22.🍓

65 8 0
                                    

"Gue nanya lo, Zal." Bella mencoba kembali menarik perhatian Rizal.

"Udah tugas gue sebagai ketua OSIS untuk mengadukan sesuatu pelanggaran."

"Kalo lo liat sendiri, harusnya lo tegur dulu mereka. Bukan langsung melaporkan. Lo tau prosedur enggak, sih?"

Rizal kembali terdiam. Sebenarnya Rizal tidak memergoki mereka, tapi dia memang sengaja membuntuti mereka berdua. Padahal, di sudut lain, gerombolan Heru dan kawan-kawan preman kelas 12 sedang melakukan hal yang sama di tempat itu. Tapi dia memilih melaporkan Satria dan Bagas, ketimbang melaporkan Heru dan kawan-kawannya. Dendam.

Akhirnya, Rizal menemukan sebuah alasan. "Kalo gue tegur dulu mereka, mereka pasti kabur, atau enggak, mereka pasti nyembunyiin bukti. Bisa aja mereka juga ancam gue sama temen-temen geng mereka itu."

Bella tersenyum miring. "Katanya lo ketua OSIS, pernah ikut Olimpiade sains, kok lo enggak pake otak lo sih."

Rizal mengernyit. Kenapa gadis ini sekarang berani berkata seperti itu?

"Kalo lo ketua OSIS, lo enggak bakalan takut sama sesuatu yang emang benar untuk dilakuin. Lo bisa foto mereka, terus tegur mereka. Kalo mereka ngancem, lo tinggal ancem balik. Apa susahnya? Atau jangan-jangan lo punya maksud lain?" mata Bella sedikit menyipit.

Deg.

Rizal kembali terdiam. Ia pun buru-buru menyangkalnya. "Kok lo sekarang jadi gini sih, Bell? Apa gara-gara cowok berandal itu? Lo udah diajarin apa aja sama tu cowok?!" suara Rizal agak meninggi, membuat beberapa orang yang ada di kelas menoleh ke arah mereka berdua.

"Cukup ya, Zal, lo berprasangka buruk sama orang." Bella menutup buku paketnya dengan kasar. Dia berdiri, kemudian melenggang pergi ke luar kelas.

Sedangkan Rizal mengumpat kesal dalam hatinya. Dia tidak mungkin berbicara kasar di hadapan orang-orang, citranya bisa roboh.

*🍓🍓🍓*


Tak terasa, sudah hari Jumat. Hari ini tidak ada KBM, karena guru-guru sedang mengadakan rapat untuk pelaksanaan UN berbasis komputer tahun depan. Jam menunjukkan pukul satu siang, Bella masih berada di ruangan OSIS. Dia sedang melihat kumpulan puisi dari berbagai siswa dan siswi yang mengajukan puisinya untuk diikutsertakan dalam lomba puisi se-Bandung Raya, dalam rangka menyambut Sumpah Pemuda bulan depan.

"Bel, udah nanti lagi meriksanya, gue mau balik, nih, yang lain udah pada balik," gerutu Fitria sambil mengaitkan tasnya.

"Iya, Fit, bentar," sahut Bella, dia tersenyum-senyum membaca puisi-puisi tersebut.

Fitria memutar matanya, kemudian dia mendapatkan sebuah ide. "Bel, ada Satria!" pekiknya dengan keras.

Sontak, Bella berbalik ke arah belakang, "Mana?"

"Hahaha." Fitria tertawa puas melihat respons dan ekspresi wajah Bella. "Cie, ngarep," ucapnya di sela-sela mulut yang masih ingin tertawa.

"Kurang kerjaan deh lo." Kemudian Bella membereskan barang-barangnya. "Udah ah, gue balik."

"Tadi gue yang ngajak lo, Tinkerbell," ejek Fitria.

Keduanya berjalan keluar dari ruangan OSIS. Sampai pada akhirnya mata Bella menangkap motor Kawasaki Ninja ZX10-R merah yang diparkir di dekat gerbang. Kemudian matanya menangkap sosok laki-laki ber-Hoodie merah tua yang sedang berdiri di pos satpam.

"Eh, itu Satria, kan? Lagi ngapain dia? Kata lo dia udah pulang?" cecar Fitria, ternyata perempuan itu juga melihatnya. Bella tidak menjawab pertanyaan Fitria, justru dia buru-buru mendekati Satria.

"Hei," sapa Satria saat Bella berada di hadapannya. "Udah? Yuk, pulang, tapi ke rumah saya dulu, ya? Saya mau ngenalin kamu ke seseorang," ucapnya sambil tersenyum.

Sebelum Bella menjawab, Fitria memotongnya. "Pasti mau dong, Sat. Buruan, Bel." Fitria mendorong Bella untuk lebih mendekat ke arah Satria sambil menggigit bibir bagian bawahnya. Bella hanya bisa sedikit meronta dan menepis-nepis lengan Fitria.

Setelahnya, dua insan itu melaju di jalanan. Meninggalkan Fitria yang sedang tersenyum senang karena akhirnya melihat sahabat satu-satunya sekarang mendapat sosok laki-laki pujaan hati. Walaupun bukan itu saja keinginannya.

*🍓🍓🍓*


Euis baru turun dari angkot. Hari ini dia memutuskan untuk pulang ke rumahnya, karena dua hari ke depan dia libur. Euis berjalan dengan tangan membawa sebuah tas jinjing. Dari jauh, terdengar sayup-sayup sebuah suara kendaraan. Suara kendaraan yang tak asing baginya. Kendaraan yang selalu Euis kenali. Dia tersenyum sambil berbalik ke arah belakang. Dan... senyumannya memudar perlahan ketika melihat seseorang yang dia cintai sedang membonceng perempuan lain.

Euis buru-buru mendekati salah satu pohon yang ada di dekatnya untuk bersembunyi. Dia tidak siap jika harus membuat sebuah topeng, hatinya benar-benar sakit bagaikan tersayat-sayat.

Setelah Euis berada di balik pohon, motor Kawasaki Ninja ZX10-R merah melintas. Tepat dengan keinginannya, Satria tidak melihat Euis yang sedang bersembunyi. Euis kembali melihat motor tersebut dari jauh. Menatap dua orang itu. Bibir Euis bergetar, air matanya meluruh, membuat sebuah aliran sungai kecil di pipinya. Isak tangis tidak bisa dia sembunyikan. Dia berjongkok di balik pohon tersebut. Menangis tanpa mengeluarkan suara. Dia pikir, berharap tidak akan sesakit ini.
Mungkin Euis terlalu cepat menyimpulkan, jika mereka yang sedang berboncengan itu berpacaran. Tapi melihat dari raut wajah si perempuan yang ada di boncengan Satria, ia terlihat seperti sangat bahagia dan senang. Sama seperti raut wajahnya saat mengajak pergi Satria ke beberapa tempat yang ada di daerahnya.

Hatinya hancur, dan pikirannya penuh dengan sebuah kata-kata. Pertanyaan demi pertanyaan hadir dalam benaknya. Apa dia salah mencintai seseorang? Apa dia salah menyukai seseorang? Apa dia salah mengagumi seseorang? Apa dia salah, jika berharap?

Semua itu tidak salah. Euis tidak salah. Hanya saja, dia harus tahu, semua yang dia lakukan, semua yang dia rasakan, pasti ada konsekuensinya. Termasuk sakit hati, karena cinta yang tak terbalaskan, atau kecewa-karena sebuah harapan yang selalu dia panjatkan selama ini hanyalah sesuatu yang kosong.

*🍓🍓🍓*

StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang