44. Suma Bing Mengalahkan Hui Kong Taysu

2.8K 48 0
                                    

Liau Ngo bersabda Buddha, lalu berkata dengan suara gemerantang: "Suma sicu berkunjung pula kebiara kita, tentu ada keperluan bukan?"

"Kalau tiada urusan takkan berkunjung ketempat suci, sudah tentu cayhe ada urusan sangat penting!"

"Harap tanya..."

"Setelah bertemu dengan Ciangbun kalian pasti akan cayhe terangkan!"

Pelajaran dan pengalaman yang terdahulu membuat Liau Ngo serba salah mengambil keputusan, setelah bimbang sekian lamanya akhirnya dia berkata: "Kenapa sicu tidak terangkan sekalian maksud kedatanganmu, supaya Pinceng ada alasan memberi laporan!"

Sahut Suma Bing dingin: "Sebelum bertemu dengan Ciangbun kalian, maaf aku tidak akan menerangkan!"

"Kalau begitu terpaksa pinceng menolak permintaan sicu, harap sicu..."

"Cayhe minta bertemu secara hormat, lebih baik Taysu jangan mempersukar, kalau tidak..." nada Suma Bing mengancam.

"Kau mau apa?"

"Aku bisa langsung pergi menemui Ciangbun kalian tak usah Taysu pergi melapor."

Berobah airmuka Liau Ngo, sabdanya: "Omitohud. sicu terlalu memandang rendah Siau lim kita..."
"Kau sendiri yang mengatakan begitu!"
"Biara kita adalah tempat suci yang agung, harap sicu berpikir sebelum bertindak!"
"Sudah kukatakan ada urusan penting baru aku datang kemari!"
"Silahkan terangkan maksudmu itu?"
"Belum tiba saatnya!"
"Kalau begitu Pinceng tak dapat menyetujui!"
"Maka jangan kau salahkan aku berlaku kurang hormat, awas aku akan menerjang masuk!"
Dari belakang Liau Ngo serempak muncul delapan pendeta yang rata2 berusia pertengahan membekal pentungan, berdiri jajar diluar pintu pesanggrahan.
Suma Bing mendengus dingin, katanya menegasi: "Taysu aku tiada minat turun tangan. Kalau kalian masih tidak mengalah dan memaksa cayhe turun tangan, segala akibatnya harus kalian sendiri yang bertanggung jawab?"
Liau Ngo si penyambut tamu bergetar hatinya, ujarnya tersendat: "Sicu tidak mengingat pelajaran yang terdahulu?"
Maksud ucapan Liau Ngo ini hendak memperingati Suma Bing, bahwa dia dulu sudah pernah diringkus oleh Hui Kong Taysu dalam satu gebrakan, dan dikurung dikamar Ceng sim sek, peristiwa itu merupakan noda hitam bagi Suma Bing.
Justru ini sangat menusuk perasaan dan gengsi Suma Bing, timbullah sifat ugal2annya, serunya sambil bergelak tertawa: "Taysu, setiap waktu aku juga selalu ingat peristiwa yang memalukan itu!"
Liau Ngo tertegun, tanyanya: "Jadi maksud kedatangan sicu ini adalah untuk..."
Suma Bing menukas kata2 orang: "Aku tidak sabar menanti lagi?"
"Kalau sicu tidak mau menerangkan maksud kedatanganmu, maka Pinceng tidak akan menyambut secara hormat!"
"Kalau begitu silahkan kalian minggir!"
Wajah Liau Ngo berobah tegang, matanya melotot gusar dan bersiaga, serempak kedelapan pendeta berpentung itu juga mengayunkan senjatanya. Agaknya bila Suma Bing benar2 hendak menerjang dengan kekerasan, pasti mereka akan turun tangan mengeroyok.
Suma Bing ganda mendengus ejek, tantangnya: "Kalian menantang berkelahi?"
Bentak Liau Ngo dengan bengisnya: "Ditempat yang kramat dan agung ini jangan kau main lagak dan bertingkah!"
Memang Suma Bing sengaja hendak menuntut balas kekalahannya tempo hari untuk menjunjung pulang gengsinya, tapi tiada maksudnya hendak melukai orang. Maka diam2 ia kerahkan kekuatan Giok ci sin kang untuk melindungi badan, mulutnya berejek menghina: "Aku tidak percaya akan obrolanmu!" sambil berkata bergegas ia angkat langkah terus menerjang maju.
Sambil bersabda Buddha Liau Ngo angkat sebelah tangannya terus mengepruk.
Tanpa berkelit atau menyingkir Suma Bing seakan2 tidak merasa dan melihat serangan lawan ini. 'Blang,' dentuman yang keras ini malah membuat tubuh Liau Ngo membal balik menumbuk pintu pesanggrahan, tangannya seperti memukul diatas besi baja yang keras luar biasa sehingga telapak tangannya kesakitan sendiri.
Menggunakan peluang inilah tiba2 Suma Bing berkelebat menghilang terus berlenggang menuju keatas gunung. Terdengar bentakan dan makian yang riuh rendah, delapan senjata pentungan berbareng meluruk mengepruk keatas kepalanya. Betapa hebat serangan gabungan ini sampai menerbitkan angin badai yang menderu2. Diiringi jerit dan pekik kesakitan terlihat beberapa bayangan orang jumpalitan terbang keempat penjuru, kiranya kedelapan pendeta Siau lim itu semuanya terpental sungsang sumbel bergelindingan diatas tanah.
Tanpa pedulikan lawan2nya lagi, Suma Bing terus berlenggang menuju kebiara besar.
Mendengung suara sabda Buddha, tahu2 lima pendeta tua beralis putih sudah mencegat diluar pintu biara. Mereka bukan lain adalah Siau lim ngo lo.
Ter-sipu2 Suma Bing angkat tangan sambil sapanya: "Taysu sekalian apa baik2 saja selama berpisah?"
Kelima Tianglo mengunjuk kejut2 gusar, sahut Hi Bu Taysu tertua diantara mereka: "Apa sicu hendak memainkan peranan cerita yang sudah lalu itu?"
"Cerita seperti dulu itu tidak bakal terulang lagi!" sahut Suma Bing dengan ketus.
"Harap kau terangkan maksud kedatanganmu?"
"Mohon bertemu dengan Ciangbun kalian Liau Sian Taysu ada keperluan penting!"
"Terangkan sejelasnya?"
"Ini sudah cukup terang!"
Pada saat itulah Liau Ngo dengan delapan muridnya, menyusul tiba dengan napas ngos2an, mukanya penuh keringat dan kotoran.
Hi Bu Taysu mengerut alis, semprotnya: "Sicu menggunakan kekerasan melukai orang"
"Cayhe belum turun tangan, Taysu boleh tanyakan kepada mereka?"
Mata Hi Bu Taysu menatap tajam kearah Liau Ngo.
Liau Ngo menunduk malu dan berkata: "Tecu tergetar oleh ilmu pelindung badan, tapi tidak terluka."
"Kalian boleh mundur!"
Liau Ngo bersama delapan muridnya merangkap tangan terus mengundurkan diri.
Air muka kelima Tianglo semakin mengelam mengunjuk kekuatiran, setelah memandang pada keempat kawannya segera Hi Bu Taysu maju berkata: "Kalau Sicu tidak terangkan maksud kedatanganmu, Lolap sekalian tidak akan memberi izin."
"Cayhe tidak boleh masuk kedalam biara?"
"Ya, begitulah!"
"Apa kalian mampu merintangi cayhe?"
"Sicu keterlaluan memandang rendah kita!"
Memang Suma Bing mempunyai maksud tertentu, sengaja dia memancing kemarahan kelima Tianglo ini untuk mencari gara2, maka serunya sambil tertawa dingin: "Baiklah aku akan menerjang masuk!"
Dulu Suma Bing sudah pernah membuat ribut di Siau lim si sampai dimana kepandaian dan Lwekang Suma Bing kelima Tianglo sudah dapat menjajaki. Sudah tentu, mereka tidak bakal menyangka dalam jangka yang tidak lama ini ternyata Suma Bing sudah berganti rupa dengan berbagai pengalaman yang menguntungkan dirinya. Betapa tinggi Lwekangnya sekarang mungkin dalam jaman ini sudah tiada tandingannya.
Pada saat Suma Bing melangkah maju itulah, kelima Tianglo berbareng bersabda terus masing2 mendorong sebelah tangannya. Gabungan tenaga pukulan kelima Tianglo ini sudah tentu bukan olah2 hebat dan dahsyatnya.
Suma Bing juga tidak berani ayal2an, kedua tangan diputar terus disodokkan kedepan untuk menyambut secara keras, yang digunakan adalah tenaga Kiu yang sin kang sampai sepuluh bagian kekuatannya.
Bersamaan dengan terdengar geledek mengguntur, terlihat kelima Tianglo tersurut mundur beberapa langkah.
Menggunakan peluang inilah bagai bayangan setan saja, tubuh Suma Bing menyelinap segesit belut memasuki ruangan Tay hiong po tian, dalam sekejap mata tibalah dia dipelataran depan Tay hiong po tian itu.
Suara genta ber-talu2, sekali lagi Siau lim si berkancah didalam kegemparan yang menegangkan hati. Semua anak murid Siau lim si menjadi ribut dan keluar merubung disekitar pelataran yang luas itu. Semua mengunjuk kaget dan rasa ketakutan.
Wajah Suma Bing membeku dingin, raganya tegak sekokoh pohon besar sikapnya garang, dengan pandangan menantang kearah Tay hiong po tian.
Ditengah bertalunya suara genta itulah dari dalam Tay hiong po tian beriring berjalan keluar Liau Sian Taysu Cianbun Hong tiang dari Siau lim si. Dibelakangnya mengikuti Liau Seng pengawas kelenteng dan Liau Ngo si penerima tamu, dan yang paling akhir adalah delapanbelas murid pelindung.
Bertepatan dengan itu, kelima Tianglo juga kebetulan telah menyusul tiba dan berdiri jajar dipinggiran sebelah kanan.
Suma Bing maju beberapa langkah serta memberi hormat dan sapanya: "Ciangbunjin selamat bertemu."
Ciangbun Liau Sian merangkap tangan dan bersabda, katanya: "Untuk kedua kalinya Sicu membikin onar dikelenteng kami, apakah tujuanmu?"
"Cayhe minta bertemu secara hormat, darimana bisa dikatakan membikin onar!"
"Silahkan kau terangkan maksud kedatanganmu!"
"Cayhe ada tiga urusan penting yang harus diselesaikan!"
"Silahkan terangkan satu persatu!"
"Yang pertama: setelah memperoleh budi kebaikan Hui Kong Taysu dari kuil kalian tempo hari, setiap saat tidak cayhe lupakan barang sedetikpun jua, sekarang aku datang untuk minta pengajaran lagi!"
Ucapan Suma Bing yang menantang secara terang2an ini membuat seluruh hadirin kaget dan berobah air mukanya.
Maklum bahwa Hui Kong Taysu adalah Hudco (kakek guru) dari Ciangbun Hongtiang yang sekarang. Dipandang sebagai pendeta sakti yang tidak boleh dibuat permainan oleh semua generasi tua dan muda. Sungguh tidak nyana Sia sin kedua Suma Bing ternyata berani terang gamblang menantang untuk berkelahi.
Berobah gusar air muka Ciangbun Liau Sian, serunya lantang: "Sicu kau terlalu takabur, Pun hong tiang (aku) tidak dapat mengabulkan permintaan ini?"
Suma Bing kerahkan tenaga didalam pusatnya terus menggunakan suara gelombang panjang berserulah lantang kearah dalam sana: "Suma Bing kaum keroco Bulim tengah menunggu dan minta pengajaran dari Hui Kong Taysu!"
Keruan semua anak murid Siau lim si mengunjuk rasa gusar yang berlimpah2 karena sikap Suma Bing yang congkak ini, entah berapa banyak sorot mata yang melotot murka menatap kearah dirinya. Sampai Ciangbun Hongtiang dan para pendeta seangkatannya juga tidak ketinggalan merasa gusar bukan kepalang.
Tiba2 terdengar seruan yang kumandang dari ruang sebelah sana: "Hudco tiba!"
Meskipun sebetulnya Suma Bing bertekad dan penuh kepercayaan pada diri sendiri, tapi tak urung juga merasa kebat-kebit. Dia sendiri belum berani memastikan, apakah dengan bekal Lwekangnya sekarang sudah dapat menandingi Pendeta sakti ini. Jikalau kena terkalahkan lagi, maka ketenarannya bakal lenyap tanpa berbekas lagi.
Sebetulnya ini hanya pandangan sepihak saja Tokoh sakti siapa lagi dalam Bulim ini yang dapat atau ada harganya bisa mengukur kepandaian dengan Hui Kong Taysu, seumpama terkalahkan juga tidak perlu diambil malu.
Suasana menjadi sedemikian hening walaupun beratus orang turut hadir. Semua berdiri hikmat sambil meluruskan kedua tangannya.
Serempak Ciangbun Hongtiang menyingkir kesamping sambil merangkap tangan serta bersabda Buddha.
Tampak seorang pendeta tua yang bertubuh kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang sambil pejamkan mata pelan2 beranjak keluar dari ruang sebelah dalam sana.
Walaupun sikap Suma Bing angkuh dan congkak, tapi masih tidak berani berlaku kurang hormat, segera ia membungkuk dalam serta serunya: "Wanpwe Suma Bing menghadap kepada Taysu yang mulia."
"Jangan banyak peradatan!" seru Hui Kong, kedua matanya tiba2 dipentang, sorot matanya yang dingin tajam menatap Suma Bing.
Serta merta Suma Bing bergidik mundur satu tindak.
"Tempo hari Lolap terbawa oleh nafsu sehingga menanam akibat ini. Kuharap sukalah Siau sicu menghapus bersih sebab dan akibat ini!"
"Tidak berani, wanpwe memberanikan diri untuk minta pengajaran sebanyak tiga jurus kepada Taysu!"
Timbul keributan diantara hadirin. Tempo hari sekali gebrak dengan mudah saja Hui Kong Taysu lantas meringkus Suma Bing. Tapi ternyata sekarang Suma Bing berani minta bertanding sebanyak tiga jurus, ini benar2 sangat mengejutkan dan hampir susah dipercaya.
Kelopak mata Hui Kong dipejamkan lalu dipentang lagi, ujarnya: "Pasti Siau sicu telah melatih suatu ilmu yang digdaya?"
"Tidak berani, hanya sedikit hasil saja!"
"Siau sicu, silahkan mulai!"
"Silahkan Taysu!"
"Mana bisa Lolap turun tangan dulu?"
"Kalau begitu maaf wanpwe berlaku kurang hormat."
Seluruh gelanggang sunyi senyap seumpama jarum jatuh juga pasti terdengar, semua anak murid Siau lim se-olah2 sudah berhenti bernapas.
Suma Bing mulai menggerakkan tangan membuat bundaran, jurus pertama dari Giok ci sin kang yaitu Mayapada remang2 mulai dilancarkan.
Hui Kong Taysu merupakan ahli dalam gelanggang silat yang sakti luar biasa sudah tentu dia juga tahu baik buruknya sesuatu ilmu, maka cepat2 ia kerahkan Sian thian sin kang untuk balas menyerang.
Dua ilmu sakti yang tiada taranya kontan saling gempur sehingga menimbulkan benturan menggeledek bagai gunung longsor, sehingga seluruh gelanggang diliputi kabut hitam gelap, genteng dan atap rumah sekelilingnya juga tergetar pecah, malah para pendeta yang berdiri didepan juga sempoyongan jatuh bangun kemana-mana.
Gebrakan pertama yang mengejutkan ini baru pertama kali ini terjadi dalam lembaran sejarah Siau lim si.
Waktu kabut menghilang dan keadaan menjadi terang, tampak jarak antara Suma Bing dengan Hu Kong Taysu kini semakin jauh kira2 enam tombak.
Semua anak2 murid Siau lim terlongong2 heran, seakan2 mereka berdiri mematung tanpa semangat.
Setelah istirahat dan menormalkan jalan darahnya berkata pula Suma Bing: "Taysu harap sambutlah jurus kedua!" — sambil berkata kakinya dijejakkan melompat maju empat tombak memperpendek jarak antara mereka.
Wajah tirus Hui Kong yang kurus kering itu mendadak mengunjuk mimik yang aneh, mendengar seruan Suma Bing ini hanya manggut2 saja.
Mulailah Suma Bing lancarkan jurus kedua yaitu Ih che to cwan (bintang berpindah jungkir balik). Tampaklah berbagai bayangan pukulan berkelebatan, susah diraba mana pukulan asli atau pukulan gertakan, semua bergerak dari segala jurusan yang diarah juga tempat2 vital yang tidak menentu.
Hui Kong Taysu juga mulai menggerakkan kedua jubah tangannya, sehingga timbullah kekuatan hebat tidak kentara yang melindungi seluruh tubuh...
'Blang!' tampak tubuh Hui Kong tergetar mundur selangkah lebar, mimik aneh pada wajahnya itu seketika buyar.
Ternyata jurus Ih che to cwan ini dapat menembus pertahanan kekuatan dinding tak kentara dari ilmu sakti Hui Kong dan malah mengenainya.
Hui Kong Taysu dijunjung sebagai Hudco merupakan lambang tertinggi bagi tingkatan perguruan Siau lim si, adalah satu2nya, tokoh silat nomor wahid bagi Siau lim selama dua ratusan tahun terakhir ini. Sungguh tidak nyana dalam dua gebrak saja sedemikian mudah dapat dikalahkan oleh seorang angkatan muda yang berusia lebih dari 20 tahun. Hal ini benar2 merupakan tamparan pedas bagi semua anak murid Siau lim sehingga mereka berdiri terlongong dengan sedih, memang betapa pedih dan duka hati mereka susahlah dilukiskan dengan kata2.
Meskipun watak dan sifat pembawaan Suma Bing sangat angkuh dan keras kepala, tapi lubuk hatinya sangat bijaksana dan jujur. Setelah mengandal Giok ci sin kang dapat mengalahkan pendeta sakti nomor wahid dari seluruh jagad ini, hati kecilnya malah merasa rikuh dan kurang tentram. Maka segera ia membungkuk hormat serta berkata: "Harap Taysu suka memaafkan kekurang ajaran wanpwe ini!"
Sungguh tidak malu Hui Kong Taysu dipandang Pendeta teragung dan sakti, lahirnya tetap tenang dan wajar, setelah bersabda berkatalah ia: "Bagi umat Buddhis paling mempercaya akan adanya sebab dan akibat, atau hukum karma. Orang yang menanam kacang akan memperoleh kacang, demikian juga orang yang menanam semangka dia juga akan memperoleh semangka. Siau sicu adalah tunas harapan bagi kaum persilatan, harap kembangkanlah kebijaksanaan dan cinta kasih, bertakwa kepada Tuhan berdharma bakti kepada sesama umatnya, ini akan membawa bahagia dan keberuntungan bagi kaum persilatan!"
Sahut Suma Bing dengan hikmatnya: "Wanpwe pasti akan patuh akan petuah berharga dari Taysu tadi!"
Tanpa bicara lagi, segera Hui Kong memutar tubuh terus tinggal pergi dan menghilang diruangan dalam sana.
Rona wajah Siau lim Ciangbun Liau Sian Taysu berobah tak menentu, dengan tindakan lebar ia melangkah ketengah pelataran dan serunya: "Siau sicu, harap katakanlah urusanmu kedua?"
Airmuka Suma Bing berubah serius, katanya: "Aku ingin tahu siapakah perempuan yang kalian kurung dibelakang puncak itu?"
"Ini... Pinceng tidak bisa menjawab!"
"Kuharap Ciangbunjin suka menghindari kesukaran, terangkan saja secara jelas!"
"Urusan ini menyangkut peristiwa rahasia perguruan kita, harap Siau sicu jangan memaksa kesukaran orang lain!"
Wajah Suma Bing semakin mengelam, katanya: "Cayhe sudah bertekad, harus mengetahui!"
"Mengapa Siau sicu harus mengetahui?"
"Untuk membuktikan apakah benar perempuan itu adalah orang yang tengah kucari!"
"Siapakah yang tengah Siau sicu cari?"
"Seorang perempuan!"
"Perempuan?"
"Tidak salah!"
"Perempuan macam apakah?"
Setelah ditimang2, akhirnya berkatalah Suma Bing: "San hoa li Ong Fang lan yang telah menghilang pada lima belas tahun yang lalu!"
Wajah Siau lim Ciangbun berobah lega, katanya: "Omitohud, biarlah Pinceng beritahu kepada Sicu, bahwa perempuan yang terkurung dibelakang puncak itu bukan orang yang kau cari."
Dingin perasaan Suma Bing, katanya menegasi: "Dapatkah cayhe percaya?"
"Omitohud, sebagai kepala dari suatu perguruan, masa Pinceng mengobral omongan."
Timbul perasaan duka yang susah dibendung dalam benak Suma Bing, satu2nya harapan yang dinantikan sekian lama ternyata buyar dalam sekejap ini. Sedemikian besar dunia ini kemana pula ia harus mencari jejak ibundanya?
Kalau jejak dan keadaan ibundanya masih merupakan teka-teki, sebagai seorang putranya betapa dapat tenang dan lega hatinya, apalagi para musuh besarnya selain Iblis timur yang telah mati, Loh Cu gi beruntung dapat meloloskan diri. Dan selain mereka berdua dirinya tidak tahu apa2! Selain ibunya sendiri tiada orang kedua yang dapat menyebut siapa2 lagi musuh2nya yang turut dalam peristiwa berdarah dulu itu.
Terdengar Siau lim Ciangbun berkata lagi: "Siau sicu masih ada urusan ketiga bukan?"
Suma Bing menenangkan pikiran, lalu katanya: "Tentang peristiwa ratusan tahun yang ter-katung2 itu!"
Kata2nya ini membuat seluruh hadirin dari Ciangbunjin sampai anak muridnya yang terkecil tidak ketinggalan tergetar kaget, mereka memasang kuping penuh perhatian.
"Maksud Siau sicu adalah..."
"Aku diutus untuk mewakili menyelesaikan peristiwa ratusan tahun yang terjadi didalam kuil kalian itu!"
Mata Siau lim Ciangbun berkedip2 penuh keharuan, tanyanya: "Mewakili siapa??"
"Pesan terakhir dari Bu siang Hujin!"
"0, bagaimana cara penyelesaiannya?"
"Cayhe mengantar pulang Bu siang po liok. Bersama itu kami nyatakan bahwa Bu siang sin hoat sejak saat ini tidak akan berkembang lagi dikalangan Kangouw!" — setelah berkata dirogohnya keluar buntalan merah itu dari dalam bajunya.
Berulang kali Siau lim Ciangbun bersabda sambil merangkap tangan dan menunduk meram, lalu dengan kedua tangannya yang tampak gemetar menyambuti buntalan merah itu terus dibukanya untuk diperiksa sekian lamanya, katanya: "Pinceng mewakili perguruan Siau lim menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Sicu."
"Terima kasih kembali!"
Siau lim Ciangbun berpaling kearah Liau Seng dan berkata: "Harap Sute pergi melepas perempuan yang terkurung dibelakang puncak itu!"
"Terima tugas!" seru Liau Seng sambil merangkap tangan, lalu mengundurkan diri.
Tergerak hati Suma Bing, selalu Siau lim Ciangbun menandaskan bahwa perempuan yang terkurung dibelakang puncak itu menyangkut peristiwa rahasia perguruan mereka. Lantas mengapa sekarang mendadak diperintahkan untuk dilepas, ini benar2 susah dimengerti.
Agaknya Siau lim Ciangbun sudah mengetahui isi hati Suma Bing, katanya: "Siau sicu, perempuan yang terkurung dibelakang puncak itu bernama Li Hui..."
Tergetar hebat perasaan Suma Bing, serunya keras: "Li Hui?"
"Benar."
"Putri Bu siang sin li?"
"Tidak salah, untuk mencari kembali Po liok yang hilang itu, terpaksa kita kurung dia sekian lama."
Suma Bing menghela napas panjang yang melegakan, katanya: "Bukankah tindakan ini terlalu tidak bijaksana?"
Merah wajah Siau lim Ciangbun, katanya: "Menurut undang2 kelenteng kita, perempuan tidak diperbolehkan menginjak pintu biara ini. Harap Siau sicu suka menanti didepan pintu pesanggrahan sana saja!"
"Kalau begitu baiklah cayhe minta diri." Setelah memberi hormat Suma Bing terus mengundurkan diri. Setelah tiba diluar pintu pesanggrahan Suma Bing berdiri tenang menanti kedatangan Li Hui orang yang ditugaskan oleh Giok li Lo Ci harus diketemukan. Terhitung perjalanannya kali ini tidak sia2, dapat menyelesaikan tiga urusan sekaligus.
Tidak lama ia berdiam diri tampak sebuah bayangan terbang mendatangi dengan cepat sekali, begitu tiba terlihat itulah seorang nenek yang berambut uban.
Cepat2 Suma Bing berseru lantang: "Apakah yang mendatangi ini adalah Li Hui Cianpwe?"
Nenek tua itu menghentikan langkahnya, sinar matanya tajam mengawasi Suma Bing, lalu tanyanya: "Kau ini Sia sin kedua Suma Bing?"
"Itulah wanpwe adanya!"
"Ibuku yang mengutus kau untuk menyelesaikan pertikaian ini!"
Berpikir Suma Bing, Li Hui sudah terkurung selama duapuluh tahun, dia masih belum tahu kalau Bu siang sin li sudah wafat, ada lebih baik minta dia pulang kelembah biarlah Giok li Lo Ci yang menceritakan secara langsung kepada dia. Oleh karena pikirannya ini secara samar2 saja ia menyahut: "Benar!"
Kata Li Hui gemes: "Begitu tega ibu membiarkan aku terkurung disini selama duapuluh tahun lamanya."
"Ini... wanpwe tidak tahu menahu!"
"Lalu darimana pula kau ketahui bahwa akulah yang terkurung dibelakang puncak itu"
"Wanpwe disuruh mengembalikan buku yang hilang itu, adalah pihak Siau lim sendiri yang memberitahu kepada wanpwe!"
"Jadi kau bukan khusus datang untuk menolong aku?"
"Begitulah, hitung2 secara kebetulan saja, tapi..."
"Tapi apa?"
"Wanpwe sudah melulusi kepada Lo Ci Cianpwe untuk menyirapi dan menyelidiki jejak Li Cianpwe..."
"Apakah sumoayku itu baik2 saja?" "Dalam keadaan sehat waalfiat!"
"Lembah kematian adalah tempat buntu, selamanya belum ada orang pernah keluar masuk, darimana kau dapat..."
"Ini juga terjadi secara kebetulan, kelak pasti Locianpwe dapat menceritakan kepada Li Cianpwe!"
Li Hui manggut, katanya: "Kau pergilah!" — lalu dia beranjak dulu menuju kedalam pesanggrahan.
Keruan Suma Bing melengak heran. Menurut aturan Siau lim perempuan dilarang masuk ke biara suci itu. Kalau dia benar2 menerjang masuk tentu akan menimbulkan keonaran yang berkepanjangan. Betapa hebat kepandaian Hui Kong Taysu, kalau sampai dia tertawan dan dikurung lagi, susahlah dibayangkan akibatnya, maka segera ia maju merintangi serta katanya: "Cianpwe hendak menuju kemana?"
Li Hui mendengus dingin, katanya: "Selama duapuluh tahun aku disekap dalam gua yang gelap, perhitungan ini harus kuhimpas!"
"Pihak Siau lim sendiri juga terpaksa melakukan tindakan yang kurang bijaksana ini!" "Kau pergilah!" "Wanpwe tidak bisa pergi!" "Kenapa?"
"Wanpwe pernah berkata setelah menemukan Li Cianpwe, aku harus segera membawa Cianpwe pulang kembali kedalam lembah!"
"Kalau aku tidak mau kembali?"
Suma Bing tersenyum kikuk, ujarnya: "Pertikaian antara Siau lim dengan Lembah kematian sudah hapus. Ada lebih baik Cianpwe segera, kembali kelembah saja!"
"Kau hendak merintangi aku?"
"Tidak berani aku merintangi, hanya membujuk saja!"
"Kau tidak terima perintah untuk mengekang gerak gerikku bukan?"
Apa boleh buat, terpaksa Suma Bing berlaku terus terang: "Memang tidak!"
Mengelam wajah keriput Li Hui, semprotnya: "Kalau tidak kupandang kau bekerja demi kepentingan ibu, pasti tidak kuampuni kau!"
Suma Bing berpikir: meskipun usianya sudah lanjut tapi tabiatnya tetap kasar dan suka membawa adatnya sendiri, maka sahutnya dingin: "Wanpwe menerima pesan dari orang, bagaimana juga..."
"Suma Bing, kau ini cerewet, jangan salahkan aku berlaku kejam nanti?"
"Wanpwe tidak peduli!"
"Sungguh katamu ini?"
"Sudah tentu sungguh2"
Sambil menggeram gusar Li Hui mengayun sebelah tangan terus menggenjot kedada Suma Bing. Serangan ini bukan saja secepat kilat, juga perbawanya sangat hebat serta mengandung banyak perobahan. Dari gebrak pertama ini dapatlah dinilai bahwa kepandaian ini masih setingkat lebih atas dari kepandaian kelima Tianglo Siau lim.
Suma Bing kerahkan Giok ci sin kang untuk melindungi badan, dengan tenang ia berdiri tanpa menyingkir atau berkelit.
'Blang.' dada Suma Bing kena digenjot dengan keras, badannya tergoyang gontai. Wajahnya sedikit berobah. Sebaliknya Li Hui terpental mundur ber-ulang2 karena tolakan tenaga pukulannya sendiri. Sungguh kejutnya bukan kepalang. Kehebatan Lwekang bocah tunas muda ini benar2 diluar persangkaannya.
Suma Bing berkata tawar: "Harap Cianpwe segera pulang kelembah!"
Lama dan lama sekali Li Hui terlongong memandangi Suma Bing, mulutnya mengerang lirih terus berkelebat menghilang dari pandangan mata.
Suma Bing menghela napas lega, terhitung ia sudah menunaikan tugas yang dipasrahi oleh Giok li Lo Ci. Tapi disamping itu hatinya juga duka dan masgul, bahwa ternyata perempuan yang terkurung dibelakang puncak itu kiranya adalah Li Hui dan bukan ibunya yaitu San hoa li Ong Fang lan yang sangat diharapkan itu.
Pikirnya, ibunya adalah perempuan yang paling merana dan harus dikasihani. Bukan saja suami sudah meninggal, kehilangan anak dan mendapat malu lagi, malapetaka yang sukar dapat tertahan bagi orang lain ini, semua menumpuk keatas tubuhnya.
Berpikir dan berpikir, lama kelamaan ia tenggelam dalam kedukaan yang merawan hati tanpa terasa airmata meleleh deras dikedua pipinya.
Se-konyong2 terdengar sebuah suara serak yang sudah sangat dikenalnya: "Buyung, kaki si maling tua ini sudah hampir patah, tapi kiranya tidak sia2 menemukan kau disini!" Yang datang ini bukan lain adalah si maling bintang Si Ban cwan.
Sejenak Suma Bing tertegun, lantas serunya: "Cianpwe tengah mencari aku?"
"Buat apa aku jauh2 kemari kalau tidak mencari kau?"
"Darimana Cianpwe mengetahui kalau wanpwe berada di Siau lim si?"
"Diberitahu oleh bibimu!"
"0, ada urusan apakah?"
"Sudah tentu ada soal penting!"
"Urusan apa?"
"Bapak mertuamu dikabarkan sudah terkuburkan di Telaga air hitam."
Keruan kejut Suma Bing bukan buatan tanyanya gemetar: "Majikan perkampungan bumi?"
"Apa kau masih mempunyai bapak mertua lain?"
"Dia... bagaimana ini bisa terjadi?"
"Seorang diri dia pergi menepati janji undangan Majikan Menara iblis dan disana dia mendapat kecelakaan!"
"Betapa hebat kepandaian Te kun itu masa tidak dapat meloloskan diri?"
"Buyung aku si maling tua hanya memberi kabar kepadamu. Sebagai Huma atau calon majikan Perkampungan bumi yang akan datang ini. Kalau Te kun sudah mati, jadi kaulah sekarang yang menjadi penggantinya. Dalam jangka sepuluh hari ini, seluruh kekuatan Perkampungan bumi hendak diboyong keluar untuk membalas dendam bagi Te kun mereka. Selama empat hari empat malam aku mengencangkan kaki berlari kesini. Sekarang tinggal enam hari lagi, kau harus mengejar waktu menyusul ke Telaga air hitam yang terletak diperbatasan Sucwan. Pertempuran kali ini menyangkut jaya atau runtuhnya Perkampungan bumi, kau... apakah kau tidak menyusul kesana?"

___________________
Benarkah Raja bumi sudah terkubur di Telaga air hitam?
Siapakah sebenarnya majikan Menara iblis itu? Pertikaian lama apakah yang harus mereka selesaikan?
Pengalaman apalagi yang akan dialami Suma Bing didalam Menara iblis? Dapatkah dia menolong bapak mertuanya?
Ketua Jeng Siong hwe jebul adalah...
___________________

Pedang Darah Bunga IblisWhere stories live. Discover now