45. Sebuah Pertanyaan

17.3K 740 12
                                    

Aldran pulang ke rumahnya sekitar jam 8 karena sedari tadi ia enggan pulang dari rumah Nara. Di tambah lagi Helen memintanya untuk datang ke rumah dengan alasan kesepian.

Bukannya setiap hari si Helen suka alone ye? Pikir Aldran.

Ia mengempaskan tubuhnya di sofa dan menutup mata, lelah dengan hari ini. Dan tanpa di sadari Aldran, Tama datang menghampiri putra sulungnya tersebut.

"Ayah ga suka liat kamu kaya gini terus bang. Balik ke rumah malah bonyok!" Sejujurnya tama bingung harus bersikap bagaimana pada anak sulungnya ini yang keras kepala seperti dirinya.

Kadang Tama merasa kesal sendiri dengan dirinya yang sangat keras kepala ketika melihat tingkah anaknya yang mengingatkan ia pada pesan sang ayah yang selalu memintanya untuk bersabar dan mengalah tidak terlalu keras kepala.

"Udah lah bang. Kamu jangan bikin gang-gang gituan. Kamu juga yang bonyok. Faedahnya apa sih bang?" Tama duduk di sofa samping Aldran yang masih enggan membuka matanya.

Mendengar ucapan sang ayah tercinta Aldran segera bangun dan merubah posisinya menjadi duduk menghadap sang ayah dengan tatapan serius.
"Ya ada faedahnya lah Yah!" jawab Aldran.

"Apa faedahnya? Dapet tato bonyok gratis gitu? Almi juga bisa make up-in kamu ala-ala bonyok gitu mah", balas Tama.

"Ya bukan itu lah Yah. Faedahnya adalah tertanam jiwa solidaritas di antara kita semua. Dan ayah juga pernah muda kan, Al juga tau Yah. Ayah tuh dulu juga terkenal dengan badboynya itu dan ayah playboy kan?" jawab Aldran.

"WHAT?! AYAH PLAYBOY DULUNYA?!" Almi tiba-tiba datang dengan sangat heboh dan ikut nimbrung dengan kakak dan ayahnya.

"Itu dulu ya bang! Sekarang ayah tuh dan insaf. Udah satu hati sama bunda! Dulu ayah emang terkenal badboy tapi ayah sih ga gang-gang motor kek kamu!" sindir Tama.

"Ih ayah bucin ih..." Almi tertawa geli mendengar penuturan ayahnya.

"Ayah cuman ga mau kamu salah pergaulan Al" Tama memegang pundak Aldran dengan penuh kasih sayang.

"Aldran tau Yah, tapi gang Aldran ga suka cari ulah kok Yah. Aldran bisa jamin, dan ayah harus tau. Ayah ga bisa larang dan atur hidup Aldran terlalu ketat Aldran juga harus milih jalan hidup Aldran sendiri Yah. Ayah selalu bilang gitu kan?" Aldran menjelaskan dengan suara yang di rendahkan, tak ada niatan untuk membantah ayahnya dengan nada tinggi.

Aldran benar, Tama selalu menasihati anak-anaknya agar lebih dewasa dan memilih jalan hidup mereka sendiri tanpa ada paksaan. Orang tuanya hanya terus memantau sembari mengajarkan, mereka akan melarang jika hal itu membuat anak mereka menuju ke arah yang salah.

"Tapi sampai sekarang Aldran belum pernah kan masuk ke penjara atau gimana gitu? Kena SP aja, eum pernah sekali." ucapnya pelan di akhir kalimat.

Aldran pernah sekali mendapatkan SP dari sekolah karena ia membuat temannya babak belur dan harus di rawat di Rumah Sakit selama berbulan-bulan sebelum murid itu pindah.  Tama menghela nafas.

"Baik, asal kamu harus inget Al, jangan sampai kamu salah arah jadi gang-gang yang kaga bener itu. Jangan pake tindik-tindik lah. Nakal boleh, tapi ada batasannya. Ayah bakal maklum karena kamu masih remaja. Asal jangan lupa ibadah!" ingatkan Tama pada Aldran. Aldran mengangguk dan tersenyum.

**

Nara menatap jam tangannya. Ia kesiangan. Dan mungkin ia akan telat jika tidak mendapatkan kendaraan untuk ke sekolah. Ah, andai saja Aldran tidak di wajibkan untuk mengantar Helen ke Bandara karena orang tuanya akan pulang, pasti Aldran sudah menjemput Nara hari ini.

Bukannya Nara terlalu percaya diri, namun Aldran menelfonnya kemarin malam. Tapi, kali ini Nara tidak cemburu karena ia sudah tahu ada hubungan apa Helen dan Aldran.

ALNARA [COMPLETE]Where stories live. Discover now