39.🍓

41 7 0
                                    

"Jadi dari tadi lo tidur?"

"Enggak, gue berenang," jawab Satria jutek. "Ya, iya lah, tidur, pake nanya."

Juan mengernyitkan keningnya. Ada yang berbeda dengan abangnya. Dia jadi jutek dan terlihat tidak menyenangkan. "Lo kenapa sih, Bang?"

Nyawa Satria mulai terkumpul, tidur di waktu senja membuat otaknya kurang waras. "Enggak, Dek, gue enggak papa."

Juan menyipitkan matanya. "Itu kata Amih makan dulu, terus ganti baju lo. Bau," ujarnya, kemudian berjalan menjauhi Satria.

Sepuluh menit kemudian, Satria sudah duduk di meja makan. Sekarang dia memakai t-shirt putih polos, dia makan malam bersama dengan Amih, Apih, dan Juan. Tapi dia tidak terlihat berselera. Suasana hati sangat berpengaruh besar terhadap perilaku laki-laki bule itu. Saat dia marah kepada Juan pun, dia hanya diam membisu dan menatap tajam adiknya. Dan saat dia senang, dia akan terus tersenyum seperti orang gila, dan bersikap ramah kepada semua orang.

Amih dan Apih menyadari perubahan itu, apalagi Juan. "Kamu kenapa?" tanya Apih.

Satria yang awalnya menunduk menatap makanan Amih yang terlihat lezat itu, langsung menatap Apih bingung. "Enggak kenapa-kenapa, Apih," jawabnya, lalu kembali menatap makanannya tanpa semangat.

"Dimakan atuh," suruh Amih saat menyadari makanan di piring Satria masih lengkap.

Satria tersenyum tipis. "Iya, Amih," kemudian menyuapkan sendok ke dalam mulutnya.

Amih heran, dia menempelkan punggung tangannya di dahi Satria. "Kamu teh sakit, ya? Kok lesu gitu?"

Satria menggelengkan kepalanya. "Enggak, Amih, Satria enggak papa."

Tiga pasang mata yang ada di sekitar Satria tidak percaya dengan kalimat yang terlontar dari laki-laki 18 tahun tersebut. Tapi mereka memilih untuk diam dan tak lagi membahasnya.

*🍓🍓🍓*


Keesokkan harinya, rencananya Fitria akan menemui Satria saat jam istirahat ke dua. Karena di jam istirahat pertama, dia tak pernah melihat pemuda itu di antara siswa dan siswi yang berdesak-desakan di kantin.

Fitria sedang berjalan sendirian di koridor, dia memang tidak pernah bercerita kepada Bella jika dia menemui Satria. Bella akan memarahinya jika dia tahu. Bella pikir, perempuan tak perlu mengejar laki-laki. Jika laki-laki itu memang mencintainya, seharusnya dia berusaha, bukan mendiamkannya seperti ini. Tapi kadang, apa yang kita harapkan tak selamanya selalu terwujud.

Sangat kebetulan, laki-laki berambut dark coklat itu sedang berjalan di koridor bersama teman-temannya. "Sat! Satria!" Fitria berteriak seraya melambaikan tangannya.

Mata coklatnya menatap Fitria dari kejauhan. "Kalian duluan aja," ucap Satria pada ke dua temannya.

"Lo mau ke mana sih, Nyet?" tanya Bagas.

"Pasti mau ke WC, ya? Mau ngukur, ngaku deh lo," tunjuk Adi seraya tersenyum menyeringai.

"Bangke!" umpat Bagas sambil menarik topi bagian depan Adi lalu membawanya menjauh.

Sedangkan adiknya masih setia berdiri di sampingnya. "Bang?"

"Gue enggak papa kok, Dek, lo duluan aja," ujar Satria sambil tersenyum ke arah Juan.

Juan pun mengangguk, kemudian berjalan mengikuti Adi dan Bagas yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya. Tapi sesekali dia melihat ke arah Satria. Dia tahu, ada sesuatu yang terjadi pada laki-laki itu.

Satria pun mendekat ke arah Fitria. "Mau apa lagi, sih? Tentang Bella lagi? Males gue."

"Sat, dengerin gue dulu," pinta Fitria.

"Lo mau bilang kalo mereka udah pacaran lama? Atau, lo mau ngundang gue ke acara anniversary mereka? Enggak deh, ya, makasih," cecar Satria, kemudian berbalik membelakangi Fitria.

"Gue belum ngomong, Sat."

"Gue kasih waktu lo satu menit buat ngomong." Satria berbalik ke arah Fitria, jari telunjuk tangan kanannya terangkat, pertanda jika dia memberikan satu menit kepada Fitria untuk berbicara. Sedangkan matanya menatap jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

Fitria mengembuskan napas panjang. "Oke." Fitria menarik napasnya, agar oksigen memenuhi seluruh tubuhnya.

"Udah lewat lima belas detik," ujar Satria.

Fitria berdecak. "Sebenernya Bella enggak pernah pacaran sama Rizal. Rizal cuman ngaku-ngaku doang, dia enggak mau Bella deket-deket lo lagi. Karena dia cemburu, dia cinta sama Bella, Sat, tapi Bella enggak pernah cinta sama dia."

"Tinggal sepuluh detik lagi," ucap Satria.

Fitria memejamkan matanya selama tiga detik. "Bella cintanya sama loz Sat...," Satria langsung menatap manik mata Fitria. "... Seenggaknya menurut gue."

"Waktu habis," Satria menurunkan lengannya, kemudian berjalan menjauhi Fitria.

"Gue harap, lo mau berusaha lagi buat deketin Bella, Sat."

Satria mendengarnya, tapi dia terus berjalan. Fitria hanya berasumsi, dia tidak yakin jika Bella menyukai, atau bahkan cinta pada Satria. Tapi jika dilihat dari gelagatnya, Bella memang....

*🍓🍓🍓*


Seminggu berlalu. Tak ada di antara ke dua insan itu memulai sebuah tindakan. Mereka memilih diam. Bella diam, toh dia perempuan, dan yang seharusnya memberikan kepastian adalah laki-laki. Sedangkan Satria pun diam, dia memilih untuk tidak mengusik hubungan seseorang. Dia tahu posisinya sekarang. Walaupun Fitria bilang kepadanya jika Bella tidak berpacaran dengan Rizal, tapi hati Satria merasa tidak karuan jika harus memulainya lagi dari awal.

Hari-hari berlalu. Minggu-minggu berganti bulan. Bella sibuk dengan Ujian Nasionalnya, lalu dia pun sibuk mempersiapkan beberapa berkas untuk mengikuti SNMPTN. Tak ada lagi kata melamun, Bella ingin melupakannya. Sudah cukup, cinta hanya akan memberinya kesakitan. Cinta bukan sesuatu yang dia butuhkan. Seorang pendamping bukan sesuatu yang dia inginkan saat ini. Lagi pula kata cinta belum keluar dari bibirnya.

Di sisi lain, laki-laki yang putus asa pun menyibukkan dirinya sendiri. Dia selalu belajar bersama adiknya, kembali mengikuti ekstrakurikuler mading, juga belajar bela diri pencak silat. Ikut dengan dua sahabatnya yang hobi fotografi untuk hunting foto ke berbagai tempat menarik di Bandung. Bertemu dengan orang-orang baru di komunitas fotografi yang juga diikuti Adi dan Bagas. Dia pun mengikuti seleksi pencak silat untuk mewakili Indonesia di Sea Games yang akan digelar di Malaysia Agustus nanti. Walaupun dia tahu, dia tidak akan lolos. Tapi apa salahnya mencoba.

Keduanya sama-sama memilih untuk menjauh. Tak usah berharap, tak usah menanti, tak usah mengejar. Sekarang semuanya sudah menjadi biasa saja. Tapi hati tak pernah berbohong. Mereka berdua sama-sama menyimpan rasa yang belum pernah mereka ucapkan. Sama-sama masih memendam sebuah keinginan untuk bersama. Tapi apa daya, semuanya kalah oleh rasa malu dan gengsi. Semesta menertawakan mereka. Manusia selalu membuat hidupnya terasa sulit oleh diri mereka sendiri.

StrawberryWhere stories live. Discover now