28. Rela Berkorban Demi Kekasih

3.2K 55 4
                                    

Lebih2 kejut dan heran Suma Bing bukan kepalang, semua sepak terjang dan tindak tanduk Racun diracun selama ini dan munculnya Pek kut hujin ber-turut2 itu benar2 membuat dia tidak habis mengerti. Sekarang boleh dikata sudah separuh dapat diketahui, dan sebagian lagi yang belum jelas baginya adalah mengapa Racun diracun dan Pek kut hujin selalu muncul secara tepat pada saat2 dirinya, menghadapi mara bahaya? Ada latar belakang apakah dibalik semua kejadian itu?

Terdengar Hui Kong Taysu bersalut lalu berkata: "Ditempat yang agung dan sunyi ini jangan kalian berbuat dosa dan melanggar peraturan2 ditempat ini, maka silahkan Sicu segera turun gunung saja!"

"Jadi Locianpwe tetap berkukuh hendak menahan Suma Bing?" desak Racun diracun.
"Benar, dia tidak boleh pergi!"
"Kalau begitu terpaksa wanpwe tak dapat menyetujui keinginanmu itu!"
Sekilas sorot mata Hui Kong Taysu memancarkan cahaya terang dingin, tapi sedetik itu lantas menghilang lagi, katanya: "Sekali lagi Lolap tekankan, kuharap Sicu sekalian segera turun gunung."
Sedikitpun Racun diracun tidak mau mengalah, serunya: "Agaknya perlu juga kuulangi pernyataanku tadi. Tidak!"
"Apa Sicu hendak memaksa Lolap melanggar pantangan?"
"Terserah!"
"Yang sicu andalkan tidak lebih hanya kelihayan racunmu saja. Masih ada kesempatan untuk menginsafi otakmu yang sesat itu, jangan kau menyesal sesudah kasep!"
"Nasehat Taysu ini tidak berguna bagi aku!"
Entah bagaimana Hui Kong Taysu bergerak, tiba2 tubuhnya melayang maju berhadapan dengan Racun diracun, suaranya berat: "Sicu tetap mengukuhi pendirianmu?"
"Kalau kalian tetap hendak menahan Suma Bing terpaksa aku harus berjuang sampai titik darah penghabisan!"
"Sicu tidak menyesal?"
"Yang harus menyesal mungkin adalah Lo siansu sendiri!"
"Untuk melindungi nama baik tempat agung dan suci ini terpaksa Lolap melanggar sumpah dan pantangan!"
Lengan jubahnya yang gondrong dan besar itu tiba2 dikebutkan membawa kesiur angin yang membadai sehingga seketika itu Racun diracun kena terdesak mundur delapan kaki jauhnya, darah bergolak dalam rongga dadanya.
"Lo siansu, terpaksa aku menggunakan racun!!"
"Siancay! Siancay! Agaknya Sicu sudah tersesat terlalu dalam, silahkan kau unjukkan kemampuanmu!"
Pada saat itulah sekonyong2 segulung hembusan angin dingin menderu2 sehingga api obor berkelap-kelip hampir terhembus padam, semua hadirin gemetar dan merinding kedinginan oleh hembusan angin yang terasa menyusup sampai ke-tulang2.
Mendadak Hui Kong Taysu mundur dua langkah terus berpaling kearah sebuah pohon terpaut lima tombak sebelah sana dan berseru lantang: "Tokoh kosen darimanakah yang berkunjung ke biara kami, mengapa tidak segera unjukkan diri?"
Maka sorot pandangan semua hadirin ikut menatap kearah pohon besar itu, namun apapun tidak terlihat oleh mereka.
Terdengar sebuah suara meringkik dingin menjawab: "Taysu, kau mengandal ilmu Sian thian sin kang dan tidak takut menghadapi racun. Tapi kau jangan lupa beberapa ratus jiwa para pendeta dalam biara Siau lim si ini, mereka tidak akan kuat bertahan menghadapi racun berbisa. Apa kau sudah membayangkan akibatnya?"
Terdengar suaranya tapi tak terlihat orangnya, hal ini benar2 membuat semua pendeta yang hadir merinding dan gentar, apalagi ucapan dingin yang mengandung ancaman serius itu lebih2 menakutkan sanubari mereka.
Orang yang bicara ini sudah tentu membela kepentingan Racun diracun, didengar dari nada ucapannya jelas bahwa dia juga seorang wanita. Siapakah dia? Sekaligus dia dapat menyebut dasar dari ilmu andalan Hui Kong Taysu maka sudah tentu orang itu juga seorang tokoh kosen yang luar biasa lihay kepandaiannya.
Agaknya Hui Kong Taysu terpengaruh juga akan ancaman itu, tanyanya gemetar: "Tokoh kosen darimanakah Sicu ini?"
"Ada bayangan tiada bentuk. Kukira Taysu pasti tahu siapakah aku ini!"
"Sungguh tidak duga Li sicu ternyata masih sehat waalfiat!!"
"Jadi anggapan Taysu bahwa aku sudah harus mati?"
"Omitohud! Apakah maksud kunjungan Li sicu ini?"
"Ketahuilah bahwa Suma Bing tiada sangkut-pautnya dengan peristiwa yang terbengkalai pada ratusan tahun yang lalu itu, partai kalian tidak seharusnya mengurungnya lagi."
Jantung Suma Bing berdetak keras, matanya dengan tajam mengawasi kearah rimba lebat yang gelap kelam itu, hatinya ber-tanya2, namun sekian lama ia masih bingung dan tidak tahu siapakah orang yang bicara itu.
Demikian juga semua pendeta Siau lim si termasuk Ciangbunjin mereka berobah pucat dan kaget.
Sejenak Hui Kong Taysu merandek, lalu membuka suara lagi: "Apakah Lolap dapat percaya ucapan Li sicu ini?"
"Taysu, terserah kau mau percaya, apa kau ingin melihat anak muridmu menemui ajalnya secara mengenaskan?"
"Li sicu juga hendak turun tangan?"
"Jikalau terpaksa apa boleh buat?"
"Jadi Li sicu memandang rendah Siau lim kita?"
"Tidak berani, latihan ilmu Taysu sudah mencapai taraf kesempurnaan, tingkat kedudukan Taysu juga tertinggi. Maksudku hanya untuk meredakan gelombang angkara murka yang bakal terjadi!"
"Lalu bagaimana kalau Suma Bing tersangkut-paut dengan peristiwa ratusan tahun itu?"
"Aku bertanggung jawab untuk membekuk dan menyerahkan kepada Siau lim si!"
"Kuharap ucapan Li sicu ini dapat dipercaya penuh?"
"Taysu salah seorang tokoh Buddhis yang sudah sempurna, apakah pertanyaan Taysu ini tidak berkelebihan?"
"Kalau begitu, Li sicu silahkan!" sejenak Hui Kong Taysu memandang kearah Liau Kian terus berkelebat masuk kedalam biara.
Maka segera Liau Sian ulapkan tangan sambil berseru "Kembali"
Dalam sekejap saja para pendeta Siau lim itu sudah menghilang didalam biara suasana dalam rimba kembali diliputi kesunyian dan kegelapan.
Dari dalam rimba sana terdengar pula suara yang misterius tadi: "Suma Bing, wanita yang terkurung dibelakarg puncak Siau sit hong itu bukan orang yang tengah kau cari, kembalilah jangan me-nyia2kan tenagamu."
Suma Bing merasa heran dan aneh, orang sedemikian jelas akan maksud kedatangannya. Maksud kedatangannya ke Siau lim si ini adalah hendak mencari ibundanya, dan hal itu selain si maling bintang dan Siang Siau hun berdua tiada orang ketiga yang mengetahui, darimana tokoh misterius itu dapat mengetahui.
Tengah berpikir2 itu mulutnya berkata gemetar: "Harap Locianpwe suka memperkenalkan diri!"
Suasana dalam rimba sunyi senyap tanpa terlihat gerak apa2 terang bahwa tokoh misterius itu pasti sudah pergi jauh. Siapakah dia? Beratus pertanyaan mengganjal dalam benak Suma Bing.
Segera Racun diracun menghampiri kearah Suma Bing seraya berkata: "Biar kubebaskan jalan darahmu yang tertutup itu!" — tanpa menanti reaksi Suma Bing, beruntun jarinya menyentik dari kejauhan. Seketika Suma Bing rasakan seluruh tubuhnya tergetar sekali lantas ia merasa hawa murni dalam tubuhnya sudah berjalan normal kembali dan tenaganya sudah pulih seperti semula. Dengan perasaan terharu segera ia memberi hormat kepada Racun diracun serta katanya: "Tuan, aku Suma Bing terlalu banyak berhutang budi kepadamu."
"Tidak perlu dipersoalkan tentang utang piutang apa segala..."
"Mengapa tuan selalu berbuat baik kepada aku yang rendah ini?"
"Kelak kau akan tahu sendiri."
"Kalau tidak tuan jelaskan sungguh hatiku kurang tentram?"
"Kurasa tidak perlu dan belum tiba saatnya."
"Sudah berulangkali tuan mengatakan kepada orang bahwa hubungan kita sangat kental dan erat sekali. Apakah itu benar?"
"Segala sesuatu terjadi tanpa dapat diduga sebelumnya, tiada yang sempurna dan abadi, kadangkala benar, tapi kadang kala juga salah, buat apa kau harus menanyakan sebab musabab ini?"
Suma Bing meng-geleng2 dengan hampa dan lesu, sungguh dia tidak mengerti maksud juntrungan ucapan orang!
Tiba2 Racun diracun merogoh keluar sebuah kotak kecil panjang dan berkata: "Suma Bing apa kau masih ingat janji kita waktu mau berpisah tempo hari?"
"Sudah tentu masih ingat!" sahut Suma Bing kesima.
"Kalau begitu ambillah."
"Tuan apa kau tidak mengajukan syaratnya?"
"Sudah kukatakan tanpa syarat!"
Suma Bing menyambut dengan tangan gemetar. Pedang darah. Merupakan salah sebuah benda berharga dalam kalangan persilatan, semua kaum persilatan pasti ingin merebutnya meski harus mengorbankan jiwanya sendiri. Tapi sekarang Racun diracun menyerahkan kepadanya tanpa syarat. Hampir2 dia tidak percaya akan kenyataan ini. Namun menghadapi bukti yang nyata ini mau tak mau dia harus percaya.
Mendadak Siang Siau hun menatap tajam kearah Racun diracun, katanya: "Kupandang muka engkoh Bing, perhitungan kita kelak kita selesaikan lagi!"
Racun diracun mendengus dingin, sahutnya: "Sewaktu2 kunantikan." habis ucapannya bayangannya juga lantas menghilang dikegelapan malam.
Suma Bing menghela napas panjang, ujarnya: "Sepak terjang Racun diracun susah diraba sebelumnya!"
"Buyung." seru si maling bintang Si Ban cwan sambil menggerak2an kepalanya yang sudah penuh ubanan: "Semua pengalamanmu ini bukan terjadi secara kebetulan tentu jadi latar belakang yang ganjil. Apakah bakal membawa berkah atau bencana bagi kau susah disangka!"
"Benar, memang wanpwe juga merasa begitu! Eh, apakah Cianpwe dapat meraba siapakah tokoh lihay yang sembunyi dalam rimba tadi?"
"Tentang ini... dia pernah mengatakan 'ada bayangan tanpa bentuk', tapi setahuku belum pernah kudengar ada seseorang yang menggunakan simbol empat kata itu sebagai julukannya. Dari nada percakapan Hui Kong Taysu dengan dia, sedikitnya, tokoh misterius ini berkedudukan tinggi..."
"Mungkin tidak, berhubungan erat dengan Racun diracun?"
"Kemungkinan itu sangat besar!"
"Darimana dia bisa tahu maksud kedatangan wanpwe meluruk ke Siau lim ini?"
"Teka-teki ini susah ditebak. Kecuali kita dapat membuka kedoknya!"
"Dia mengatakan orang yang terkurung dibelakang puncak itu bukan ibuku, dapatkah keterangannya dipercaya?"
"Dapat dipercaya, tapi kelak kau perlu membuktikannya sendiri."
"Benar, aku harus membuktikan."
"Mari kita segera turun gunung!"
"Wanpwe ingin..."
"Kau ingin apa?"
"Aku ingin sekarang juga membuktikan bahwa orang yang dikurung dibelakang puncak itu siapakah sebenarnya?"
Ter-sipu2 si maling bintang Si Ban cwan menggoyangkan tangan: "Jangan!"
"Kenapa?"
"Pertama; saat ini kau masih bukan tandingan Hui Kong Taysu, kedua; Orang dalam rimba itu sudah memberitahu kepadamu bahwa orang yang dikurung dibelakang puncak itu bukan ibumu, kalau kau berkukuh hendak kesana membuktikan itu berarti kau tidak mempercayai ucapannya itu, juga berarti kau menyia2kan kebaikan orang. Dan yang terpenting sekarang kau sudah memperoleh Pedang darah, kau harus tahu apa yang harus kau lakukan..."
Tergerak hati Suma Bing, maka sahutnya: "Baiklah, mari kita pergi."
Ditengah kegelapan malam, tiga bayangan manusia sekencang angin berlarian turun dari puncak Siong san.
Pada terang tanah mereka bertiga sudah jauh meninggalkan Siong san, dalam sebuah kota kecil mereka istirahat sebentar dan menangsal perut terus melanjutkan perjalanan lagi. Ditengah perjalanan itu mendadak Suma Bing ingat sesuatu lantas bertanya kepada si maling bintang: "Cianpwe, aku ada sebuah pertanyaan?"
"Coba kau katakan!"
"Apakah yang disebut 'Bu lim sam coat te' itu?"
Bu lim sam coat te adalah tiga tempat bertuah yang mematikan bagi kaum persilatan.
"Oh, konon kabarnya adalah lembah kematian, Te po (perkampungan bumi) dan Kui tha (menara setan). Bagaimana keadaan dan letak ketiga tempat ini mungkin tiada seorangpun yang jelas dan dapat memberi keterangan."
"Mengapa?"
"Bagi kaum persilatan yang mendatangi ketiga tempat keramat itu, pasti takkan dapat hidup kembali. Lembah kematian adalah tempat dimana kau terjungkal jatuh oleh pukulan Si tiau khek itu. Dimanakah letak Te po itu tiada, seorangpun yang tahu. Sedang Kui tha terletak ditengah Hek cui ouw (danau air hitam) diperbatasan Kui ciu dan Su cwan!"
"Wanpwe berharap ada kesempatan untuk berkenalan dengan tempat2 kramat itu."
"Ah, anak muda berdarah panas, lebih baik kau jangan mempunyai ingatan2 yang berbahaya itu."
Suma Bing tidak bersuara lagi, namun dalam hati ia tengah berpikir; Lembah kematian adalah tempat bersemayam Bu siang sin li, dirinya sudah pernah pergi kesana, dan sekarang juga dia tengah menempuh perjalanan hendak menuju ketempat. Pengalamannya yang aneh dilembah kematian itu belum pernah dia beberkan kepada orang lain. Tentang Perkampungan bumi dan Menara setan diharap pada suatu ketika dia dapat pesiar ketempat yang menakutkan itu.
Tengah mereka mengayun langkah itu, mendadak wajah Siang Siau hun berubah pucat ketakutan dan segera menghentikan langkahnya, kedua matanya terbelalak lebar, serunya gemetar sambil menunjuk keatas sebuah pohon: "Engkoh Bing apakah itu?"
Suma Bing dan si maling tua menghentikan kakinya, mereka memandang menurut arah yang ditunjuk oleh Siang Siau hun. Maka terlihat dipinggir jalan sebelah depan sana diatas pohon berjajar bergantungan empat mayat manusia, keempat mayat itu bergoyang gontai dihembus angin lalu, keadaan yang seram ini benar2 membuat merinding dan takut orang yang melihat.
Suma Bing mendengus ejek terus melesat menubruk kearah keempat mayat gantung itu,
"Engkoh Bing." teriak Siang Siau hun, "Apa yang hendak kau lakukan?"
"Ha, itulah Si tiau khek!" seru si maling bintang bagai tersadar dari lamunannya, tidak mau ketinggalan segera dia juga menubruk maju.
Memang dugaan si maling bintang tidak salah, keempat orang gantung ini memang bukan lain adalah Si tiau khek jagoan kelas istimewa dari Bwe hwa hwe.
Agaknya Si tiau khek memang menanti kedatangan Suma Bing.
Berbareng keempat setan gantung itu perdengarkan tawa melengking yang menggiriskan bulu roma terus melayang turun keatas tanah.
Melihat musuh2 besarnya ini mata Suma Bing merah membara, wajahnya membeku diliputi nafsu membunuh yang tebal.
Terdengar Heng si khek pentolan dari Si tiau khek membuka suara nadanya dingin: "Suma Bing, agaknya usiamu panjang sampai sekarang kau masih hidup."
"Kalau aku sudah mati lalu siapa yang akan menyempurnakan kalian?" desis Suma Bing dengan geram.
"Bedebah!" maki Bau bong khek. "Biar hari ini kita sobek badanmu menjadi delapan bagian. Akan kulihat apakah kau masih bisa hidup kembali?"
"Agaknya kau ingin mati lebih dulu, baiklah aku mulai dari kau!"
'Blum' dengan kecepatan yang susah dibayangkan pukulan Suma Bing dengan telak menghantam Bau bong khek sehingga terpental terbang beberapa tombak jauhnya.
Kiranya Suma Bing telah lancarkan Bu siang sin hoat mendesak maju kehadapan Bau bong khek dan kontan memberinya sebuah pukulan telak. Memang Bu siang sin hoat bukan olah2 hebat dan menakjupkan, sebelum Bau bong khek melihat tegas bayangan musuh tahu2 terasa dada dihantam sebuah godam besar hingga jungkir balik.
Segera Heng si khek membentak gusar dan memberi aba2 kepada saudara2nya: "Awas gerak-gerik bocah ini sangat aneh, mari kita maju berbareng."
Serempak sambil berteriak menggeledek ketiga setan gantung lainnya ini lancarkan pukulan2 dahsyat. Suma Bing insaf bahwa salah seorang dari keempat musuhnya ini saja Lwekangnya lebih tinggi dari dirinya, mana ia berani menyambuti serangan musuh secara keras, sekali berkelebat bagai setan gentayangan tubuhnya lenyap ditengah2 damparan dan pusaran angin pukulan musuh2nya.
Boleh dikata baru kali ini Si tiau khek melihat ilmu kepandaian yang menakjupkan ini, saking kaget dan gentar keringat dingin membanjir keluar. Sungguh mereka tidak habis mengerti dalam jangka pendek selama tiga bulan ini entah darimana bocah ingusan ini dapat mempelajari ilmu sesat yang mandraguna sakti dan hebat ini.
'Blang.' untuk kedua kalinya tubuh Suma Bing berkelebat maju dan menyerang, kali ini sasarannya adalah punggung Heng si khek, kontan tubuhnya terhuyung beberapa langkah sambil menyemburkan darah segar.
Dalam pada itu, meskipun Bau bong khek kena terpukul terbang, namun lukanya tidak terlalu berat, sekali melejit bangun segera ia tiba dalam kalangan pertempuran lagi.
Sementara Suma Bing masih tenang2 berdiri ditempatnya semula, se-olah2 belum pernah berkisar atau bergerak.
Sambil menyeka noda darah diujung bibirnya, tersipu2 Heng si khek mengisiki ketiga saudaranya. Maka dilain saat keempat setan gantung ini sudah berpencar lagi terus mendesak kearah Suma Bing.
Heng si khek dan Hui bing khek yang sudah cacat buah tangannya masing2 lancarkan sebuah pukulan tengah. Belum lagi angin pukulannya mengenai sasarannya bayangan musuh lagi2 sudah menghilang dari pandangan mata.
Bertepatan dengan itu Bau bong khek dan Teh cian khek juga sudah ayun tangan masing2 beruntun lancarkan serangan membadai dari dua pinggiran.
Begitu Suma Bing berkelit dari hantaman tengah kebetulan menyongsong kearah damparan angin pukulan yang kokoh kuat bagai dinding ini, keruan tubuhnya tergetar jumpalitan delapan kaki jauhnya, tanpa kuasa mulutnya menguak seperti hendak muntah. Mendapat peluang ini, secepat kilat Heng si khek dan Hui bing khek segera menubruk maju sambil menendang dan menghantam dengan serangan dahsyat yang mematikan.
Untung gerak gerik Suma Bing masih sangat sebat, tersipu2 ia berkelit kesamping. Bahwasanya Bu siang sin hoat memang sangat lihay dan aneh, tapi kebentur musuh2 lihai yang tenaga dalamnya terlalu tinggi, malah empat orang bergabung dan bersatu padu bekerja sama secara rapi lagi. Dua menyerang dan dua lainnya menjaga diri, serangan kilat dengan cara bokongan yang mengandal kegesitan tubuhnya itu akhirnya toh kena diatasi oleh penjagaan musuh yang rapat. Seperti yang diberitahukan Giok Li Lo Ci kepadanya, bahwa ilmu Bu siang sin hoat cukup kelebihan untuk menjaga diri, namun kurang memadai untuk menyerang musuh.
Kalau yang dihadapi Suma Bing bukan tokoh lihay sebangsa Si tiau khek ini, atau secara satu lawan satu seumpama lawan dua orang juga keadaannya akan lebih menguntungkan.
Jikalau Si tiau khek selalu melancarkan serangan tindakan mereka ini akan sia2, sedikitpun mereka takkan dapat menyentuh seujung rambut Suma Bing. Sebaliknya, kalau Suma Bing turun tangan juga tidak membawa untung bagi dirinya sendiri kekuatan gabungan Si tiau khek, mungkin tiada seorang tokoh lihay dari kalangan persilatan yang kuat menandingi.
Se-konyong2 Heng si khek berteriak menggeledek: "Serang!"
Tiga gelombang angin pukulan yang dingin membeku ber-gulung2 menerpa kearah Suma Bing dengan dahsyatnya. Seperti yang sudah2 dengan mudah Suma Bing berkelebat pindah tempat menghindar...
Bertepatan dengan itu terdengar sebuah seruan kaget dan ketakutan. Tahu2 Siang Siau hun sudah kena diringkus oleh Heng si khek, sebuah tangannya mencengkram pergelangan tangan, sedang tangan yang lain menekan jalan darah Thian to hiat dibatok kepalanya.
Tindakan musuh yang licik dan kejam ini benar2 diluar dugaan Suma Bing, sungguh tidak nyana bahwa Heng si khek bisa mengalihkan sasarannya ketubuh Siang Siau hun, sampai2 si maling tua yang berada tak jauh disampingnya juga tak kuasa mencegah lagi.
Dada Suma Bing hampir meledak menahan gusar, bentaknya bengis: "Heng si khek berani kau menyentuh seujung rambutnya saja, kuhancur leburkan tubuh kalian."
Heng si khek mengekeh tawa seram, sahutnya. "Buyung, tak berguna kau umbar ancaman, pokoknya jiwa nona kecil ini terletak diujung jariku, berani kau bergerak, lihatlah dia mati lebih dulu!"
Dalam pada itu, Bau bong khek, Hui bing khek dan Teh cin khek sudah beruntun berdiri dibelakang Heng si khek, punggung beradu punggung, masing2 menjaga satu jurusan. Betapapun aneh dan lihay gerak tubuh Suma Bing, takkan mungkin dapat melancarkan serangannya lagi.
Wajah Siang Siau hun kelihatan hijau membesi, alisnya berdiri tegak, sedikitpun dia tak kuasa berkutik lagi.
Keadaan Suma Bing serba runyam, mata melotot gigi gemeratak menahan gusar, ingin rasanya ia mengkeremus habis2an empat setan gantung ini.
Sebaliknya Heng si khek sangat puas dan bangga, ujarnya: "Suma Bing, sekarang mari kita tawar menawar jual beli ini!"
"Jual beli apa, coba katakan!"
"Kau sendiri yang menggantikan kedudukan nona ayu ini, bagaimana?"
Sungguh gusar Suma Bing tak terperikan, namun karena Siang Siau hun sudah cidera karena dirinya, maka sambil kertak gigi ia menegasi: "Cara bagaimana menukarnya?"
"Kau ikut kita pergi, maka kita lepaskan nona ayu ini."
"Boleh!"
"Tapi kita harus menotok jalan darahmu dulu."
Tanpa terasa Suma Bing menghela napas dalam dan merinding tubuhnya. Mati hidupnya adalah soal kecil, setelah dirinya kena tertotok jalan darahnya bila Si tiau khek ingkar janji tidak melepaskan Siang Siau hun, bukankah pengorbanannya akan sia2 dan hampa. Apalagi kekejaman Si tiau khek melebihi binatang buas, mungkin si maling tuapun tidak akan luput dari kekejaman mereka.
Karena pikirannya ini segera ia bertanya: "Kalau aku sudah tertotok, apa kalian berani bersumpah pasti melepaskan nona Siang dan Si cianpwe?"
Tersipu2 si maling bintang Si Ban cwan menggoyang tangan dan berkata: "Buyung, jangan kau seret aku kedalam pertikaian ini, maaf aku orang tua harus pergi dulu!" habis ucapannya segera tubuhnya yang bundar cebol itu melenting tinggi menghilang didalam rimba.
Tindakan si maling tua ini benar2 diluar dugaan Suma Bing, keruan hatinya tambah dongkol, namun setelah dipikirkan lantas dia paham maksud kepergian si maling tua ini. Jikalau dia tidak lekas2 menyingkir kalau terlambat mungkin takkan dapat tinggal pergi secara masih bernyawa. Sebab hakikatnya keadaannya sekarang dipihak yang terdesak dan tak mungkin lagi dirinya berani bermain garang dan main kekerasan terhadap Si tiau khek. Kalau si maling tua sudah mengundurkan diri, pasti dia dapat mencari akal dan mencari bantuan untuk menolong dirinya.
Terdengar Heng si khek mendesak lagi: "Buyung, kau sudah ambil kepastian belum?"
"Kau harus melepaskan dia dulu!"
"Kalau kau tidak percaya kepadaku, apa aku harus percaya kepadamu?"
"Engkoh Bing," teriak Siang Siau hun, suaranya serak dan menyedihkan, "Kau pergilah, asal kau selalu ingat untuk menuntut balas bagiku, aku sudah cukup puas!"
Hati Suma Bing bagai di-iris2 pisau, bagaimana bisa dia mengorbankan seorang gadis muda belia yang mencintai dirinya, maka sambil menggeleng kepala dia berkata: "Tidak!"
"Engkoh Bing, apa kau ingin mati bersama Siau moay?"
Dada Suma Bing hampir meledak, kedua matanya melotot bagai menyemburkan api tindakan Si tiau khek meringkus Siang Siau hun sebagai sandera untuk menukar dirinya, membuat dia patah semangat dan pasrah nasib.
"Baik, kau lepaskan dia."
"Tapi, kita harus totok dulu jalan darahmu!"
"Kau lepaskan dulu, segera aku ikut kalian berangkat."
"Kalau kau berontak ditengah jalan?"
"Sungguh menggelikan, ucapan seorang laki2 bagai kuda berlari kencang yang susah dikejar, mati hidup seseorang tergantung ditangan Tuhan."
Setelah ragu2 dan bimbang akhirnya, Heng si khek berkata juga: "Keparat, kali ini boleh aku percaya, tapi perlu kuberitahu, kalau kau sampai ingkar janji, nona ayumu ini juga tidak bakal dapat terbang jauh." — Habis berkata begitu, juga ia lepas tangan mendorong tubuh Siang Siau hun kedepan.
Bergegas Siang siau hun memburu kehadapan Suma Bing, ratapnya: "Engkoh Bing, mari kita pergi, biar perhitungan ini kita tagih kelak"
"Tidak!" sahut Suma Bing dingin acuh tak acuh.
"Apa, terhadap iblis, dan setan kejam demikian kau juga percaya?"
"Adik Hun, kau lekas pergi saja"
"Kau... kau hendak ikut mereka pergi?"
"Apa boleh buat, ucapan seorang laki2 harus ditepati!"
"Apa kau tahu apa akibatnya?"
"Paling banyak mati!"
Tergetar tubuh Siang Siau hun wajahnya juga lantas pucat pasi, sambil membanting kaki ia berkata gemes: "Kecuali aku sudah mati, selama ini aku tidak akan berpisah dengan kau!"
"Adik Hun, kau..."
Suma Bing benar2 terharu dibuatnya, terbayang dalam otaknya kejadian dalam biara bobrok itu, waktu dirinya keracunan bisa Pek jit kui oleh Tangbun Yu putra Racun utara, dia bersumpah hendak menyertainya kealam baka, keadaan saat itu persis benar dengan sikapnya ini.
"Adik Hun, jangan kau membuat aku serba salah?"
"Aku sudah berkeputusan untuk berbuat begitu."
"Adik Hun, untuk menepati janji seorang gagah, aku harus ikut mereka menuju ke Bwe Hwa hwe..."
"Aku juga ikut serta."
"Tidak mungkin!"
Terdengar Heng si khek menyeringai iblis. "Suma Bing apakah ucapanmu masuk hitungan?"
"Sudah tentu"
"Kalau begitu, silahkan kau totok sendiri jalan darahmu, Lohu berjanji tidak akan melukai seujung rambut nona ayu ini."
"Permintaanmu ini tidak dapat kuturuti!"
"Ha, kau ingkar janji dan menjilat ludahmu sendiri?"
"Aku hanya melulusi untuk ikut kalian tapi tidak berjanji untuk menutuk jalan darahku!"
"Tindakanmu ini cerdik juga, kalau mau ikut segeralah berangkat, keraguanmu akan menentukan keselamatan nona ayu ini!"
"Setelah sampai pada tempat tujuan, aku hendak pergi atau lari adalah urusanku, tapi selama dalam perjalanan, jangan kuatir aku tidak akan meninggalkan kalian."
Empat setan gantung itu saling berpandangan lalu mengeluh, lantas terdengar Heng si khek angkat bicara: "Buyung, kita mempercayaimu sekali ini, adalah kau sendiri yang mengatakan selama dalam perjalanan tidak akan merat, jikalau ditengah jalan ada orang mencegat dan turut campur urusan ini, apakah kau masih tetap dapat menepati janjimu?"
"Sudah tentu!"
Diam2 dalam benak Suma Bing sudah mempunyai perhitungannya sendiri.
Menggunakan kesempatan ini dia berharap dapat membongkar kedok Ketua Bwe hwa hwe, mengapa lawan selalu mengejar2 jiwanya. Mengandal kelihayan ilmu gerak tubuhnya yang baru itu dia percaya tidak gampang2 dirinya bakal dapat dikekang oleh musuh.
"Adik Hun, harap kau dengar kataku sekali ini, lekaslah pergi, percayalah kepadaku, tidak lama lagi pasti kita dapat bertemu lagi!"
"Tidak!"
Sikap kaku dan ketus Siang Siau hun ini, membuat Suma Bing serba runyam.
Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah gelak tawa orang yang keras memekakkan telinga. Suara tawa ini sedemikian mendadak dan mengejutkan sehingga semua orang yang hadir tercekat dan tergetar perasaannya.
Baru saja suara gelak tawa itu lenyap lantas terlihat seorang tua aneh yang berjenggot panjang menjulai sampai keperutnya, mengenakan jubah panjang yang bersulam Pat kwa didepan dadanya, kepalanya dibungkus kain saten, tangannya membekal sebuah kipas yang di-goyang2kan.
Kalau Suma Bing dan Siang Siau hun ter-heran2. Sebaliknya kehadiran orang tua aneh ini malah membuat empat setan gantung yang biasa berlaku garang dan telengas itu kuncup nyali dan gemetar tubuhnya.
Terpaut kira2 lima tombak orang tua aneh ini menghentikan langkahnya, kipas ditangannya terus di-goyang2kan, sikapnya acuh tak acuh bagai seorang nabi yang tengah menikmati panorama alam yang indah permai.
Segera Heng si khek maju menyapa: "Orang tua kosen darimanakah kau ini?"
"Hahahaha, aku si orang tua yang kenamaan saja kalian tidak tahu, masih berani berlagak sebagai tokoh dunia persilatan apa segala!"
"Apakah kau orang tua adalah Kong kun Lojin?"
"Tidak salah, agaknya pengalamanmu luas juga!"
Serta merta keempat setan gantung itu menyurut mundur satu langkah.
Demikian juga Suma Bing dan Siang Siau hun terbeliak kaget dibuatnya, mimpipun mereka tidak menyangka bahwa si orang tua aneh dihadapan mereka ini ternyata adalah Kong kun Lojin yang dipandang sebagai malaikat penyelamat bagi aliran putih dan dipandang sebagai Giam lo ong oleh golongan hitam.
+===============================+
Benarkah orang tua aneh ini adalah Kong Kun Lojin? Apakah kedatangannya ini hendak menolong Suma Bing?
Ada latar belakang apakah dibalik tugas Si tiau khek yang hendak meringkus Suma Bing ke Bwe Hwa Hwe?
Siapakah Ketua Bwe Hwa Hwe yang sebenarnya? untuk pertanyaan ini silahkan Baca Jilid selanjutnya.
+===============================+

Pedang Darah Bunga IblisWo Geschichten leben. Entdecke jetzt