46. Menebus Cinta

2.8K 41 0
                                    

Tanpa terasa berdiri bulu kuduk Suma Bing, gertaknya sekali lagi: "Aku tidak ingin membunuhmu dari belakang!"

"Membunuh aku? Apa kau mampu?"

"Segampang membalikkan tangan!"

"Huh, kau sedang bermimpi?"

"Baik, lihatlah ini!" diiringi bentakan kedua tangannya sudah bergerak...

Namun sebelum tenaga terkerahkan keluar, mendadak terasa papan besi dimana dia berpijak bergerak terus berputar, semakin berputar semakin cepat. Kontan pandangannya menjadi kabur dan kepala terasa berat dan pening. Diam2 hatinya mengeluh, kalau berputar terus seperti ini tak sampai sepeminuman teh pasti dirinya akan roboh secara konyol.

Suara dingin yang menusuk telinga itu mendadak terdengar lagi: "Suma Bing, bagi yang berani memasuki Menara iblis, selain menjadi setan tiada jalan lain untuk hidup".
Pecah nyali Suma Bing, tapi apa yang dapat diperbuatnya, dalam keadaan tubuh turut berputar seperti gangsingan itu, darah mulai bergolak dirongga dadanya. Apakah harus mandah saja terima kematian?
Biasanya orang yang terdesak dalam bahaya bisa timbul akal sehatnya, demikian juga mendadak Suma Bing mendapat ilham cara bagaimana dia harus menyelamatkan diri. Tiba2 tubuhnya meluncur tinggi terus bergantungan diatas atap loteng tingkat ketiga se-olah2 seekor kelelawar besar.
Terdengar sebuah seruan kejut, besi berputar itu juga segera berhenti. Perempuan aneh bagai setan itu masih tetap berdiri ditempatnya.
Suma Bing melayang turun terus mencengkram kearah lawan...
Selicin belut perempuan itu berkelit kesamping terus membalik badan.
Napas Suma Bing hampir berhenti dan serta merta mundur berulang2. Sungguh dia tidak dapat membedakan apakah makhluk dihadapannya ini manusia atau setan. Seumur hidupnya belum pernah dilihatnya makhluk seaneh ini. Panca indra perempuan ini tidak lengkap, wajahnya penuh goresan luka dan daging yang menonjol2 matanya tinggal satu dan miring kesamping, hidungnya bolong plong dan mulutnya meringis kelihatan dua baris giginya yang memutih menyeramkan...
"Kau ini manusia atau setan?"
"Terserah apa yang hendak kau katakan!"
Suma Bing menjadi nekad dan bertekad, katanya: "Tak peduli kau ini manusia atau setan, yang terang kau memang harus mampus!"
Ih sing to cwan(bintang bergeser jumpalitan) yaitu jurus kedua dari Giok ci sin kang dengan kecepatan yang susah diukur dilancarkan untuk menyerang.
Jurus Ih sing to cwan inilah yang telah mengalahkan Hui Kong Taysu, si padri agung dari Siau lim si yang diabdikan sebagai Hudco. Betapa dahsyat kekuatannya dapatlah dibayangkan. Apalagi sekarang dilancarkan didalam ruang menara yang luasnya hanya empat tombak saja, hampir setiap senti peluang yang kosong sudah terlingkup dalam kekuatan pukulan Suma Bing ini.
Baru saja perempuan aneh tadi hendak menggerakkan alat rahasianya, tapi sudah terlambat. Terdengar keluhan tertahan lantas badan perempuan itu limbung kebelakang terus terkapar roboh tak bergerak lagi.
Suma Bing menyeringai dingin, sekali cengkram dengan mudah saja ia jinjing tubuh orang terus mendongak memandang ketingkat ketiga, dia bersiap menggunakan perempuan yang terluka berat ini sebagai perintis jalan menerobos lobang kecil yang menuju ketingkat tiga itu. Memang perbuatannya ini agak kejam. Tapi bagaimana juga perempuan jelek rupa ini harus dikorbankan menjadi makanan bagi alat2 rahasia yang dipasang ditingkat ketiga itu.
Pada saat itulah mendadak sebuah nada dingin kaku berkata gugup: "Suma Bing, letakkan dia!"
Sebat sekali Suma Bing memutar tubuh, dilihatnya majikan Menara iblis sudah berdiri dihadapannya.
"Letakkan dia!" seru majikan Menara iblis pula.
Suma Bing mendengus ejek, katanya: "Kau anggap sedemikian gampang?"
"Lalu kau mau apa?"
"Kuharap dia membuka jalan untuk naik ketingkat ketiga itu!"
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin? Kalau kau bilang tidak lantas benar tidak?"
Berulangkali wajah majikan Menara iblis ber-ganti2 tak menentu, desisnya dingin: "Suma Bing, dia sudah terluka berat sekali..."
"Memang, tapi justru cayhe baru saja terhindar dari ancaman elmaut!"
"Letakkan dia!"
"Tidak bisa."
"Kalau sampai terjadi apa2, awas, tubuhmu pasti hancur lebur!"
"Kalau kau anggap kau bisa berbuat begitu, silahkan lakukan, aku anggap sepele!"
"Suma Bing, menara ini dibangun dengan besi baja, selain lobang hawa tiada pintu atau jendela. Seumpama kau dapat menerobos sampai ketingkat teratas, juga hanya kematian saja bagimu, jangan harap kau dapat tinggal pergi dengan masih bernyawa!"
"Itukan urusanku sendiri nanti!"
"Jadi kau sudah bersiap mengantar nyawamu didalam menara ini?"
"Belum tentu, masih terlalu pagi untuk menentukan itu!"
Sikap gugup dan nada ucapan majikan Menara iblis yang lunak ini benar2 membuat Suma Bing ter-heran2. Kenapa sedemikian besar perhatian majikan Menara iblis ini terhadap perempuan jelek yang sudah setengah mampus ini?
"Suma Bing, lepaskan dia, biar kululusi kau naik terus tingkat teratas dengan selamat."
Suma Bing me-nimang2 mati hidup Tekun masih belum diketahui daripada menerjang secara sembrono, lebih baik menyetujui permintaan orang saja. Orang ini adalah ketua dari suatu aliran yang ditakuti, sudah tentu tidak akan ingkar janji, maka segera katanya dingin: "Apa benar majikan Perkampungan bumi terkurung dipuncak sana?"
"Benar!"
"Apa benar dia belum mati?"
"Pertanyaanmu ini berlebihan."
"Baik, aku setuju dengan permintaanmu itu!" lalu dilemparkan perempuan jelek itu kearah majikan Menara iblis.
Ter-sipu2 majikan Menara iblis maju menyambut terus memeriksa lukanya, lalu mengusap wajahnya.
Pandangan Suma Bing serasa kabur, matanya terbelalak. Ternyata perempuan jelek menyerupai setan itu adalah penyamaran dari seorang gadis yang cantik rupawan. Kiranya dia mengenakan kedok muka untuk me-nakut2i orang. Baru sekarang dia paham, gadis ayu ini pasti ada hubungan sangat erat dengan majikan Menara iblis, mungkin juga anaknya, kalau tidak mana mungkin dia begitu gugup dan perhatian malah mau mengalah mengajukan syarat tukar menukar.
Sekian lama majikan Menara iblis memeriksa dengan teliti, akhirnya pandangannya beringas dan membentak bengis: "Suma Bing, kalau lukanya sampai tak dapat ditolong akan kubalas dengan tindakan keji yang paling kejam!"
Nada ucapannya mengandung ancaman serius yang ber-limpah2.
Acuh tak acuh Suma Bing menyahut: "Kalau kau mampu melaksanakan ancaman itu cayhe takkan berkerut alis!"
"Baik, semua alat rahasia kini sudah kututup semua, silahkan kau naik keatas!"
Sejenak Suma Bing bimbang, lalu melejit menerobos lobang bundar diatasnya. Benar juga tanpa rintangan yang membahayakan dalam sekejap saja, dia sudah tiba ditingkat kesebelas. Setingkat lagi adalah yang terakhir, itulah tempat dimana Te kun sekarang tengah dikurung.
Seperti yang sudah2, hanya lobang bundar sebesar kakilah satu2nya, penghubung antara tingkat demi tingkat itu. Perasaan Suma Bing mulai tegang. Dia ingin berteriak memanggil, tapi setelah dipikir2, akhirnya dia urung membuka suara, sekali kakinya mengenjot tanah, tubuhnya terus menerobos lewat dan tiba ditingkat teratas.
"Siapa itu?" Terdengar sebuah bentakan nyaring serak. Sekali dengar lantas Suma Bing tahu itulah bentakan yang keluar dari mulut Te kun sendiri.
Suma Bing menyapu pandang kesekelilingnya, melihat apa yang terpajang dihadapannya seketika ia terlongong2.
Sampai lupa memberi jawaban!
Itulah sebuah ruang atau kamar yang dihias sedemikian indah dan mewah seumpama kamar penganten, sinar mutiara berkilauan menerangi seluruh kamar itu. Tampak Te kun tengah duduk tegap diatas sebuah korsi malas. Wajahnya mengunjuk rasa kejut, matanya kesima memandangi Suma Bing.
Ini bukan kamar tahanan, jadi terang bahwa Te kun juga bukan ditahan. Pasti ada hal2 apa yang mencurigakan?
Konon bahwa seorang diri Te kun meluruk datang menepati janji dan terkubur didasar Telaga air hitam. Tapi kenyataan dia masih segar bugar? Ada pula yang mengatakan Te kun terkurung dipuncak Menara iblis, namun kenyataan ini juga berlawanan dengan berita yang dikabarkan?
Adalah majikan Menara iblis ternyata adalah perempuan setengah umur yang masih cantik molek, mungkinkah disini letak persoalannya?
Otaknya sampai terasa berdenyutan memikirkan persoalan ini.
Akhirnya Te kun Pit Gi membuka suara: "Menantuku, untuk apa kau kemari?"
Suaranya sudah tidak berat dan berwibawa seperti waktu masih berada di Perkampungan bumi, tak ubahnya seperti orang tua biasa yang tengah bicara dengan menantunya.
Sesaat Suma Bing tertegun, lalu sahutnya sambil membungkuk hormat: "Siau say(menantu) menghadap Te kun!"
"Sudahlah, coba katakan mengapa kau datang kemari?"
"Menurut kabar bahwa Te kun sudah terkubur di Telaga air hitam. Seluruh kekuatan Perkampungan bumi akan diboyong kemari untuk menuntut balas. Maka jauh2 Siau say menyusul tiba, tapi..."
"Kenyataan tidak seperti apa yang dikabarkan?"
"Ya, benar!"
"Kabar kematian itu memang aku sendiri yang suruh orang menguarkan!"
"Kenapa?" tanya Suma Bing tersentak kaget.
Agaknya Raja bumi sudah berobah sangat tua dalam sekejap mata ini, katanya sambil menghela napas: "Selama hidup ini aku sudah berkeputusan untuk tidak kembali lagi ke Perkampungan bumi atau muncul didunia persilatan!"
Lebih heran dan tak mengerti, dalam ingatan Suma Bing betapa garang dan besar wibawa Raja bumi tempo hari sungguh tidak nyana hari ini bisa bicara demikian lunak dan lembek, ini benar2 susah dapat dipercaya.
Berkata pula Te kun Pit Gi: "Kau merasa diluar dugaan bukan?"
"Ya."
"Sudah kebancut kau datang kemari, terpaksa harus kututurkan duduk perkara sebenarnya. Tapi, kau harus ingat satu hal..."
"Harap jelaskan?"
"Duduk perkara peristiwa ini hanya kuijinkan kau sendiri yang tahu, selamanya jangan kau bocorkan kepada siapapun juga!"
"Terhadap adik Ang juga tidak boleh?"
Terbayang rasa duka pada wajah Raja bumi, sahutnya: "Dia boleh dikecualikan, tapi juga harus tiba saatnya yang tepat baru boleh kau beritahu kepadanya."
"Yang dimaksud tiba saatnya adalah..."
"Sedikitnya setelah duapuluh tahun kemudian."
"Duapuluh tahun kemudian?"
"Bersama itu, kau juga harus tahu benar bahwa aku sudah mati."
"Ini..."
"Inilah perintahku yang pertama dan yang terakhir kepadamu, kau harus patuh!"
"Tapi Perkampungan bumi tiada yang memimpin..."
"Kaulah calon penggantinya."
Berobah airmuka Suma Bing, sungguh dia tidak berani membayangkan masa depannya, sebab dia masih berhutang budi terhadap Racun diracun, namun dia juga harus membunuh Racun diracun. Dia sendiri pernah berkata akan menebus budi orang dengan kematiannya, untuk membuktikan kejantanannya bahwa dia dapat membedakan antara budi dan dendam.
Baru saja pikiran Suma Bing melayang2, terdengar Raja bumi berkata lagi: "Menantuku, kau tahu mengapa aku berbuat demikian?"
"Siau say tidak paham!"
"Untuk menebus cinta!"
"Menebus cinta? Apakah artinya?"
Berobah nada ucapan Raja bumi, sedemikian berat serak dan merawan hati: "Dulu, aku menelantarkan seorang perempuan. Sekarang, dengan sisa hidupku ini aku harus menebus kesalahanku itu kepadanya!"
"Siapakah dia?"
"Majikan Menara iblis!"
"O!"
Tergetar seluruh tubuh Suma Bing. Mimpi juga tidak nyana bahwa urusan ini ternyata ber-liku2 sedemikian jauh. Bahwa dua majikan dari Perkampungan bumi dan Menara iblis yang sangat disegani itu kiranya adalah sepasang kekasih, tapi dia salah berpikir...
"Dia adalah istriku sah, kita mempunyai seorang anak perempuan, lebih tua dua tahun dari Yau ang. Dia bernama Yau cu!"
"O!" tercetus seruan kaget dari mulut Suma Bing. Teringat olehnya gadis molek yang terluka berat oleh pukulannya ditingkat kedua tadi, pastilah dia itu Pit Yau cu adanya. Dia adalah toaci dari istrinya kedua Pit Yau ang, entah bagaimana keadaannya.
"Apa kau tahu siapakah aku ini dulu?"
Terbayang oleh Suma Bing percakapan Pek chio Lojin dan muridnya, segera ia manggut2 dan sahutnya: "Tahu!"
"Tahu! darimana kau tahu?"
"Dengar dari percakapan orang!"
"Coba katakan yang kau tahu!"
"Kiu im Suseng adalah tokoh silat nomor satu diseluruh jagad ini pada pertandingan silat pertama dipuncak Hoa san..."
"Ya, kau benar. Sejak aku menggondol gelar jago nomor satu seluruh jagad yang kosong itu, pengalamanku hampir sama dengan nasibmu itu!"
"Sama dengan nasibku?"
"Ya, sama benar, seperti kau menjadi duplikatku!"
"Terpilih sebagai huma oleh Perkampungan bumi?"
"Semua benar, dalam keadaan yang tidak merdeka aku dinikahkan dengan ibu Yau ang. Sejak itu aku menduduki jabatan sebagai Raja bumi. Sedang ibu Yau ang sejak melahirkan Yau ang terus meninggal dunia. Dan bertepatan dengan waktu aku terpilih sebagai calon Huma di perkampungan bumi, Yau cu ibu beranak mendadak menghilang, kemana2 aku telah mencari tanpa hasil. Tak nyana takdirlah yang menentukan, kiranya dia telah menjadi majikan dari Menara iblis ini!" habis berkata ia menghela napas panjang dengan lesu!
Suma Bing manggut2, ujarnya: "Sekarang aku paham!"
Pada saat itulah sebuah bayangan mendadak muncul bagai bayangan setan. Terlihat bayangan itu tengah membopong bayangan orang lain. Mereka bukan lain adalah majikan Menara iblis ibu beranak.
Air muka majikan Menara iblis membesi kaku, matanya menyorotkan kemarahan yang ber-api2.
Melihat gelagatnya, ciut nyali Suma Bing, perasaannya ikut tenggelam dan mendelu mungkin Pit Yau cu sudah meninggal?
Terdengar Te kun berjingkrak kaget, serunya: "Dia... Yau cu kenapa?"
"Dia sudah mati!" sahut majikan Menara iblis penuh kebencian.
Te kun melompat bangun serunya gemetar: "Apa katamu?"
"Cuji sudah mati?"
"Bagaimana bisa mati?"
"Menantumu yang bagus itulah yang turun tangan!"
Bergetar seluruh tubuh Te kun, dua kilat matanya menatap tajam ke wajah Suma Bing lama dan lama kemudian baru tercetus pertanyaannya: "Kau yang membunuh dia?"
Suma Bing menggigit gigi, sahutnya: "Benar, sebelum ini kita masing2 adalah musuh besar yang harus menentukan mati atau hidup!"
Te kun maju memayang tubuh Yau cu, dua titik air mata meleleh keluar menetes di wajahnya yang pucat pias tanpa darah.
Ancam majikan Menara iblis gemetar: "Suma Bing, sudah kukatakan akan kuhancur leburkan tubuhmu menjadi perkedel!"
Serta merta Suma Bing mundur selangkah!
Suara Te kun terdengar sangat sedih: "Istriku, dia tidak sengaja..."
Mata majikan Menara iblis semakin me-nyala2, semprotnya beringas: "Kau berani merintangi aku menuntut balas anak gadisku?"
Sementara itu Te kun tengah memeriksa denyut jantung anak gadisnya, mendadak dia berseru kegirangan: "Nadi besarnya masih belum putus..."
"Aku tahu, tapi seumpama tabib Hoa tho(tabib kenamaan pada jaman Sam kok) hidup lagi juga jangan harap dapat menyembuhkan dia!"
Mendengar ini, Suma Bing berseru girang, tanyanya gugup: "Apa betul nadi besarnya belum putus?"
"Betul." sahut majikan Menara iblis mengertak gigi, "delapan nadi diseluruh tubuhnya sudah hampir musnah, meskipun..."
"Bisa ditolong."
"Apa, bisa ditolong?"
Te kun dan majikan Menara iblis berseru kejut berbareng.
Suma Bing mengusap keringat yang membasahi jidatnya, serta katanya: "Ilmu Kiu yang sin kang yang Siau say pelajari dapat menolongnya!"
Majikan Menara iblis masih kurang terima, jengeknya: "Suma Bing, kau menolong dia untuk menolong jiwamu sendiri!"
Watak Suma Bing juga keras dan congkak, hampir saja kemarahan hatinya meledak namun karena berhadapan langsung dengan Te kun sedapat mungkin ia tahan kemarahannya, sahutnya dingin: "Aku menolongnya karena aku kenal budi pekerti, bukan untuk menolong diriku sendiri."
Te kun Pit Gi meletakkan Pit Yau cu diatas ranjang lalu katanya: "Menantuku, lekaslah kau menolongnya!"
Setelah menenangkan hatinya dan menghimpun semangat, Suma Bing maju mendekati ranjang, secepat terbang tangannya bergerak menutuk berbagai jalan darah besar, lalu mencopot sepatu naik dan duduk diatas ranjang. Kiu yang sin kang mulai dikerahkan melalui tangan yang menekan batok kepala terus disalurkan, hawa murni yang positip bersifat panas terus membanjir masuk...
Sepeminuman teh kemudian, badan Suma Bing basah kuyup bagai kehujanan, wajahnya pucat pasi. Sebaliknya Pit Yau cu bernapas teratur, darahnya sudah berjalan normal airmukanya juga sudah bersemu merah.
Tanpa berkesip Te kun dan majikan Menara iblis mengawasi keadaan anaknya.
Setengah jam telah berlalu lagi, terdengar Pit Yau cu mulai mengerang lirih Pit Yau cu membuka mata dan pelan2 bangkit berduduk, begitu melihat Suma Bing yang tengah bersamadi diatas ranjang, sambil menggerung gusar terus angkat tangan mengepruk kebatok kepala Suma Bing...
"Jangan Cuji!" cegah Te kun sambil menyambar pergelangan tangannya serta katanya pula: "Kejadian ini akibat salah paham, untuk menolong kau dia sudah kehilangan banyak hawa murni. Kau turunlah beristirahat!"
Pit Yau cu menarik pulang tangannya, setelah melerok sekali lagi kearah Suma Bing terus putar badan dan menghilang dipintu rahasia.
Waktu Suma Bing selesai dengan samadinya, itu sudah berselang satu jam kemudian dihadapannya tinggal Te kun seorang saja.
Kata Te kun dengan sedihnya: "Menantuku, tugas berat Perkampungan bumi selanjutnya kini terjatuh diatas pundakmu?"
"Siau say akan junjung tinggi pengharapan Gak tio(bapak mertua) yang mulia!"
"Bagus sekali, masih ada lagi, kuharap kau perlakukan Angji baik2..."
"Pasti aku bisa."
"Jagalah dirimu baik2, sekarang boleh kau pergi. Ingat dan jangan lupa pesanku tadi."
"Siau say ingat betul, sekarang juga minta diri!"
Setelah membungkuk dan memberi hormat langsung Suma Bing turun dari Menara iblis. Kini pintu besar Menara iblis sudah terbuka lebar, hanya sekarang tidak tampak bayangan seorang jua. Seperti datangnya tadi dia menyebrangi danau dan kembali tiba didarat.
Memandang kearah Menara iblis dikejauhan sana, hatinya terasa hampa dan masgul, Sang junjungan yang agung majikan Perkampungan bumi kenamaan dan ditakuti akhirnya harus menghabiskan sisa hidupnya ditempat pengasingan. Tapi, sudah seharusnya ia merasa tentram dan puas, seperti apa yang dikatakan sendiri tengah menebus cintanya yang tertunggak.
Baru sekaranglah diinsafi pula olehnya bahwa semua kejadian dan peristiwa dikalangan Kangouw ternyata serba-serbi dan tiada sesuatu yang selalu abadi.
Sekonyong2 terdengar derap langkah kaki yang ramai tengah mendatangi dari kejauhan sana, disusul berkelebat beberapa bayangan manusia tengah melayang tiba bagai bintang terbang.
Betapa jeli pandangan Suma Bing sekarang, dari kejauhan sudah dilihatnya bahwa mereka itu bukan lain adalah anak buah dari perkampungan bumi. Yang mengepalai dan terdepan adalah istrinya sendiri yaitu Pit Yau ang bersama Coh hu dan Yu pit dua perdana menterinya, dan dibelakangnya lagi adalah para Tongcu dan semua petugas hukum serta para kerabatnya, jumlahnya tidak kurang dari dua ratusan orang.
Ditengah ramainya suara kaget bayangan orang2 itu melayang tiba semua.
Pit Yau ang berjingkrak kegirangan diluar dugaan serunya: "Engkoh Bing, tak terduga kau telah tiba lebih dulu!"
Suma Bing tertawa ewa, sahutnya: "Adik Ang, semua anak buahmu sudah kau kerahkan datang semua?"
"Ya, hanya tinggal beberapa orang saja untuk menjaga rumah."
Coh hu Yu pit segera maju menghadap dan menyembah: "Menghadap Huma!"
Cepat2 Suma Bing goyang2 tangan, katanya: "Kalian bangun tak perlu banyak peradatan."
Lalu beramai2 para Tongcu dan semua kerabatnya bergiliran maju dan menyembah.
Sambil melayani semua anak buah Perkampungan bumi, otak Suma Bing bekerja keras, dengan alasan apakah dia harus mencegah supaya Pit Yau ang tidak berkukuh untuk menuntut balas? Semua anak buah Perkampungan bumi tengah berkabung dan geram hatinya, mereka meluruk datang dengan hati panas yang me-luap2 untuk membalas dendam, bara api tengah ber-kobar2 disetiap sanubari mereka.
Setelah dipikirkan secara mendalam, Suma Bing ambil keputusan, untuk perintah Te kun yang terakhir itu, terpaksa dia harus berlaku keras dan tegas untuk berbohong.
Mata Pit Yau ang mengembeng airmata, ujarnya sedih merawan hati: "Engkoh Bing, sekarang kaulah yang memimpin untuk bertindak...
"Aku yang memimpin?"
"Sudah lajim dan jamak sekali bukan, masa kau..."
"Urusan ini sudah selesai sebagian..."
"Apa?"
"Apa kau tidak melihat mayat2 dipinggir telaga dan noda2 darah itu?
Semua sorot mata beralih mengikuti tempat yang ditunjuk Suma Bing. Lalu kembali lagi menatap kearah Suma Bing.
Tanya Pit Yau ang heran dan tak mengerti: "Engkoh Bing, apakah yang telah terjadi?"
"Aku sudah menuntut balas bagi Te kun!"
"Kau..."
"Ya Menara iblis sudah kucuci bersih dengan banjir darah!"
Semua anak buah Perkampungan bumi mengunjuk rasa kagum dan kaget luar biasa. Dengan tenaga seorang saja dapat mencuci bersih seluruh kekuatan Menara iblis, ini benar2 susah dibayangkan dengan akal pikiran sehat.
Tapi, kenyataan ini terucapkan dari mulut Huma sendiri, siapa yang berani tidak percaya.
"Engkoh Bing," ujar Pit Yau ang pilu. "Lalu bagaimana dengan jenazah ayahku?"
Suma Bing tidak menduga bakal mendapat pertanyaan ini, seketika ia terhenyak ditempatnya tanpa mampu menjawab. Tapi akhirnya tersimpul suatu akal dalam benaknya, sahutnya: "Jenazahnya tenggelam didasar danau hari itu juga waktu dia datang kemari."
"Tenggelam didasar danau?" Pit Yau ang mengeluh panjang terus berlutut dan menyembah kearah danau, pecahlah tangisnya ter-gerung2.
Tidak ketinggalan semua anak buah Perkampungan Bumi serempak juga berlutut dan menyembah kearah danau sebagai penghormatan terakhir kepada Te kun almarhum.
Sebagai Huma sudah tentu tidak bisa tidak Suma Bing harus menunjukkan teladan, terpaksa dia juga berlutut dan menyembah disamping Pit Yau ang.
Suasana seketika menjadi sunyi menyedihkan diliputi isak tangis berkabung yang merawan hati. Tapi keadaan sebenarnya hanya Suma Bing seoranglah yang jelas mengetahui.
Agak lama kemudian baru Suma Bing bimbing Pit Yau ang bangkit berdiri dan membujuk supaya menghentikan tangisnya. Semua berdiri dan mengheningkan cipta kearah Menara iblis yang berada ditengah danau sana.
Tiba2 Pit Yau ang membanting kaki, serunya geram: "Engkoh Bing, menara itu harus kita hancurkan."
Tercekat hati Suma Bing, sahutnya gugup: "Adik Ang, menurut hematku, kita sudahi saja sampai disini..."
"Kenapa?"
"Air danau hitam ini mengandung racun yang sangat jahat, bagi siapa yang terkena pasti segera mati. Aku sudah menebus hutang darah Te kun, kalau ada pula tindakan apa2, sedikitnya harus mengorbankan tenaga dan mungkin malah jiwa!"
"Sejak semula kenapa tidak kau runtuhkan saja menara itu?"
"Itu tak mungkin terjadi!"
"Kenapa tak mungkin?"
"Menara itu dibangun dengan lapisan papan2 besi baja, mana gampang untuk merusaknya!"
"Lantas kita mandah saja terima nasib ini?"
"Adik Ang, Menara Iblis sudah mengorbankan apa yang harus dia korbankan. Pasti Te kun dapat meram dialam baka."
Namun kecintaan Pit Yau ang terhadap ayahnya sangat dalam, sekian lama dia masih meributkan ini itu serta bertangisan sekian lamanya pula. Sehingga membuat Suma Bing jengkel tapi juga tak tega. Namun bagaimana juga dia tidak bakal berani membangkang akan perintah Te kun itu, untuk mengatakan duduk perkara sebenarnya.
Coh hu Si Kong teng, Yu pit Ciu Ing tiong berbareng maju menghadap sambil membungkuk tubuh: "Hamba berdua minta sedikit petunjuk?"
"Silahkan katakan!"
Kata Coh hu hormat: "Perkampungan kita tidak bisa tanpa pimpinan, harap Huma segera kembali kedalam kampung untuk menduduki jabatan Te kun ini?"
Suma Bing tertegun, sahutnya: "Te kun baru saja wafat, urusan ini harus dirundingkan lagi seratus hari kemudian. Apalagi urusan pribadiku dikalangan Kangouw masih belum selesai. Sekali aku menduduki jabatanku, nama dan kedudukanku akan membuat penghambat belaka. Bagaimana menurut pendapat kalian berdua?" lalu dia berpaling kearah Pit Yau ang dan katanya pula: "Adik Ang, kau jelas mengetahui keadaanku yang serba sulit ini. Semua urusan dikampung sementara biarlah kau yang urus dan pimpin maukah?"
Sesaat Pit Yau ang ragu2, akhirnya manggut2 setuju.
Sekilas Coh hu dan Yu pit saling berpandangan, lalu membungkuk dan berseru lagi: "Menurut perintah Huma!" terus mengundurkan diri.
Suma Bing menghela napas lega, ujarnya: "Adik Ang, perintahkan segera kembali!"
"Lalu kau bagaimana?"
"Kuharap kau dapat memaafkan aku. Segera aku harus kembali ke Tionggoan untuk menuntut balas kepada musuh2ku!"
"Kau tidak mengiring..." bicara setengah terus ditelan kembali.
Suma Bing tertawa ringan, bujuknya: "Adik Ang, hari2 yang akan datang masih panjang."
Mata Pit Yau ang merah dan berlinang air mata, katanya: "Baiklah, engkoh Bing, jagalah dirimu baik2!"
"Aku pasti dapat, kau juga hati2 dan jagalah kesehatanmu!"
Sekian lama dipandangnya Pit Yau ang lekat2, diam2 benak Suma Bing mengeluh, sungguh dia tidak berani membayangkan masa depannya, janjinya terhadap Racun diracun merupakan ketentuan dari nasibnya kelak.
Demi dendam dan demi kesejahteraan kaum persilatan dia harus membunuh Racun diracun.
Dan untuk menebus budi kebaikan Racun diracun yang berulangkali menolong jiwanya, hanya dengan kematianlah dapat melunasi hutang budinya ini.
Demikianlah dengan rasa pilu dan masgul dia ambil berpisah dengan istri keduanya Pit Yau ang terus beranjak cepat menuju ke Tionggoan.
Dendam kesumat dan kebencian sudah semakin deras berderap dalam aliran darahnya. Tujuannya yang pertama kali ini adalah menangkap hidup2 Loh Cu gi dan menumpas habis seluruh Bwe hwa hwe dengan banjir darah.
Dua jam kemudian dia sudah menempuh perjalanan sejauh dua ratusan li.
Tengah berlari kencang itulah, mendadak dilihatnya tiga orang Tosu tengah berdiri jajar dibawah sebuah pohon besar dipinggir jalan.
Saking heran dan ingin tahu, segera Suma Bing menghentikan langkahnya.
Ketiga Tosu ini masing2 mengenakan seragam jubah panjang berwarna abu2 kehitaman.
Suma Bing melengak. Dari jubah seragam yang aneh ini dia tahu bahwa ketiga Tosu ini adalah anak murid Bu tong pay yang sangat kenamaan dengan ilmu pedangnya yaitu Bu tong sam siu. Bu tong sam siu tidak bergerak juga tidak membuka suara, mereka berdiri tegak bagai tiga buah patung hidup.
Suma Bing semakin heran dan besar hasratnya ingin tahu. Entah untuk keperluan apa Bu tong sam siu ini datang keperbatasan yang belukar ini? Tapi mereka sedemikian angkuh tanpa menyapa sekedarnya, buat apa pula dirinya mencari penyakit. Setelah dipikir2, kakinya diangkat hendak tinggal pergi...
Mendadak dilihatnya jubah didepan dada Bu tong sam siu itu bersemu merah darah!
Keruan hatinya terperanjat, sebat sekali tubuhnya berkelebat tiba dihadapan Bu tong sam siu. Waktu ditegasi merindinglah tubuhnya. Kiranya ketiganya sudah menjadi mayat dan kaku tanpa roboh. Bu tong sam siu mati bersamaan dipinggir jalan, ini betul2 sangat mengejutkan dan susah dipahami.
Dilihat dari noda darah yang masih merembes keluar, agaknya kematian mereka terjadi belum lama ini. Setelah diteliti sekian lamanya tanpa terasa tercetus seruan kaget dari mulutnya: "Rasul penembus dada!"
Ternyata dada ketiga Tosu dari Bu tong pay ini masing2 berlobang karena tusukan cundrik. Cara2 pembunuhan semacam ini, selain perbuatan Rasul penembus dada tiada keduanya lagi.
Betapa tenar dan kenamaan Bu tong sam siu ini, kenapa bisa mati ditangan Rasul penembus dada.
Perkumpulan macam apakah Jeng siong hwe sebenarnya? Apa tujuannya menyebar maut dengan pembunuhan sadis yang menakutkan itu? Tokoh macam apakah Ketua mereka?
Waktu pertamakali dirinya bertemu dengan Rasul penembus dada, orang pernah menyangka bahwa dirinya adalah sekomplotan dengan Loh Cu gi. Maka, naga2nya bahwa Loh Cu gi, juga pasti adalah salah satu sasaran yang harus dibunuh pula oleh pihak Jeng siong hwe. Kalau sampai Loh Cu gi diketahui oleh Rasul penembus dada sebagai sesepuh atau pemegang peranan belakang layar Bwe hwa hwe. Bukankah jerih payah sekian lama ini bakal menjadi sia2 belaka?

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang