42.🍓

39 6 0
                                    

Satria melihat ke arah Bella setelah melepaskan helm dan kacamata hitam yang dia kenakan. "Kamu mengabadikan sebuah momen dengan tulisan, kalo saya mengabadikan momen dengan foto, jadi lengkap," ucapnya sambil tersenyum. "Biar ada kenang-kenangan juga, kalo saya cowok pertama yang ngasih kamu bunga."

Bella tersenyum. Satria melepaskan helm catok yang masih melekat di kepala Bella. "Kamu mau pake terus kacamatanya atau-"

"Di buka aja, Sat," sela Bella seraya melepaskan kacamata yang dia kenakan lalu menyerahkannya kepada Satria. Satria menerima kacamata dari Bella lalu memasukkannya ke dalam saku celana.

"Yuk, masuk," ajak Satria, lengan kirinya terulur.

Bella menatap lengan Satria, lalu meraihnya dengan malu-malu. Mereka pun berjalan berpegang tangan ke dalam tempat studio foto.

Mereka duduk menunggu antrean. Satria membuka obrolan. "Maafin saya, Bel. Saya tiba-tiba ngejauhin kamu waktu itu."

Bella menatap Satria yang sedang duduk dengan kepala tertunduk ke arah bawah di sebelah kirinya.

"Harusnya saya enggak nyerah, dan tetap berusaha, tapi saya terlalu emosi." Sambil menatap ke arah Bella.

"Saya ngerti kok, Sat. Saya pun akan menghindari seseorang yang menyukai adik saya." Ada jeda cukup lama sampai Bella kembali bersuara. "Asal kamu tau, Sat, kalo surat itu saya tulis sebelum kamu deketin saya." Satria masih menatap Bella. "Sebenarnya surat itu aib saya, harusnya kamu enggak baca, saya jadi malu," aku Bella, kikuk.

"Enggak papa, Bel. Saya jadi tau, kalo kamu juga suka sesuatu yang berbau romantis," ucap Satria sambil tersenyum.

"Apaan sih, Sat." Bella tersenyum malu.

Pembicaraan lainnya pun mulai terjalin. Dinding canggung yang awalnya menghalangi dua persona itu perlahan runtuh. Dan tak terasa, waktu cepat berlalu, sekarang giliran mereka untuk masuk ke studio foto.

"Fotonya mau sambil megang bunga itu?" tanya fotografer berwajah tampan dengan kumis dan jenggot tipis.

"Katanya iya, Mas," jawab Bella sambil tersenyum dan menatap Satria.

Satria yang sedang memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana langsung membuka suara. "Kok katanya, sih?"

"Kata kamu tadi 'biar ada kenang-kenangan, kalau kamu cowok pertama yang ngasih saya bunga'," jelas Bella.

"Enggak ah, saya enggak bilang gitu," sangkal Satria dengan senyuman sok ganteng sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ih kamu mah," Bella mengerucutkan bibirnya, lalu mencubit lengan Satria.

Satria sedikit meringis, walaupun wajahnya masih tersenyum. "Aw, sakit."

"Accciee....." seru sang fotografer sambil tersenyum jahil. "Udah dong manis-manisnya, jiwa jomblo saya bergejolak," lanjut sang fotografer, wajahnya langsung berubah memperlihatkan ekspresi datar.

"Makannya cari pacar, Mas. Jangan hunting foto terus," balas Satria sambil tertawa.

Fotografer tersebut mencibir kalimat Satria dengan menekukkan dua ujung bibirnya ke arah bawah. Bella dan Satria tertawa kecil melihat ekspresi fotografer tersebut.

Foto dengan berbagai gaya pun selesai, mereka keluar dari studio foto dengan bibir terus memajang sebuah senyuman. Mereka berdua sangat senang mengerjai fotografer tampan tersebut. Saat mereka keluar dari studio foto, mata Satria menangkap sesuatu. "Kita foto di situ yuk."

"Barusan, kan, baru difoto, Sat. Kok foto lagi, sih?"

"Kalo yang barusan, dicetaknya lama, kalo yang ini sekali jadi," jelas Satria.

Bella memutar matanya. "Terserah kamu deh, Sat."

"Yaudah, yuk," Satria menarik lengan Bella masuk ke tempat photobox.

Lima belas menit berlalu, mereka keluar dari tempat photobox sambil tertawa-tawa. Padahal mereka hanya berfoto, tapi mereka terlihat sangat senang. Senyuman dan suara tawa bahagia merekah dari dua remaja itu. Ke duanya berjalan keluar dari tempat studio foto tersebut, dan mendapati langit sore yang indah. Setengahnya sudah gelap, beberapa titik bintang mulai terlihat. Sebagian yang lain masih menampilkan warna jingga dan ungu yang saling berdampingan.

Satria membuka bagasi motornya, mengambil sesuatu di dalamnya dan menyerahkannya kepada Bella. "Biar enggak dingin," ucapnya sambil tersenyum.

Bella menatap Hoodie merah tua itu. "Kalo saya yang pake, nanti kamu kedinginan dong."

Satria tersenyum lebar. "Saya pake yang ini," jawab Satria sambil mengangkat jaket jeans biru muda lusuh, yang ada bordiran bunga mawar di lengan bagian atasnya.

Satria memakai jaket jeans tersebut lalu helm open face. Di susul Bella, dia menyimpan dulu buket bunga di atas jok motor kemudian memakai Hoodie merah tua yang tadi di berikan Satria. Sekilas, Bella mencium harum deodorant dan parfum yang sudah tercampur dengan aroma tubuh Satria. Bella kembali mengambil buket bunga, setelah buket bunga itu ada di pangkuannya, Satria memakaikan helm catok dan kacamata kepada Bella. Bella kembali menatap wajah tampan itu dari dekat, sesuatu terjadi pada pipi Bella. Mata Satria begitu indah.

"Selesai," ucap Satria sambil memamerkan bulan sabit di bibirnya. "Yuk, saya laper nih," lanjutnya.

Bella tersenyum lalu naik ke atas motor Satria dengan posisi duduk seperti tadi. Bella kembali melingkarkan tangan kanannya ke perut Satria. Cuaca dingin memaksanya untuk lebih dekat dengan laki-laki bule itu. Motor Vespa hitam pun melaju membelah jalanan yang tidak terlalu ramai. Remang dari lampu jalanan menambah suasana romantis di antara mereka berdua.

Satu jam kemudian, mereka sampai di sebuah kedai bakso. Satria kembali menggandeng tangan Bella untuk masuk ke dalam. Tidak ada suasana romantis yang di film-film, misalnya taburan bunga dan lilin. Mereka hanya disambut senyuman bapak tukang bakso yang sudah tidak muda lagi. Satria memesan dua porsi bakso dan dua es campur untuk makanan penutupnya.

Hanya ada beberapa meja saja di tempat itu, dan Satria mengajak Bella untuk duduk di meja paling dekat dengan pintu keluar. Suasana tidak terlalu ramai, hanya ada seorang ibu yang sedang menyuapkan bakso kepada dua anaknya, dua laki-laki berkemeja yang mungkin baru pulang bekerja, dan satu wanita tua yang sedang menunggu pesanannya datang.

"Kenapa kamu bawa saya ke tempat ini?" Tanya Bella.

"Kamu enggak suka?"

"Suka banget malah, saya kurang nyaman kalo makan di kafe atau tempat-tempat makan siap saji lainnya."

"Emang kenapa?"

"Enggak tau, rasanya beda," Bella menjeda kalimatnya. "Mungkin karena kita lebih, bisa, merasakan hal yang enggak kita dapatkan di tempat lain, tapi kita bisa merasakan di tempat ini."

"Contohnya?"

"Kesederhanaan." Bella tersenyum ke arah Satria. "Bapak penjual itu terlihat sangat senang, bukan senang karena dibuat-buat. Tapi dia benar-benar happy ngejalanin pekerjaannya sebagai pedagang bakso."

"Kamu tau dari mana?" tanya Satria.

"Dari senyumnya."

Satria tersenyum tidak percaya mendengar kalimat yang Bella ucapkan. Dia pikir hanya dirinya yang bisa melihat bahwa setiap senyuman seseorang itu berbeda. Ada yang benar-benar tersenyum karena senang, ada yang memperlihatkan senyuman buaya, dan ada juga yang tersenyum sosial untuk terlihat baik dan sebagainya.

Pesanan pun datang. Mereka menyantap makanan mereka. Cuaca dingin menambah kenikmatan mereka menyantap bakso hangat yang tersaji di hadapan mereka.

*🍓🍓🍓*

StrawberryWhere stories live. Discover now