Sesak

13.9K 715 212
                                    


Daffa memang anak yang pintar. Dia mendapat juara 3 di kelasnya, peringkatnya terus saja naik, kali ini kali pertama dia mendapat hadiah, aku sangat senang bisa menemaninya. Bahagia sekali melihat Daffa tersenyum lebar memegang piala kecil itu. Bahkan di dalam mobil terus saja di peganginya.

"Mama, piala nya bagus yaa." Daffa terus saja menunjukkan pialanya berkali- kali.

"Iya Daffa bagus kok." Ujarku sambil menengok ke belakang karena Daffa duduk di kursi belakang.

"Kamu mau langsung ke rumah Bubun sekarang?" tanya Mas Farhan yang sedang fokus menyetir di sampingku.

"Iya Mas, aku udah kangen banget sama Bubun."

"Yahh Mama kok pulang sih, nggak lama kan pulangnya nanti ke rumah lagi kan." Rengek Daffa.

"Hehehe iya Daffa."

"Janji ya Ma."

"Iya- iya."

Setelah mendarat di Indonesia aku memang langsung ke rumah Mas Farhan, paginya pun langsung ke sekolah Daffa. Baru siang ini setelah semua selesai aku akan ke rumah Bubun. Dan sekarang kami sedang dalam perjalanan ke sana.

Ku lihat suasana yang sudah lama tidak ku rasakan lewat jendela mobil. Ku edarkan pandanganku, seketika aku teringat bahwa sebentar lagi kami akan melewati taman kota. Tempat dimana semua kenanganku terjadi. Jika boleh jujur, memang belum sepenuhnya kenangan itu hilang dari ingatanku. Bahkan saat ini kenangan itu seperti terputar kembali dalam pikiranku. Semudah itukah kenangan itu muncul lagi.

"Mas Farhan."

"Iya?"

"Aku ke rumah Bubun sendiri aja, aku mau ke taman kota dulu di depan itu." Entah mengapa aku ingin sekali duduk sebentar di taman kota. Aku tahu itu akan menumbuhkan luka, hanya saja aku ingin mampir.

"Kamu beneran?"

"Hmm."

"Kamu gakpapa kan?"

"Iya gakpapa kok Mas."

Tak lama kemudian mobil Mas Farhan berhenti tepat di depan taman kota. Aku pun bersiap- siap untuk keluar dan melepaskan seat beltku.

"Mas Farhan makasih ya udah nganterin aku."

"Iya kalo butuh apa- apa bilang aja sama Mas ya."

"Iya, ohiya bilangin ke Daffa ya Mas nanti." Ujarku sambil melihat Daffa yang tertidur pulas sambil memeluk pialanya, sepertinya dia lelah.

"Iya, kamu hati- hati ya, hubungi aku kalau udah sampai rumah."

"Oke, kamu juga hati- hati ya Mas."

Aku melambaikan tanganku pada Mas Farhan yang mulai melajukan mobilnya kembali. Mas Farhan sangat membantuku selama ini, dialah yang selalu memenuhi kebutuhanku. Aku sudah menolak bantuannya beberapa kali, tapi dia tetap saja memaksa. Hanya saja dia memintaku untuk selalu menemani Daffa sebagai imbalan. Aku sudah menganggap Mas Farhan sebagai kakakku sendiri, begitu juga dengan Fahira. Mereka sudah seperti keluarga bagiku.

***

Ku hembuskan nafasku beberapa kali dan memejamkan mataku. Aku sangat rindu suasana di sini. Taman ini, sudah tiga tahun aku tidak menikmati rasanya duduk di kursi ini.

"Huaaaa omaa omaa huaaaa." Jeritan anak kecil berhasil membuatku membuka mata.

"Huaaaa hikss hikss omaaa."

Ternyata seorang gadis kecil imut yang sepertinya baru senang-senangnya berjalan jatuh tepat di depanku. Dengan segera mungkin aku menolongnya dia terlihat sangat kesakitan dan ketakutan.

PACAR RAHASIA : Bukan LagiWhere stories live. Discover now