59. Tewasnya Ang Siu Li

2.7K 51 3
                                    

Kiranya dengan cara kilat tanpa kepalang tanggung Mo-in Siancu telah menyerang dan membunuh Ang- siu-li Ting Yan.

Suma Bing merinding dan kaget, serunya: "Nona membunuh dia!!?"

Seakan tidak terjadi apa2 Mo- in Siancu ter-tawa2: "Terpaksa harus dibunuh untuk menutup mulutnya."

"Mengapa?"

"Jikalau dia sampai keluar dari kamar rahasia ini, kita tidak ada waktu lagi untuk meninggalkan tempat ini."

"Kenapa pula begitu?"

"Tadi tanpa sadar aku telah kelepasan omong, dia sudah merasa curiga. Sedangkan Loh Cu gi juga sedang mencari dia, dengan kecerdikan Loh Cu- gi pasti dia dapat menerka sesuatu
peristiwa yang bakal terjadi, saat ini tenagamu hilang seluruhnya. Ini menambah kesukaran untuk lolos dari sini."

Sampai sekarang baru Suma Bing paham akan duduknya perkara, lambat laun hilanglah rasa curiganya terhadap Mo-in Siancu.

Kata Mo- in Siancu: "Mari sekarang juga kita harus pergi."

Sebetulnya Suma Bing sudah pasrah nasib bahwa riwayatnya pasti tamat, siapa nyana. Situasi ternyata berubah sedemikian cepat, sudah tentu hatinya merasa terharu, maka katanya, "Untuk selamanya pasti Cayhe tidak akan melupakan budi kecintaan nona."

"Sekarang tidak perlu banyak berkata, yang penting kita harus segera keluar." Lalu dia menekan dinding sebelah kanan sana, terbukalah sebuah pintu rahasia lain.

"Mari berangkat!"katanya terus masuk lebih dulu ke dalam pintu rahasia itu. 

Suma Bing mengikuti di belakangnya. Kiranya di luar pintu rahasia itu ada sebuah lorong bawah tanah yang sangat panjang dan terasa dingin lembab.

Lorong iny agaknya tak berujung pangkal, kadang2 tinggi kadang2 menurun rendah. Karena tenaganya lumpuh penglihatan Suma Bing banyak berkurang di dalam lorong ini gelap gulita sampai lima jari sendiri juga tidak kelihatan, sambil menggeremet dan me-raba2 serta mendengarkan derap langkah Mo -in Siancu dia berjalan sehingga sebegitu lama mereka masih belum pergi jauh.

Akhirnya Mo in Siancu menjadi tidak sabar, katanya, "Berjalan dengan cara demikian, sedikitnya kita harus membuang waktu setengah jam baru dapat keluar dari lorong ini. Kalau sampai ketahuan oleh Loh Cu-gi, celakalah kita berdua, seumpama tumbuh sayap juga jangan harap dapat lolos."

Dengan ilmu saktinya yang digdaya kepandaian Suma Bing tanpa tandingan, kini keadaan dirinya malah membuat susah orang lain saja. 

Seberapa perih dan duka hatinya susahlah ia menguraikan dengan kata2 , maka katanya risih, "Kalau begitu silahkan nona tinggal pergi saja tak usah urus diriku lagi."

"Apa tinggal pergi ? Suma Bing, kalau bukan karena kau masa aku sudi menyerempet bahaya ini."

"Maaf akan kata2ku yang menyinggung tadi, hanya....."

"Sudahlah tak perlu banyak mulut, mari kau ikut aku." tanpa menunggu persetujuan Suma Bing lengannya terus dicekal kencang lantas diseret lari ke depan dengan cepatnya.

Sepeminuman teh kemudian jalanan lorong itu terus menanjak keatas kira 2 ratusan tombak tingginya. Akhirnya sampailah mereka di ujung lorong terus Mo-in Siancu menekan alat rahasia sejalur sinar matahari tiba2 mencorong masuk ke dalam. Sesaat Suma Bing tak kuasa membuka mata.

Mo-in Siancu menghela napas panjang, tangan yang mengempit Suma Bing masih belum dilepaskan.

Keruan Suma Bing menjadi malu dan kikuk, tanyanya: "Siancu, tempat apakah ini?"

"Panggung hukuman."

"Panggung hukuman, apa artinya?"

"Tempat Bwe-hwa- hwe melaksanakan hukuman. Coba kau lihat biar jelas, di kanan kiri itu merupakan sebuah garis batu dinding yang hanya cukup lewat satu orang, di belakang dinding itu adalah sebuah jurang yang dalam tak kelihatan dasarnya. Setiap kali Bwe-hwa- hwe melaksanakan hukuman cukup sekali dorong saja si penyakitan ke dalam jurang sana menjadi beres dan tidak meninggalkan jejak!"

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang