10.🍓

154 16 0
                                    

Satria duduk di salah satu kursi yang ada di warung kopi, tempat nongkrong baru yang akan menemaninya selama tinggal di Bandung. Di temani dua sahabat barunya: Bagas dan Adi. Walaupun tadi mereka agak menyebalkan, karena Satria mengira mereka berdua akan menumbalkan adiknya jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi-ya, bagaimana tidak was-was, mereka semua masuk ke kandang singa.

Juan masih tidak mau ikut mereka bertiga nongkrong di tempat ini. Entahlah apa alasannya, anak itu terlalu misterius bagi Satria. Setidaknya untuk sekarang.

"Lo nembak cewek lo gimana, Di?" tanya laki-laki yang sekarang mengenakan Hoodie abu-abu muda, yang di bagian dalamnya terdapat bulu-bulu halus berwarna merah tua-tetap, selalu ada warna merah tua. Satria jadi terpikir kata-kata tajam Juan kemarin malam, itu sebabnya dia memakai Hoodie berbeda hari ini.

"Kok lo tiba-tiba nanya gitu?" Adi mengernyit, dia agak terkejut dengan pertanyaan Satria yang tiba-tiba. Padahal, Satria selalu memikirkan gadis itu kala dia sendirian. Apalagi, tadi di sekolah gadis itu melemparkan senyuman padanya. Sebenarnya tidak sengaja, mereka berpapasan di koridor. Saat itu, Bella akan pergi ke mushola, dan Satria akan pergi ke belakang sekolah. Itu tandanya jika dia masih mengingat Satria. Bagaimana tidak mudah diingat, Satria adalah anak laki-laki paling menonjol di antara siswa-siswa yang lainnya.

"Ya enggak, cuman nanya doang," jawab Satria, lalu menyeruput kopi hitam yang tersaji di depannya.

"Emang lo belum pernah nembak cewek?" tanya Bagas setelah menghisap rokoknya, lalu mengembuskannya.

"Gue enggak pernah nembak, biasanya cewek-cewek yang minta gue jadi pacar mereka."

"Casanova," gumam Adi.

"Ya, lo harus pendekatan dululah, masa langsung ngajak jadian," ucap Bagas, sekarang dia menyeruput kopi hitam miliknya, "Tapi jangan jadi cowok PHP. Gencar pendekatan. Eh, enggak ada statusnya."

"Makanya gue nanya sama lo berdua. Dulu pas nembak cewek gimana?"

Satu-satunya laki-laki yang memakai topi berwarna merah lusuh di tempat itu, melihat ke atas. Mulutnya sibuk mengunyah kuaci yang sedari tadi dia makan, "Kalo gue ..." Adi masih terlihat berpikir. "Gue mah udah kenal sama pacar gue dari SD sih, jadi, ya, gitu."

"Lo jadian sama dia di mana?" tanya Satria penasaran.

"Di motor," jawab Adi.

"Pantes aja dia nerima lo, takut diturunin di tengah jalan kali kalo dia nolak," sahut Satria, lalu tertawa terbahak-bahak, dan diikuti oleh tawa Bagas.

"Ya enggak lah, nyampe sekarang langgeng, udah mau setahun," sanggah Adi.

"Kalo lo, Gas?" masih ada siswa tertawa di mulut Satria, saat dia menanyakan hal itu.

Adi mengingat sesuatu, "Eh, iya, lo belum cerita Gas, kenapa lo bisa pacaran sama si Amel. Setau gue, si Amel jijik sama lo, gara-gara lo gombalin dia pas MOS," lalu Adi tertawa, sedangkan Satria hanya tersenyum, ia tidak tahu kapan kejadian itu. Yang jelas, kejadian itu terjadi sebelum Satria berkenalan bersama Adi dan Bagas.

"Eh, jangan salah, enggak ada cewek yang enggak kelepek-kelepek kalo udah liat senyuman gue," Bagas tersenyum memamerkan giginya yang putih dan rapi. Ya memang sih, senyumannya... sangat... memukau, untuk ukuran anak laki-laki berkulit cokelat. Menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa.

"Asli, Gas. Lo deketin dia gimana?" tanya Satria.

"Gue minta nomor teleponnya dulu waktu itu, terus dia curhat tentang mantannya. Terus, gue nyoba jadi pendengar aja buat dia. Eh, dia nyaman kali sama gue, yaudah, gue ajak jadian, dia mau, tamat," jelas Bagas.

StrawberryWhere stories live. Discover now