya sudah begitu cepat, terpaut serambut saja dadanya pasti sudah bolong oleh cengkraman musuh. Saking kaget bergidik tubuh Suma Bing, keringat dingin membanjir keluar.
Baru saja ia menghindar dan belum berdiri tegak, serangan kedua Rasul penembus dada sudah menyosor tiba pula.
Lagi2 Suma Bing berkelebat menyingkir dengan susah payah. Begitulah beruntun terjadi beberapa kali, saking payah dan tegang napas Suma Bing sampai megap2 tubuhnya basah kuyup oleh keringat sendiri.
Bahwasanya gerak Bu siang sin hoat adalah ilmu digdaya yang paling ampuh sejak jaman dulu kala. Tapi kepandaian dan kehebatan serangan Rasul penembus dada juga bukan olah2 lihay boleh dikata tiada keduanya didunia ini. Oleh karena itu Suma Bing harus mencurahkan seluruh perhatian dan konsentrasi untuk berkelit menghindari ancaman maut dari serangan2 musuh ini, sebab setiap gebrak setiap jurus adalah serangan2 yang mematikan.
Se-konyong2 Rasul penembus dada menghentikan serangan dan berdiri tegak serta katanya sungguh: "Suma Bing, lebih baik kau serahkan saja Pedang darah itu."
"Tidak mungkin!"
"Suma Bing, biar aku bicara terus terang. Tugasku yang utama berkelana dikalangan Kangouw adalah mencari jejak Pedang darah itu. Boleh dikata bahwa aku harus mendapatkannya!"
"Jadi kau mendapat perintah dari Ketua Jeng siong hwe kalian?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Kalau kau mampu silahkan kau rebut, sebaliknya bila minta aku menyerahkan secara mentah2 itulah tidak mungkin!"
"Suma Bing, kalau bukan karena Bu siang sin hoat itu, sudah sejak tadi aku tidak main sungkan lagi kepadamu"
Diam2 tergerak hati Suma Bing. Apa mungkin antara Jeng siong hwe dengan Lembah kematian ada hubungan atau ikatan. Kalau tidak tak mungkin Rasul penembus dada bisa mengatakan demikian. Akan tetapi hakikatnya dirinya tiada hubungan atau ikatan apa2 dengan Lembah kematian. Adalah karena memandang muka suhunya Sia sin Kho Jiang maka Giok li Lo Ci mau menurunkan llmunya kepadanya. Malah dia juga sudah melulusi memberikan Bunga iblis asal dirinya membekal Pedang darah.
Karena pikirannya ini, lantas dengan sikap kaku ia berkata: "Seumpama kau tidak bermain sungkan?"
"Siang2 sudah kucabut jiwamu."
"Hm, belum tentu kau mampu?"
Rasul penembus dada membentak keras, suaranya gemetar: "Suma Bing, jadi kau memaksa aku membunuh orang?"
Ancaman yang mengandung nafsu membunuh yang serius ini benar sangat menggiriskan.
Ucapan ini malah membangkitkan kepala batu Suma Bing, timbul juga amarahnya, sambil mengertak gigi desisnya: "Rasul penembus dada, coba tunjukkan kegaranganmu!"
"Baik, aku tidak akan pedulikan segalanya untuk mencabut jiwamu!"
"Dengar, kalau hari ini kau tidak mampu membunuh aku, adalah aku yang akan membunuh kau, silahkan kau turun tangan!"
"Adalah kau sendiri yang minta?"
"Tidak perlu banyak bacot lagi!"
Sinar terang berkelebat didepan matanya, tahu2 Rasul penembus dada sudah menggenggam sebilah cundrik yang tajam mengkilap. Entah sudah berapa banyak jiwa kaum persilatan yang sudah melayang dibawah cundrik ini.
Tanpa terasa tubuh Suma Bing merinding sendirinya.
Namun rasa takut ini hanya selintas saja berkelebat dalam benaknya, rasa angkuhnya malah timbul dan berkobar semakin besar. Hawa murni pelan2 dikerahkan dan dihimpun diujung jari dimana Cincin iblis lantas memancarkan cahaya terang yang menyilaukan mata sejauh dua tombak lebih.
Kata Rasul penembus dada dengan nada rendah dan berat: "Benar2 kita harus menyabung nyawa?"
"Benar, sampai mati baru berhenti, kalau bukan kau yang mati biarlah aku yang gugur."
Suasana semakin tegang melingkupi sanubari dua lawan yang tengah berhadapan hendak menyabung nyawa. Inilah pertempuran yang menentukan mati atau hidup.
"Suma Bing, turun tanganlah!" bentak Rasul penembus dada suaranya parau.
"Kau adalah wanita," sahut Suma Bing bersikap tenang, "sudah seharusnya kaulah yang turun tangan dulu!"
"Keparat, jangan kau main lagak dan main takabur."
Ditengah suara bentakannya ini. Rasul penembus dada sudah menggerakkan cundriknya secepat kilat menusuk kedada Suma Bing.
Bagai bayangan setan Suma Bing berkelebat menghilang secepat kilat, begitu menggeser kedudukan cahaya sinar Cincin iblisnya juga turut disapukan.
'Tjreng!' cahaya sinar Cincin iblis bentrok dengan cundrik Rasul penembus dada sehingga mengeluarkan suara nyaring.
Kontan Suma Bing rasakan tangannya kesemutan, serta merta tubuhnya limbung dan terhuyung dua langkah. Ini membuktikan bahwa latihan Lwekang Rasul penembus dada masih lebih unggul dari kemampuannya.
Sekali mengayun tangan, cundrik ditangan Rasul penembus dada terbang bagai meteor menerjang kearah Suma Bing.
Ber-ulang2 sebelah tangan Suma Bing bergerak membuat lingkaran2 besar kecil, maka semakin kuatlah pancaran sinar Cincin iblis dijarinya itu, seketika timbullah berlapis gulungan bunga berkilau laksana bentuk gunung.
Sebenarnya dipangkal pegangan cundrik Rasul penembus dada ada terikat benang sutra halus dan kecil yang menggubat dipergelangan tangan Rasul penembus dada, maka itu cundrik ini bisa ditarik ulurkan sesuka si pemakai. Sinar tajam yang dingin dari cundrik ini juga tidak kalah seram dan menyilaukan mata dari cahaya senjata lawan, dimana dua sinar cahaya saling bentrok terdengar pula suara 'Crang'. 'Creng' berulang sampai beberapa kali.
Kira2 sepeminuman teh kemudian, lambat laun tenaga murni Suma Bing semakin kewalahan menghadapi keuletan musuhnya. Malah pisau terbang musuh semakin lincah dan ganas mengancam setiap lobang kelemahannya.
Tiba2 terdengar sebuah bentakan nyaring, disertai angin pukulan yang dahsyat, cundrik terbang Rasul penembus dada lagi2 melesat tiba pula mengarah ulu hatinya. Bahna besar tenaga pukulan tangan Rasul penembus dada, Suma Bing kena terdesak dibawah angin, tubuhnya sempoyongan beberapa tindak, cahaya sinar Cincin iblis juga semakin guram.
Sambil perdengarkan lengking tawanya, Rasul penembus dada melejit menubruk maju.
Tidak kalah cepatnya Suma Bing bergerak menyingkir. Dalam gebrak yang susah diikuti oleh pandangan mata ini, lagi2 cundrik terbang Rasul penembus dada sudah terbang ber-putar2, dua tombak sekelilingnya terkekang oleh angin puyuh yang membumbung tinggi keangkasa.
Tipu serangan ini boleh dikata lihay dan sangat ajaib, betapapun menakjupkan gerakan Bu siang sin hoat agaknya kali ini susah dapat lolos keluar dari kurungan angin puyuh yang bergelombang tinggi ini.
'Sret!' disusul keluhan tertahan mulut Suma Bing, tahu2 punggungnya sudah tergores luka mengeluarkan darah sepanjang setengah kaki, darah kental segera membasahi tubuhnya.
Rasul penembus dada menarik kembali serangannya, dan menegaskan: "Suma Bing, pertanyaanku yang terakhir, apa hubunganmu dengan aliran Bu siang sin li?"
Mata Suma Bing melotot membara dan buas bagai mata binatang, bentaknya beringas: "Apa pedulimu!"
Sambil membentak lagi2 ia kembangkan gerak Bu siang sin hoat, gerakan kelit dipertunjukkan sedemikian hebat sekuat kemampuannya, begitu cepat ia bergerak mengitari Rasul penembus dada, lalu dalam suatu kesempatan ia kerahkan seluruh kekuatannya dikedua tangannya dan beruntun lancarkan tiga kali serangan berantai, setiap serangan pukulannya mengandung kekuatan Kiu yang sin kang.
'Blang!' sambil menguak seperti orang hampir muntah kelihatan Rasul penembus dada terhuyung beberapa tindak, kedok putih dimukanya seketika berobah merah darah.
Sejak Suma Bing menarik napas panjang terus bergerak lagi menubruk kearah musuh. Hampir dalam waktu yang sama, Rasul penembus dada juga berkelebat maju menyerang. Gerak gerik kedua belah pihak boleh dikata hampir sama cepatnya. Kontan terdengar dua kali pekik tertahan. Tampak Rasul penembus dada terpental satu tombak lebih. Sedang lengan kanan Suma Bing lagi2 tergores luka panjang, darah memancur bagai air ledeng, tubuhnya juga limbung hampir roboh.
Inilah pertempuran antara mati atau hidup yang jarang terjadi sehingga menciutkan nyali dan menyedot semangat orang.
Begitu mendapat peluang untuk mengatur napas dan jalan darahnya, segera Rasul penembus dada meng-ayun2 cundriknya dan setindak demi setindak mendesak mendekati Suma Bing. Derap langkahnya yang berat dan tenang seumpama irama pengantar kematian yang menyeramkan dan menakutkan.
Berulangkali Suma Bing mengalami luka berat, ditambah Cincin iblisnya menguras tenaganya terlalu besar, maka keadaannya saat itu sudah bagai pelita yang sudah hampir kehabisan minyak tinggal tunggu waktu saja. Melihat Rasul penembus dada yang setindak demi setindak semakin dekat, hati kecilnya semakin tenggelam dalam bayangan kematian. Sekali lagi dia menghadapi kematian...
Sesaat sebelum Suma Bing ajal ditembusi cundrik musuhnya. Tiba2 sebuah bayangan manusia melesat mendatangi dengan kecepatan seperti bintang jatuh dari arah rimba sebelah samping sana.
"Siapa kau?" reaksi Rasul penembus dada sangat cepat, baru saja bayangan itu berkelebat dia sudah membentak keras.
Akan tetapi bayangan itu bergerak sedemikian cepat, sampai waktu untuk orang berpikir juga tidak sempat lagi tahu2 arus gelombang puyuh sudah melingkupi seluruh tubuh Rasul penembus dada, sedemikian hebat dan besar kekuatan angin ini melanda benar2 sangat mengejutkan.
Rasul penembus dada insaf dengan tubuhnya sendiri yang sudah terluka beberapa kali takkan kuat bertahan dari serangan angin puyuh ini, secepat kilat ia berkelit menyingkir jauh. Bertepatan dengan itu, begitu menyentuh tanah bayangan itu lantas melenting lagi dan tahu2 sudah menghilang. Bahwasanya Rasul penembus dada adalah tokoh kosen yang jarang dicari tandingannya, tapi toh dia sendiri tidak melihat tegas apakah bayangan itu adalah seorang laki2 atau seorang wanita.
Tahu2 bayangan Suma Bing sudah menghilang dari tengah gelanggang.
Bayangan itu dapat menggondol pergi Suma Bing sedemikian gampang dari hadapan Rasul penembus dada. Betapa tinggi kepandaian ini benar2 susah dibayangkan.
Sekali membanting kaki tubuh Rasul penembus dada melejit tinggi terus mengejar.
Sementara itu, Suma Bing hanya merasa tiba2 pandangannya kabur, dan belum ia paham apa yang telah terjadi tubuhnya sudah terangkat tinggi terus dibawa terbang, disusul jalan darahnya tertutuk hilanglah kesadarannya.
Entah sudah berselang berapa lamanya, waktu siuman ia dapatkan dirinya rebah diatas sebuah ranjang yang empuk dengan seprei yang tersulam indah, kamar ini sedemikian mewah, megah dan indah se-olah2 dirinya berada di istana raja. Keruan kejutnya luar biasa, bergegas ia melompat bangun.
Dimana pandangannya menjelajah, hampir2 dia tidak percaya akan apa yang telah dilihatnya, ber-kali2 ia kucek2 matanya, namun pandangan dihadapannya tidak berobah. Saking heran dan kesima mulutnya melompong dan tak tahu ia apa yang harus diperbuat.
Ditengah sana dibelakang sebuah meja yang membujur panjang duduk seorang tua yang jenggotnya sudah putih menjulai sampai diperutnya, kepalanya mengenakan mahkota kebesaran, wajahnya kereng berwibawa.
Dikiri kanan dipinggir meja panjang diatas kursi yang berlapiskan kulit harimau masing2 duduk seorang tua berjubah indah berikat kepala, tangan mereka masing2 mencekal sebuah lencana panjang terbuat dari gading gajah. Ber-turut2 dibawahnya duduk atau berdiri tidak menentu beberapa orang tua muda puluhan orang banyaknya.
Pelan2 pandangan matanya teralihkan keatas tubuh sendiri, lagi2 bergetar hatinya. Kiranya pakaian yang dikenakan kini sudah berganti baru dan serba mewah. Terang ia masih ingat dirinya tergores luka dua tempat oleh cundrik Rasul penembus dada, lukanya itu sangat berat, namun pada saat itu sedikitpun ia tidak merasakan lagi kesakitan.
Apakah ini bukan mimpi atau khayalan?
Tidak. Dia masih ingat tiba2 dirinya disamber oleh sebuah bayangan. Di-timang2 agaknya dirinya sudah tiba disebuah istana, dan orang tua yang berduduk ditengah itu terang adalah seorang Raja.
Tapi, apakah semua ini mungkin?
Ruang istana ini cukup besar, meskipun ada puluhan orang turut hadir, tapi suasana sedemikian hening lelap bagai berada ditengah alas pegunungan. Sinar lampu terang benderang bagai di siang hari, sekali lagi ia angkat kepala menyapu pandang orang2 dalam ruang istana itu.

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang