49. Ajal Bu Khek Siang Lo

2.9K 50 0
                                    

Sebetulnya ketiga pemuda itu percaya benar akan kekuatan gabungan pukulan mereka, bahwa dikolong langit ini takkan ada tokoh lihay siapapun yang kuat melawan keampuhan Kiu yang sinkang.

Tapi kenyataan bahwa Lwekang Suma Bing jauh diluar perkiraan mereka sendiri.

Mendadak bayangan Suma Bing berkelebat tubuhnya menubruk kearah salah satu pemuda itu, dimana terlihat sinar kilat berkelebat. Kontan terdengar lolong panjang kesakitan yang menggetarkan sanubari seluruh hadirin. 'Blang', raga pemuda baju putih itu terbanting keras terkapar diatas tanah, darah menyembur bagai air ledeng dari dadanya.

Hampir dalam waktu yang bersamaan, dua jalur angin pukulan yang dahsyat menerjang tiba mengarah punggung Suma Bing. Keruan Suma Bing terpental kedepan menubruk angin, namun secepat itu pula tubuhnya sudah memutar balik, dan hanya sekali berkelebat lagi2 tubuhnya sudah kembali ketempat asalnya tadi, sorot matanya dingin menggiriskan menatap kearah seorang pemuda baju putih yang lain.
Pucat pasi wajah kedua pemuda baju putih yang masih ketinggalan hidup ini, serta merta mereka saling mepet dan mundur setindak demi setindak.
Sungguh kecepatan gerak tubuh Suma Bing susah diikuti oleh pandangan mata, secepat tubuhnya bergerak secepat itu pula terdengar pekik kesakitan yang menyayatkan hati, pancuran darah membasahi bumi, lagi2 salah seorang dari kedua pemuda itu sudah ajal ditembusi dadanya.
Tiga diantara pemuda baju putih itu kini tinggal seorang yang masih ketinggalan hidup. Keruan serasa terbang arwahnya, insaf kalau dirinya juga bakal tidak mungkin menyelamatkan diri, namun betapapun daya kekuatan untuk hidup masih merangsang benaknya sehingga dia harus meronta dan berontak dari kekangan elmaut kematian ini. Setelah menghimpun seluruh kekuatannya, bukan lari malah dia menubruk kearah Suma Bing dengan nekad.
Terdengarlah suara 'blang, blung' yang keras dalam sekejap mata beruntun Suma Bing mandah digenjot dan dihantam sebanyak lima kali, tubuhnya hanya mundur tiga tindak.
Sebaliknya si pemuda merasakan kedua tangannya terasa hampir patah, sakitnya bukan buatan, ia berdiri termangu bagai patung.
Maka dengan mudah saja cundrik yang tajam berkilauan itu menusuk amblas kedalam dadanya malah terus menembus sampai kepunggungnya. Sebuah jeritan panjang memecah kesunyian, darah menyembur keluar lagi tubuhnya terkapar tanpa bergerak lagi.
Suma Bing menyimpan kembali cundriknya, terus angkat langkah menghampiri kearah rombongan Bu khek bun. Sejauh satu tombak baru ia berhenti melangkah.
Bagai tersadar dari lamunannya cepat2 Bu khek chiu Tio Leng wa tampil kedepan sambil angkat tangan serta, katanya: "Saudara ini terimalah hormat serta pernyataan terima kasih kami!"
Tawar2 saja Suma Bing berkata: "Ciangbunjin jangan banyak peradatan."
"Terima kasih banyak akan bantuan Siauhiap yang sangat berharga ini!"
"Ah, tidak perlu sungkan2!"
"Kalau tiada Siauhiap membantu tepat pada waktunya, susahlah dibayangkan akibatnya."
"Sudah cayhe katakan tidak perlu sungkan2, kubunuh semua kurcaci Bwe hwa hwe itu bukan lantaran hendak menalangi ancaman bahaya perguruan kalian."
Semua anak murid Bu khek bun mengunjuk rasa heran dan kaget. Segera Bu khek siang lo tampil kedepan sembari angkat tangan, ujarnya: "Lohu kakak beradik mewakili sekalian anak murid kita menyampaikan banyak terima kasih!"
Suma Bing ganda mendengus ejek, sorot matanya yang mengandung kebencian menatap kearah kedua orang tua ini. Keruan berobah airmuka Siang lo, tanpa sadar mereka mundur selangkah lebar saking gentar.
Bu khek chiu Tio Leng wa merasakan keganjilan suasana yang menguatirkan ini, cepat2 ia maju sama tengah dan berkata sambil memberi hormat: "Siauhiap silahkan istirahat didalam sambil menikmati sekedar minuman teh!"
"Terima kasih akan kebaikanmu ini!"
"Siauhiap..."
"Ketahuilah bahwa kedatanganku ini mempunyai satu tujuan!"
"Harap tanya..."
"Kedatanganku diperguruan kalian ini untuk menagih perhitungan lama!"
"Perhitungan lama?"
"Tepat sekali!"
"Aku kurang paham apa yang Siauhiap maksudkan?"
Sorot pandangan Suma Bing melirik kearah Bu khek siang lo, katanya: "Kurasa Siang lo kalian sudah paham apa yang kumaksudkan."
Memang Bu khek siang lo sudah menduga akan urusan apa, wajah tuanya kontan berubah pucat kebiru2an terus berubah pucat memutih, salah seorang tua itu tampil kedepan serta katanya penuh keharuan: "Kau ini..."
Sepatah demi sepatah Suma Bing berkata: "Keturunan Su hay yu hiap Suma Hong!"
"Oh!" Siang lo berseru kejut berbareng dan mundur tiga langkah tubuhnya bergemetaran hebat sekali.
"Kalian berdua sudah paham?" desak Suma Bing menyeringai.
"Siauhiap". seru Bu khek chiu Tio Leng wa gugup. "Kalau ada urusan baiklah dirundingkan per-lahan2!"
Suma Bing ulapkan tangan, katanya: "Ciangbunjin, lebih baik kau tidak turut campur dalam urusan ini!"
Mulut Bu khek chiu Tio Leng wa bagai disumbat tanpa kuasa membuka mulut lagi. Sedang anak muridnya semua melongo dan saling pandang, mereka tidak tahu peristiwa apakah yang pernah terjadi.
Setelah menghela napas panjang, Siang lo sama2 angkat sebelah tangan terus menghantam kebatok kepalanya sendiri.
Sigap sekali Suma Bing tudingkan jarinya, kontan dua jalur angin telunjuknya mencicit melesat kedepan. Terdengar Sianglo mengeluh tertahan, tangan masing2 yang sudah terangkat tinggi itu kini tergantung lemas tanpa mampu bergerak lagi.
Tertua dari Sianglo mendelik gusar semprotnya: "Suma Bing, apa2an maksudmu ini?"
Tanpa banyak cakap lagi, Suma Bing melolos keluar cundrik penembus dada.
"Suma Bing, bagimu membunuh orang segampang kau menganggukkan kepala. Memang dulu Lohu berdua pernah berbuat salah, tapi masa belum cukup kita menebus dengan kematian?"
Wajah Suma Bing membeku dingin, katanya: "Semua orang yang turut mengeroyok dan menganiaya ayahku dulu tiada seorangpun yang boleh luput dari hukuman yang serupa."
"Kau terlalu kejam..."
"Kalian menyesal setelah terlambat?"
Tersipu2 Bu khek chiu Tio Leng wa maju sama tengah, katanya gugup: "Siauhiap..."
Tanpa berpaling Suma Bing ulapkan sebelah tangan, kontan Bu khek chiu terhuyung mundur.
Bu khek sianglo menjerit dengan penuh kepedihan: "Sebab dan akibat saling berbalasan, Suma Bing, silahkan kau turun tangan!"
Pada saat itulah tiba2 terdengar sebuah bentakan nyaring dari kejauhan sana: "Suma Bing, berani benar kau!"
Suma Bing terperanjat, tanpa terasa tangannya diturunkan kembali, matanya berkilat memandang kearah datangnya suara. Begitu melihat tegas, kontan tubuhnya merinding dan berdiri bulu kuduknya, matanya kesima mulutnya melongo.
Seorang gadis serba putih melayang datang seperti Dewi yang melayang tiba dari kahyangan.
Dia adalah Ting Hoan?
Tapi sebuah pikiran lain segera menghapus perasaannya dalam kenyataan ini. Sebab Ting Hoan sudah meninggal setelah diperkosa oleh Racun diracun, malah dia sendiri yang turun tangan mengubur jenazahnya, orang yang sudah mati sudah tentu takkan hidup lagi.
Tapi kenyataan yang datang ini memang Ting Hoan adanya. Dia meng-ucek2 mata, dan melihat lagi lebih tegas, memang tidak salah, Ting Hoan adanya.
Betapa besar rasa kejut hatinya susah diuraikan dengan kata2, tubuhnya limbung tiga langkah. Apa mungkin Ting Hoan benar2 hidup kembali? Kenyataan ini lantas menghancurkan segala pikiran.
Dalam pada itu, gadis serba putih itu sudah berdiri tegak diatas tanah, matanya menyapu keseluruh gelanggang, per-tama2 dipandangnya Bu khek sianglo penuh perhatian. Lalu berpaling kearah Bu khek chiu Tio Leng wa serta panggilnya: "Ayah!"
Bu khek chiu Tio Leng wa berjingkrak kegirangan serunya: "Anak Siok, kau...sungguh tepat kedatanganmu..."
Percakapan ini membuktikan bahwa gadis serba putih ini bukan Ting Hoan adanya. Ini benar2 sangat aneh dan ganjil, sungguh tak terduga dikolong langit ini ternyata ada dua orang yang mirip sedemikian rupa bagai pinang dibelah dua.
Gadis serba putih ini merengut gusar, jengeknya dingin: "Suma Bing, apa yang hendak kau lakukan?"
"Siapa kau ini?"
"Nonamu ini Tio Keh siok, putri tunggal Bu khek Ciangbun, sudah jelas belum?"
"Kalau begitu, dengarlah biar jelas, kedatangan cayhe ini untuk menuntut balas."
"Menuntut balas?"
Suma Bing mengiakan.
"Siapa yang bermusuhan dengan kau?"
"Bu khek sianglo!"
"Susiokco!" seru Tio Keh siok lirih sambil memandang kearah Bu khek sianglo.
Rasa duka dan ketakutan Bu khek sianglo masih belum hilang, berbareng mereka manggut2.
Sekilas Tio Keh siok memandang kearah Sianglo penuh tanda tanya dan tak mengerti lalu berputar menghadapi Suma Bing, katanya: "Kau menjadi anak buah dari Jeng siong hwe."
Suma Bing angkat cundrik ditangannya tinggi2, serunya lantang: "Dalam dunia persilatan hakikatnya tiada kumpulan yang dinamakan Jeng siong hwe apa segala?"
"Lalu Rasul penembus dada yang muncul itu...?"
"Rasanya tidak perlu aku memberi penjelasan kepadamu."
"Suma Bing, susiokcoku berdua ada permusuhan apa dengan kau?"
Suma Bing menggigit gigi: "Dendam setinggi langit sedalam lautan!"
Lagi2 Tio Keh siok melirik kearah Sianglo, dia mengharap pembuktian dari mulut Sianglo sendiri.
Akhirnya salah satu Sianglo itu membuka mulut juga: "Suma Bing, peristiwa dipuncak kepala harimau pada limabelas tahun yang lalu, antara hitam dan putih yang ikut serta dalam pengeroyokan tidak kurang dari ratusan orang jumlahnya. Tahukah kau siapakah sebenarnya yang turun tangan secara langsung kepada ayahmu Su hay yu hiap Suma Hong?"
Sorot mata Suma Bing memancarkan kebuasan, desisnya bengis: "Ayahku terbunuh karena keroyokan kalian bangsa sampah persilatan!"
"Kau jangan menuduh se-mena2 tanpa bukti!"
"Tuan hadir tidak dalam peristiwa itu?"
"Ya, kami hadir tapi sebagai penonton saja!"
"Hm, pembual nomor satu. Tuan ikut turun tangan tidak?"
"Ini..."
"Jangan ini itu, hutang jiwa bayar jiwa, hutang darah bayar darah..."
Tio Keh siok maju beberapa langkah merintangi didepan Sianglo, jengeknya dingin: "Suma Bing, cundrik ditanganmu itu entah sudah berlepotan darah berapa banyak tokoh2 silat, masa sebanyak itu masih kurang dapat menghimpas jiwa ayahmu seorang. Balas membalas tiada habisnya, kiranya sudah saatnya kau hentikan kekejaman yang mengalirkan banyak darah dan jiwa ini?"
"Sesudah tiba saatnya pasti akan berhenti, kalau para kurcaci yang tidak tahu malu dari sampah persilatan itu sudah tertumpas habis."
"Jadi tekadmu hendak membunuh habis mereka semua sampai ke akar2nya?"
"Bukan sampai ke akar2nya. Seorang anak harus membalaskan dendam ayahnya, ini sudah jamak dan adil bukan?"
"Tapi kurasa hari ini kau pasti akan kecewa!"
"Jadi nona hendak merintangi tindakanku?"
"Tidak salah!"
"Apakah kau mampu?"
"Mari kau coba2?"
Suma Bing berkata dengan nada berat: "Nona Tio, perguruan Bu khek bun belum pernah melakukan kejahatan besar dalam Bulim, maka aku tidak mau melukai atau membunuh orang yang tidak berdosa..."
"Suma Bing lebih baik kau silahkan pergi saja!"
"Tidak mungkin!"
"Kalau begitu janganlah kau ber-pura2 welas asih dan berbuat bajik, kau sangka pasti dapat berhasil?"
Keras2 Suma Bing mendengus, ancamnya: "Bagus sekali, aku Suma Bing tidak keberatan untuk menambah banyak pembunuhan!" sembari berkata tubuhnya mendadak bergerak memutar setengah lingkaran melewati tubuh Tio Keh siok terus menerjang kearah Sianglo, berkelebat sambil menyerang, sungguh kecepatan gerak tubuhnya ini bagai kilat menyambar.
"Berani kau!" terdengar sebuah bentakan nyaring diiringi gelombang angin pukulan menerjang kearah Suma Bing, kekuatannya bagai gugur gunung dan geledek menggetar.
Dentuman keras bagai bom meledak ini membuat tubuh Suma Bing terpental balik ketempat asalnya. Sedang Tio Keh siok sendiri juga bersamaan terpental balik terkena daya tolakan luar biasa sehingga terhuyung beberapa langkah.
Kedua belah pihak sama kaget dan melengak akan kekuatan lawan masing-masing.
Diam2 tercekat hati Suma Bing, bahwa kepandaian lawan ternyata hebat luar biasa diluar perhitungannya. Serangan tadi bukan olah2 dahsyat kekuatannya sungguh susah diukur. Sedang Tio Keh siok sendiri juga tidak kalah kejutnya, ternyata hanya mengandal kesaktian tenaga pelindung badan musuh cukup membuat dirinya terpental balik tanpa terkendali. Kalau bergebrak sungguh, bukankah lebih hebat menakutkan. Tapi dalam keadaan dan situasi sekarang ini, tiada tempat baginya untuk mengundurkan diri, sebab bagaimana juga ia tidak tega melihat kedua Susiokconya tewas di ujung cundrik musuh.
Sebenarnya Bu khek sianglo bukan penjahat dari aliran hitam, justru karena temaha dan loba saja sehingga berbuat tindakan yang sesungguhnya sangat memalukan perguruan, menyesal juga sudah kasep. Kini mereka termangu bagai patung di tempatnya.
Bu khek chiu Tio Leng hwa membanting kaki sembari meremas2 kedua tangannya dengan sedih. Sebagai pejabat ketua dari satu aliran, dia tidak tahu kalau dalam perguruannya ada anggota tertua yang ikut dalam komplotan memperebutkan benda pusaka orang lain, ini merupakan suatu penghinaan dan pengrusakan nama baik perguruan. Sudah tentu dia tidak kuasa untuk merintangi musuh untuk menuntut balas. Tapi hakikatnya memang tak mungkin dan tak kuasa dirinya merintangi. Sebaliknya dalam batin dia juga tidak rela untuk mencegah putrinya turun tangan mencampuri urusan ini, yang diharapkan satu2nya hanyalah kemungkinan timbulnya suatu keanehan yang ajaib...
Para anak murid yang lain lebih2 tak dapat berbuat apa2, bagian mereka hanya menonton sambil melongo saja. Memang cara Suma Bing turun tangan membereskan seluruh anak buah Bwe hwa hwe tadi sungguh menciutkan nyali mereka.
Amarah Suma Bing semakin memuncak, sambil menggerung keras, sekali lagi tubuhnya melejit langsung menubruk kearah Sianglo lagi.
Tio Keh siok menggertak geram, secepat kilat dikirimkannya sejurus serangan yang aneh bin ajaib...
Siang2 Suma Bing sudah mempunyai perhitungan, ditengah jalan mendadak ia rubah permainan silatnya, jurus Mayapada remang2 kontan diberondong keluar secepat kilat.
Timbullah pemandangan yang mengerikan dan mengejutkan semua orang dalam gelanggang batu beterbangan pasir dan debu bergulung menari2 ditengah udara, tanah tergetar merekah, saking hebat angin badai yang timbul ini seakan geledek menyambar menggoncangkan seluruh mayapada.
Hampir dalam waktu yang bersamaan terdengar dua kali jeritan panjang yang mengerikan menusuk pendengaran telinga.
Setelah angin dan badai berhenti keadaan sudah menjadi terang lagi, tampak Bu khek sianglo sudah rebah diatas tanah dalam genangan air darah, dada mereka masing2 berlobang dan mengalirkan darah dengan derasnya.
Maka beramai2 Bu khek chiu Tio Leng wa dan anak muridnya memburu maju kearah kedua jenazah itu.
Sementara itu, dengan kalem Suma bing tengah memasukkan cundriknya kedalam baju.
Tio Keh siok memekik nyaring terus menubruk kearah Suma Bing.
Sebat sekali Suma Bing melejit mundur sejauh delapan kaki, serunya tanpa emosi: "Nona Tio, aku tidak ingin membunuh kau!"
"Tapi akulah yang ingin membunuh kau!" desis Tio Keh siok penuh kebencian. Seiring dengan habis suaranya, tubuhnya yang ramping semampai itu melejit maju lagi sambil mengayun sebelah tangannya, berpetalah gambar pukulan tangan yang menderu membawa kesiur angin keras melengking terus bergulung menungkrup keseluruh tubuh Suma Bing.
Suma Bing terkejut melihat kehebatan serangan ini, sungguh susah diukur dan ganjil benar serangan ini, sedemikian keji tiada bandingannya di kolong langit ini. Seluruh sudut kedudukan dirinya semua terancam dalam jurus serangan musuh ini, sedikitpun tak terlihat lobang kelemahannya sehingga membuat orang tak tahu cara bagaimana dirinya harus membela diri atau menyingkir.
Sungguh dia tidak mengerti, bahwa Lwekang Tio Keh siok ternyata jauh diatas Bu khek sianglo, malah hakikatnya kepandaiannya ini bukan pelajaran dari Bu khek bun mereka sendiri?
Waktu tiada memberi tempo untuk dia banyak berpikir, terpaksa dengan jurus Mayapada remang2 lagi dia balas menyerang untuk menandingi serangan musuh.
Angin badai saling tumbuk dan saling terjang dengan dahsyatnya menimbulkan dentuman keras yang menggetarkan seluruh langit dan bumi.
Seketika Suma Bing merasa darah dan pernapasannya sesak dan mengembang, tapi tubuhnya masih kuat berdiri tegak tanpa bergeming.
Sebaliknya Tio Keh siok terhuyung mundur lima langkah, wajahnya berobah pucat.
Yang benar2 terkejut sebenarnya adalah Suma Bing sendiri. Pernah secara gampang saja dalam dua jurus dia mengalahkan Hudco dari Siau lim si Hui Kong Taysu, tapi nona jelita yang masih muda dan berusia tidak lebih dari dua puluh tahun ini ternyata kuat dan mampu menahan jurus serangannya tanpa kurang suatu apa, ini benar2 luar biasa.
Setelah melancarkan pernapasannya kembali Tio Keh siok melompat maju lagi, wajah membesi, kedua tangannya bergerak bergantian terus dikebutkan keluar.
Jangan kira hanya gerak kebutan saja kelihatannya enteng dan biasa saja, namun sebenarnya mengandung kekuatan dalam yang tidak kentara, betapa besar kekuatannya ini benar2 sangat mengejutkan.
Suma Bing merasa tiba2 dirinya dilingkupi gelombang kekuatan bagai gugur gunung yang meluruk semua kearah tubuhnya. Maka pikirnya, biar kucoba betapa besar kemampuanmu. Karena pikiran siaganya ini, Giok ci sinkang terkerahkan sampai sepuluh bagian tenaganya terus menyelubungi seluruh tubuhnya.
Melihat sikap lawannya yang acuh tak acuh dan ogah2an se-akan2 tak terjadi apa2 semakin geram hati Tiok Keh siok, kekuatan tenaga pukulannya ditambah dan dipergencar terus diberondong semakin dahsyat. Dentuman yang menggelegar membuat hawa udara lima tombak sekelilingnya pepat dan berputar membumbung tinggi seperti angin lesus.
Para hadirin yang menonton termasuk Bu khek chiu sendiri sampai tidak kuat berdiri lagi, mereka terdesak mundur sempoyongan, malah ada yang jungkir balik terguling.
Suma Bing masih berhadapan dengan Tio Keh siok tanpa bergerak, hati masing2 maklum, salah satu pihak menyerang dengan seluruh himpunan tenaganya, sedang yang lain mandah diserang secara kekerasan, kalau dibandingkan anak kecil juga segera dapat membedakan siapa kuat siapa asor.
"Nona sudah saatnya kau menghentikan sepak terjangmu ini?"
"Suma Bing," teriak Tio Keh siok beringas "Kecuali kau memberikan keadilan!"
"Apa keadilan?"
"Apakah kematian kedua Susiokcoku itu lantas sia2 belaka?"
"Memang setimpal kematian mereka."
"Tutup mulut, kalau nonamu ini tidak membunuhmu, aku bersumpah tidak menjadi manusia."
"Apakah kau mampu?"
"Serahkan jiwamu!" seiring dengan gertakan nyaring ini, untuk ketiga kalinya Tio Keh siok lancarkan serangan jurus ketiga, jari dan telapak tangan bergerak berbareng, sedemikian aneh dan hebatnya cara geraknya ini sehingga semua tempat2 vital yang mematikan ditubuh lawan semua dalam ancaman renggutannya.
Sedemikian jauh Suma Bing terus mengalah, tapi dalam keadaan yang terdesak ini akhirnya hatinya berpikir, kalau aku tetap mengalah terus kapan akhir urusan disini. Maka dia juga membarengi membentak keras: "Rebahlah!" jurus kedua dari Giok ci sinkang yaitu Bintang berpindah jumpalitan dilancarkan.
Benar juga seperti apa yang diteriakkan Suma Bing, terdengar keluhan tertahan seperti orang hampir muntah, kontan Tio Keh siok terpental jatuh dan rebah diatas tanah, mulutnya terpentang dan muntahlah darah segar.
Semua kerabat dari perguruan Bu khek bun menjerit kaget, "Anak Siok!" pekik Tio Leng wa sambil memburu maju.
Pada saat itu juga Tio Keh siok meronta dan merangkak bangun berdiri, dengan nadanya yang menggiriskan ia berkata: "Suma Bing, bunuhlah aku?"
"Aku tidak ingin membunuh kau."
"Kelak kau akan menyesal!"
"Selamanya aku tidak kenal menyesal."
"Ingat, akan datang suatu hari pasti aku akan membunuhmu."
Nada ancaman ini penuh rasa kebencian yang meluap2. Tanpa terasa Suma Bing sampai bergidik seram, tapi dimulut dia masih bersikap congkak: "Selalu cayhe nantikan saat itu!"
Kakinya menjejak tanah, tubuhnya terus terbang berlari keluar dari Bu khek po.
Sejak berhasil dan mencapai sukses dalam mempelajari Giok ci sinkang. Dalam satu jurus saja Loh Cu gi kena dikalahkan dan ngacir terbirit-birit membawa luka. Hui Kong Taysu pendeta agung dari Siau lim si dalam dua jurus kemudian mengaku kalah. Sebaliknya Tio Keh siok seorang gadis muda belia yang belum cukup berusia dua puluh ternyata kuat bertahan sebanyak tiga jurus serangannya, betapa tidak mengejutkan.
Siapa dan tokoh macam apakah yang mampu memberi pelajaran sedemikian hebat kepada seorang gadis kecil?
Setelah tiba diluar perbentengan musuh, Suma Bing menghela napas panjang. Baru pertama kali ini dia secara terang atas namanya sendiri menuntut balas, yang digunakan juga cundrik yang dulu pernah digunakan ibunya untuk melepaskan penderitaan dirinya maka ditusuknyalah ulu hatinya. Terkenang akan penderitaan selama ini. Sekarang terasalah enteng beban dirinya, hatinya berseri girang.
Sekarang tujuannya yang utama adalah markas besar Bwe hwa hwe. Barisan pohon Bwe yang aneh itulah merupakan ganjalan paling berat dalam batinnya, sampai saat itu, masih belum terpikirkan cara2 pemecahannya untuk memasuki barisan aneh itu. Tapi bagaimanapun juga keinginan hendak menuntut balas selalu merangsang jiwanya sehingga mendorongnya segera harus tiba dimarkas besar Bwe hwa hwe.
Betapa banyak para jagoan silat dari Bwe hwa hwe, namun demikian dalam anggapannya mereka tidak lebih hanya kaum keroco yang tidak perlu diambil perhatian, membunuh mereka segampang membalikkan tangan baginya. Mencuci bersih seluruh Bwe hwa hwe dengan darah mereka sendiri, ingatan yang seram dan menakutkan ini selalu merasuk dan merangsang benaknya.
Untuk mempercepat tiba ditempat tujuan, Suma Bing kerahkan seluruh tenaga untuk berlari bagai terbang. Tengah mengayun langkah itulah tiba2 dilihat sebuah bayangan hitam tengah mendatangi dari arah depan sana dengan tidak kalah cepatnya. Ketajaman pandangan Suma Bing sekarang luar biasa, sekilas pandang saja dia sudah mengenal siapakah yang tengah mendatangi itu. Segera ia hentikan langkahnya dan mencegat ditengah jalan gertaknya keras: "Berhenti!"
Sambil berseru kaget bayangan hitam itu segera berhenti.
Mata Suma Bing mencorongkan sorot kebuasan, menyapu pandang kearah musuh, berkatalah dingin: "Racun diracun, tak duga kita bertemu disini!"
Memang benar yang baru datang ini adalah Racun diracun, tampak matanya yang banyak putih dari hitamnya itu berjelalatan, serta sahutnya angkuh: "Suma Bing, kau hendak apa?"
"Kukira kau masih belum lupa perkataanku sebelum kita berpisah dulu bukan?"
"Coba kau katakan sekali lagi?"
"Aku hendak membunuhmu!"
"Suma Bing," desis Racun diracun gemetar, "Sudah kukatakan setengah tahun lagi akan kubereskan sendiri pertikaian kita itu!"
"Aku sudah tidak sabar lagi!"
"Jadi kau hendak turun tangan sekarang juga?"
"Memang begitulah yang kuinginkan."
"Suma Bing sebenarnya aku juga bisa melenyapkan jiwamu dalam sekejap mata."
"Menggunakan racunmu?"
"Memang itulah bekal dan modalku, lebih baik kalau kau sudah tahu!"
Berkelebat cepat pikiran Suma Bing, jikalau dia lancarkan sekuat tenaga salah satu dari jurus kepandaian Giok ci sinkang, sudah pasti Racun diracun tiada kesempatan untuk bertahan apalagi balas menyerang.
"Racun diracun," kata Suma Bing dengan nada berat, "Dendam dan budi masih dapat kubedakan, hutang budiku kepadamu, biarlah kubalas dengan jiwa ragaku, mengenai kau tak dapat tidak kau harus kulenyapkan dari bumi ini."
"Suma Bing sedemikian kukuh dan besar tekadmu sampai tidak memberi sedikit kelonggaran?"
Suaranya tergetar sedih.
Suma Bing menggigit gigi. Kedua tangannya mulai bergerak terangkat naik, Giok ci sinkang sudah terkerahkan sampai puncaknya yaitu dua belas bagian hawa murninya.
Pada saat kritis itulah mendadak terdengar sebuah suara yang sudah agak dikenalnya: "Suma Bing, kau tidak boleh membunuhnya!"
Suma Bing menoleh kearah datangnya suara, seketika tubuhnya merinding seram, tampak samar2 diatas puncak sebuah pohon besar dipinggir sana terlihat seperangkat kerangka memutih yang terbungkus kain sutera putih pula me-lambai2 ditiup angin. Serta merta Suma Bing membatin: "Pek Kut Hujin."
Maka segera ia hentikan tindakan selanjutnya terus memberi hormat sembari berkata: "Cianpwe ada pengajaran apa?"
Berkatalah Pek Kut Hujin dengan irama yang menusuk telinga: "Kau tidak boleh melukainya."
Berkerut alis Suma Bing, tanyanya: "Apakah Cianpwe sudah tahu sepak terjang muridmu yang laknat ini?"

Pedang Darah Bunga IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang