32.🍓

52 7 0
                                    

Rencananya, om dan tantenya akan berkemah di perkemahan Ranca Upas Ciwidey. Awalnya Satria menolak untuk ikut. Berkemah saat mengikuti Pramuka di SD saja ia tidak ikut, apalagi saat jaga malam, dia sangat ketakutan waktu itu. Tapi Jihan memaksanya, dan Satria tidak bisa berkata tidak kepada gadis cantik tersebut. Alhasil, dia ikut.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Mereka sudah mendirikan tenda, melihat pemandangan matahari terbenam bersama rusa tadi sore, dan sekarang mereka sedang duduk mengelilingi api unggun. Jihan berada di samping kanan ayahnya, dan di samping kanannya ada Satria. Jihan tidak mau jauh-jauh dari abangnya itu. Sedangkan Juan ada di sebelah kiri Bundanya yang berada di samping kiri suaminya.

Fajar sedang menyetel gitarnya yang berwarna hitam. Rencananya dia akan bernyanyi. Satria penasaran, bagaimana suara bariton khas milik Perwira TNI AD itu. Petikan gitar pun mulai terdengar. Jihan menyandarkan kepalanya di dada Satria, Satria tersenyum, lalu menempelkan dagunya di puncak kepala Jihan. Jihan mendongak sekilas untuk melihat ekspresi wajah Satria yang terlihat bahagia.
Begitu pula dengan Farah. Ibu dua anak itu bersandar di dada anak sulungnya yang berkacamata. Bibirnya memajang bulan sabit indah berhias lesung pipi saat melihat suaminya memetik gitar, yang akan menyanyikan lagu favorit mereka saat berpacaran. Sebenarnya mereka tidak pernah berpacaran.

"Wise men say." Suara bariton Fajar, menyatu dengan petikan gitar yang sedang dia bawakan. "Only fools rush in. But I can't help, falling in love with you. Shall I stay. Would it be a sin. If I can't help, falling in love with you." Fajar menatap wajah istrinya sekilas.

Farah hanya tersenyum-senyum. Mengingat kejadian delapan belas tahun yang lalu. Saat dia tidak sengaja bertemu Bintara yang sedang melanjutkan pendidikannya untuk menjadi seorang Perwira. Bintara itu tiba-tiba jatuh cinta padanya, padahal mereka hanya bertemu sekali. Tidak ada kata lain selain kata "cinta" yang bisa menggambarkan hati Bintara tersebut. Dan Farah pun menyukainya.

Tak lama setelah Bintara itu berhasil menjadi Perwira, Farah mendapatkan sebuah lamaran darinya. Mereka pun menikah. Cinta mereka begitu simple. Tidak ada kata pacar. Hanya sekali bertemu. Berhubungan jarak jauh. Tiba-tiba melamar, lalu menikah. Lagu Elvis Presley ini benar-benar menggambarkan kisah cinta mereka yang seperti sudah digariskan oleh Tuhan. Satria tahu cerita itu dari mulut omnya langsung, dulu saat dia kecil. Dan Satria menginginkan kisah cintanya seperti itu juga. Tapi mungkin, tidak akan pernah terjadi, pikir Satria.

"Like a river flows. Surely to the sea. Darling so it goes. Some things, are meant to be. Take my hand, Take my whole life too. For I can't help, falling in love with you. For I can't help, falling in love with you."

Lagu pun berakhir. Fajar merentangkan kedua tangannya. Istri dan anak bungsunya, Jihan, langsung berada di dekapannya. Juan pun bergeser mendekati ayahnya. Fajar menggerakkan tangan kanannya, melihat masih ada satu orang yang tidak menghampirinya. Satria menggelengkan kepala sambil tersenyum, tapi Jihan menariknya. Membuatnya berada dalam pelukan hangat keluarga om dan tantenya.
Fajar menciumi puncak kepala Jihan dan istrinya silih berganti. Kemudian kedua tangannya mengacak-acak rambut dua laki-laki muda yang berada di dekapannya. Apa ini yang di sebut kehangatan keluarga? Bisik batin Satria.

Setelah itu, Farah mengajak dua anaknya untuk mengambil sosis dan jagung untuk di bakar. Meninggalkan Satria dan Fajar yang duduk menatap api unggun. Satria selalu menantikan ini, bertanya kepada kembaran papanya. "Om?"

"Hm," jawab Fajar, dia melemparkan kayu bakar ke dalam api yang menyala.

"Hm... Apa Om tau, kalo Apih sering mukul Juan?" tanya Satria dengan hati-hati.

"Emangnya kenapa? Lo belum pernah dipukul? Mau gue pukul?" cecar Fajar, sambil mengangkat satu balok kayu, siap dipukulkan kepada Satria.

Satria mengangkat kedua tangannya untuk perlindungan. "Enggak gitu, Om. Maksudnya, Om enggak marah gitu, liat anak Om dipukul?"

Fajar tertawa. Dia melemparkan balok kayu yang ada di genggaman tangannya ke dalam api. "Enggak lah, kalau dia salah yang enggak papa."

"Kenapa Om nitipin Juan di Amih sama Apih?"

"Gue enggak nitipin, Juan yang mau. Mungkin didikkan gue lebih keras dari Apih, makannya dia mau tinggal bareng Amihnya."

Satria juga berpikir seperti itu. "Om jarang ngobrol, ya, sama Juan?"

"Sembarangan lo, sering lah. Hampir tiap malam Minggu. Cuman dia enggak pernah curhat, karena dia tau, gue bukan tipe Bapak pendengar yang baik. Kita paling cuman ngobrolin kegiatan dia sehari-hari, sekolah, sama cita-citanya dia."

"Om nyuruh dia jadi tentara juga?"

"Emang gue sejahat itu? Enggak lah, terserah dia mau jadi apa. Asalkan dia berhasil menggapai cita-citanya, bisa ngatur hidupnya sendiri, membiayai hidupnya sendiri. Gue sebagai orang tua enggak mau minta dari anak, asalkan dia enggak minta dari gue. Gue seneng liat dia bahagia."

Satria terdiam.

"Ngomong-ngomong bokap lo sering nelpon?" tanya Fajar. Dia menghadap wajahnya ke arah api unggun, tapi matanya melihat ke arah Satria, yang juga sedang menatap api unggun.

"Sekarang sering," jawab Satria sambil tersenyum, tapi ada tatapan sendu di matanya-karena kini Satria memiliki keinginan lain.

Fajar yang melihat itu langsung mendekati Satria. Merangkulnya, kemudian menatap langit malam yang penuh dengan bintang. "Kalo lo mau, Sat. Lo boleh manggil gue Ayah."

Satria menatap wajah tegas omnya. Omnya tersenyum ke arah Satria. "Lo dulu pernah bilang ke Juan sama Jihan. 'kalian boleh nganggep papa Abang, papa kalian juga'. Jujur, Sat, gue tersentuh denger lo ngomong gitu. Dan gue juga mau lo kayak gitu. Lo boleh manggil gue Ayah juga. Karena anaknya Surya, anak gue juga," ucap Fajar, tangan kanannya mengusap-usap pundak Satria yang dia rangkul.

Satria hanya tersenyum ke arah omnya yang sangar itu. Dia sebenarnya memiliki keluarga yang sangat baik. Hanya saja dulu dia terlalu menginginkan sesuatu secara berlebihan dari orang tuanya. Padahal, jika dia mau, dia akan mendapatkan itu dari saudara-saudaranya sejak dulu. Walaupun rasanya akan berbeda. Tapi setidaknya ia tidak akan merasa kesepian lagi.

*🍓🍓🍓*

StrawberryWo Geschichten leben. Entdecke jetzt