23.🍓

67 8 0
                                    

Minggu lalu Bella pergi ke rumah Satria. Bella kira Satria tinggal di rumah yang serba mewah dengan belasan asisten rumah tangga. Nyatanya dia tinggal bersama kakek, nenek, dan adiknya di sebuah rumah tua besar sederhana-tapi terlihat masih kokoh dan cukup mewah pada masanya. Bella pun bertemu dengan nenek dari laki-laki itu, yang dipanggil dengan sebutan Amih. Wanita paruh baya tersebut terlihat sangat baik, dan terlihat sangat memanjakan Satria.

Hari ini adalah hari Sabtu, dan tidak ada KBM, karena sekolah sedang mengadakan pemilihan ketua OSIS baru. Bella tidak akan lagi berada di keorganisasian OSIS, mengingat ia sudah kelas 12. Bella akan menghadapi UN tahun depan, angkatnya akan menjadi angkatan pertama yang melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer.

Siswa dan siswi sedang mengantre untuk pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS baru di pinggir lapangan. Tidak semua siswa berpartisipasi dalam pemilihan tersebut, ada yang berleha-leha di kantin, dan ada juga yang datang ke sekolah hanya untuk setor beungeut saja (menunjukkan muka, untuk sekedar urusan absensi -red) lalu pergi lagi. Sedangkan Bella, ia tidak termasuk ke dalam golongan tersebut. Gadis berkacamata itu sedang mengantre bersama siswa lainnya, ia tidak menjadi panitia pelaksanaannya karena semua panitia berasal dari anggota OSIS kelas 11.

"Hei," suara bisikan tepat terdengar di telinga Bella, sampai-sampai Bella bisa merasakan napas hangatnya yang berembus.

Bella terperanjat, dia buru-buru melihat ke arah kiri untuk melihat siapa yang menyapanya. Bella mendongak, karena di hadapannya hanya dada seseorang yang terbalut Hoodie merah tua. Matanya melihat senyuman memukau yang membelakangi matahari.

"Sat, kamu ngapain? Kalo mau antri, ke belakang," suruh Bella, ekspresi wajahnya biasa saja, tapi matanya tidak bisa berbohong, jika sebenarnya ia merasa senang melihat laki-laki di hadapannya.

"Main, yuk," ajaknya, dia masih memamerkan senyuman terbaiknya.

"Hah?" Bella mengernyit. "Ini, kan, lagi pemilihan ketua OSIS."

"Enggak wajib. Enggak diabsen juga, kan?"
Sebelum Bella kembali membuat alasan, laki-laki itu menggenggam lengan kirinya dan membawanya pergi dari tempat itu. "Ayo."

Untuk pertama kalinya, Bella merasakan telapak tangannya yang hangat. Sesuatu terjadi dalam tubuh Bella, kepompong sudah berubah menjadi kupu-kupu yang beterbangan. Bella tak bisa menyembunyikan semburat merah jambu yang menjalar di pipi sampai ke seluruh wajahnya. Dari barisan depan, ada seorang laki-laki yang menatap kepergian Bella bersama seseorang ber-Hoodie merah tua itu seraya menukikkan alisnya.

Mereka berdua sampai di tempat parkir. Satria menyerahkan helm catok kepada Bella. Bella menerima helm itu sambil bertanya. "Kita mau ke mana, Sat?"

Satria tersenyum ke arah Bella. "Ikut aja. Saya enggak akan ngapa-ngapain kamu kok." Kemudian laki-laki itu mengenakan helmnya.

Satria sudah berada di atas motornya, bahkan motornya sudah ia nyalakan. Tapi Bella masih berdiri di samping motor tersebut, dengan tangan menggenggam helm catok.

"Ayo, keburu siang, nanti kamu kepanasan," ajaknya dari balik kaca helm full face yang terbuka.

Bella yang awalnya ragu, mulai memakai helm yang ada di genggamannya, dan sedetik kemudian ia sudah berada di boncengan Satria. Motor pun melaju, meninggalkan tempat parkir sekolah yang tidak bisa dikatakan penuh. Melaju di jalanan dengan aspal mengkilap-yang di sisi kiri dan kanannya dipagari oleh kebun teh. Air-air dari embun masih bisa terlihat di dedaunannya. Cahaya matahari pagi terlihat di sela-sela awan putih yang menggumpal, ditemani langit biru yang bersih di baliknya.

*🍓🍓🍓*


"Sat, kenapa kamu ngajak saya ke sini?"

Satria mengajak Bella ke sebuah kebun stroberi yang ada di pinggir jalan. Satria belum pernah ke tempat ini sebelumnya, ia hanya mendapatkan arahan dari Adi saat ia bertanya kepadanya, di mana kebun stroberi yang bagus. Adi pun menyarankannya agar ia kemari. Dan, ternyata tempatnya tidak mengecewakan.

Kebun stroberinya cukup luas. Karung-karung berisikan enam sampai delapan tanaman stroberi tersusun dengan rapi. Ada beberapa undakan. Tempat tersebut dikelilingi oleh kebun teh yang luas. Ada tiga saung kecil yang tersebar di beberapa bagian kebun, dan ada beberapa pohon tinggi nan ramping yang sengaja ditanam di tengah-tengah jejeran karung yang tersusun rapi, agar para pengunjung yang ingin memetik buah tidak terlalu kepanasan karena terhalang oleh daun-daun pohon.

Bella terlihat sangat senang. Ia berjalan cepat menuju tengah-tengah kebun, dan meninggalkan Satria yang berdiri sambil tersenyum sambil melihat kepergian gadis mungil berkacamata yang terlihat sangat bahagia. Bella membungkukkan badannya untuk melihat buah yang memiliki biji di luar tersebut. Buahnya sangat merah dan besar. Ini sangat kebetulan, mereka berkunjung saat tanaman tersebut sedang banyak-banyaknya berbuah.

"Kalau kamu mau metik, harus bawa keranjang sama guntingnya," ujar Satria yang tiba-tiba datang sambil menyerahkan sebuah keranjang kecil berbahan plastik berwarna merah muda, di dalamnya pun terdapat sebuah gunting kecil yang juga berwarna merah muda.

Bella tidak menggubris perkataan Satria, ia malah merebut keranjang itu dengan cepat, lalu memotong batang buahnya. Memasukkannya ke dalam keranjang, kemudian berjalan lagi menuju tempat selanjutnya yang memiliki buah stroberi yang lebih besar dan merah. Senyuman masih terukir di bibir Bella. Satria hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ia merasa, keputusannya sangat tepat untuk mengajak Bella ke tempat ini. Selama ia mengenal Bella, ia memang sudah berasumsi jika gadis berkacamata itu menyukai buah stroberi.

Setelah keranjang kecil Bella penuh, ia menghampiri Satria yang setia berjalan mengikutinya di belakang. Gadis itu masih tersenyum-senyum. Satria tidak menyangka jika Bella bisa sangat manis saat tersenyum. Maksudnya benar-benar tersenyum karena senang, bukan senyuman seperti biasanya -senyuman sosial.

"Udah penuh?" tanya Satria.

Bella mengangguk. "Eh. Kenapa kamu bawa saya ke tempat ini? Tadi kamu belum jawab?"

"Masih mau jawaban?"

Bella mengernyit.

"Udah jelas, kan, karena kamu suka stroberi."

Bella hanya tersipu malu. Dari mana laki-laki ini tahu jika dia menyukai stroberi? Apa dari Fitria? Tidak mungkin, Fitria tidak tahu jika Bella maniak stroberi. "Kamu tau dari mana?" Bella terheran-heran.

"Dari ekspresi kamu," jawab Satria, sambil tersenyum. "Saya punya hadiah." Satria merogoh saku Hoodie-nya. "Nih," sambil menyerahkan sesuatu kepada Bella.

Bella menerima benda itu. Sebuah stoples kaca kecil yang berisi dua belas buah stroberi yang besar-besar dan berwarna merah terang-ada pita merah tua yang menghiasinya. "Happy birthday, Bella."

StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang