60. Raja Iblis Seratus Wajah

3.1K 51 0
                                    

Sedikit mengendorkan serangannya, Loh Cu -gi menyeringai iblis: "Phui Kiau-nio. aku harus namakan kau dewi atau sundel. Kiu -yang-sin -kang cukup dapat membumi hanguskan tubuhmu, namun cara demikian terlalu murah untuk kau, tahukah kau cara bagaimana aku akan menghadapimu? Hahahaha.... ...... ....... ....... ...... "

Rambut Mo- in Siancu awut2an, wajahnya berkeringat dan pucat pias, napasnya juga kempas-kempis.

Setelah merandek sejenak Loh Cu -gi berkata lagi : "Sundel, sedemikian cantik jelita wajah dan tubuhmu menggiurkan kalau kuhancurkan sungguh sangat sayang, nanti setelah kau kehabisan tenaga, baru kututuk urat nadimu untuk memunahkan seluruh ilmu silatmu. Hehehe, dengan kemolekanmu ini, biarlah para anak buahku menikmati harumnya bunga secara bergilir di dalam kamar.... ....... ...."
"Tutup mulutmu !" Mo -in Siancu berteriak beringas, matanya mendelik besar, seruling di tangannya bergerak semakin gencar dan ganas, tapi seumpama semut di dalam kuali kekuatannya juga hampir terkuras habis, tingkahnya ini malah menjadi buah tertawaan Hwe-hun-koay -hud.

"Roboh!" serentak Hwe -hun-koay- hud lancarkan delapan kali pukulan berantai, geledek dan bayu menggelegar dan berhempas kencang, perbawa serangan ini sungguh menakjubkan. Kontan Mo -in Siancu pentang mulutnya darah segar segera menyemprot bagai anak panah, sedang tubuhnya juga terhuyung lima tindak, terus roboh telentang di atas tanah. Seruling di tangannya terbang terpental jatuh ke dalam jurang.

"Ah, sayang sekali !" tanpa merasa Loh Cu-gi berseru kejut.

Pada saat yang bersamaan itulah para anak buah Bwe hwa-hwe yang berada di atas dinding batu sebelah sana tiba2 menjadi gaduh, lalu disusul terdengar jerit dan pekik kesakitan dan ketakutan, satu per satu mereka terjungkal jatuh dari atas.

"Apa yang terjadi ?" Ketua Bwe- hwa-hwe Chiu Thong berseru terkejut terus melesat memburu tiba ke tempat itu.

Laksana seekor burung raksasa merah Hwe- hun-koay-hud juga tidak ketinggalan memburu maju ke arah tempat itu.

Loh Cu-gi sendiri tak urung juga berubah pucat air mukanya. Tampak sebuah bayangan hitam lencir tengah melayang keluar dari jalan rahasia sebelah samping dan ringan sekali bayangan itu meluncur tiba di tengah gelangang.

"Racun diracun!" hardik Loh Cu-gi murka.

Sinar merah melesat, kontan Kiu- yang-sin- kang dilancarkan untuk menyerang.

Sungguh lihay dan indah gerak gerik Racun diracun, tubuhnya jumpalitan ke arah kiri begitu kaki menyentuh tanah terus berputar balik pula ke tempat asalnya.

Berbareng dengan gerak tangannya, bau harum segera terbawa angin merangsang ke arah Loh Cu-gi.

Seketika Loh Cu- gi merasa mata ber-kunang2, kepala terasa berat. Diam2 dia mengeluh dalam hati: "Racun!" cepat2 dengan hawa murninya dia tutup panca indranya terus berputar ke seluruh sendi dan urat nadi, berbareng tubuhnya melesat ke tempat yang berlawanan dengan hembus angin lalu.

Pada saat Loh Cu-gi melesat menyingkir itulah, tiba2 Racun diracun menjinjing Mo -in Siancu yang rebah diatas tanah itu, terus berlari ke arah yang berlawanan.

Maka anak buah Bwe- hwa-hwe yang menjaga di bagian tugu sebelah sana be-ramai2 keluar mencegat dan merintangi jalan larinya.

Begitu tangan Racun diracun bergerak mengebut, beberapa orang yang memapak paling depan kontan menjerit roboh, tujuh lubang indranya mengalirkan darah hitam.

Keruan yang masih ketinggalan hidup serasa terbang arwahnya, cepat 2 mereka menyingkir ke samping memberi luang bagi jalan Racun diracun. Maka dengan gampang saja Racun diracun terbang menghilang dalam sekejap mata.

Waktu Hwe-hun -koay-hud beramal menyusul tiba dari arah yang lain, keadaan sudah sunyi senyap, mana pula tampak bayangan Racun diracun.

Memangnya Racun diracun sendiri paham bahwa mengandalkan ilmu silat tak mungkin dirinya kuat bertahan menghadapi Loh Cu-gi dan Hwe-hun-koay -hud, maka secara mendadak dia membokong dengan racunnya yang hebat itu terus menghilang tanpa jejak. 

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang