41.🍓

38 6 0
                                    

Satria sedang duduk di ruang Mading bersama Juan dan Mara. Dia menopang dagunya dengan lengan kanan. Besok adalah hari perpisahan kelas XII. Gadis itu akan pergi, entah kembali lagi atau tidak. Tapi Satria dengar, dia akan berkuliah di IPB Bogor.

"Bang, apa yang lo mau, lo harus perjuangin. Enggak ada yang instan di dunia ini. Kalo semua keinginan lo cepat terkabul, lo enggak akan pernah berusaha."

Sebuah suara memecahkan lamunannya. Satria menatap adiknya sambil tersenyum. "Tumben lo ngomong banyak, Dek."

"Enggak usah ngalihin pembicaraan."

Satria mengatupkan bibirnya.

Sedangkan Mara memilih sibuk dengan kegiatannya, dia tidak mau ikut campur dalam pembicaraan antara adik dan kakak yang ada di hadapannya.

Satria membuka suara. "Dia enggak suka sama gue, Dek. Ngapain gue berusaha?"

"Apa lo denger langsung dia ngomong kayak gitu?" Satria diam. "Kalo lo yakin sama hati lo, lo kejar dia." Juan menjeda ucapannya, Satria hanya menunduk. "Lebih baik gagal, kan. Daripada enggak pernah nyoba sama sekali?"

Satria mendongak menatap wajah adiknya. Kemudian api semangat dalam dirinya kembali membara. Tak dipungkiri, walaupun Satria mencoba melupakannya selama beberapa bulan terakhir, tapi gadis itu selalu hadir dalam benak dan pikiran Satria.

Keesokan harinya, Satria sudah memakai pakaian terbaiknya. Dia sedang bercermin di depan lemari pakaiannya.

"Meni udah kasep, mau ke mana atuh?"

Satria berbalik ke arah Amih-nya yang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum. "Mau ke perpisahannya Bella, Amih."

"Kok siang? Apih mah tadi berangkat pagi-pagi."

"Enggak papa Amih, Satria emang mau jemput Bella doang kok," jawab Satria, lalu berjalan mendekat ke arah Amih.

Amih mengusap-usap pipi Satria, lalu memegangi pundak Satria. Wanita paruh baya itu tersenyum. "Kamu mirip Papa kamu."

Satria kembali tersenyum, lalu mencium punggung tangan Amih. "Kan, anaknya."

Amih membalas senyuman Satria. "Iya, cucunya Amih. Yaudah hati-hati, ya, Amih mau ke dapur dulu, mau liat Bi Sumi."

"Iya, Amih." Kemudian Satria berjalan menuju kamar yang ada di depan pintu kamarnya. Dia langsung membuka pintu tersebut tanpa mengetuk terlebih dahulu. "Dek?" Kepala Satria melongok masuk.

"Hm," respons Juan tanpa membalikkan badannya. Dia sedang menggambar sesuatu di buku sketsanya.

Satria berjalan mendekati adiknya yang sedang duduk di meja belajar. "Lo lagi ngapain?" Satria berbasa-basi.

"Gambar."

"Hm... Gue minjem motor lo, ya?" pinta Satria.

Sekarang Juan menghentikan kegiatannya, berbalik ke arah Satria, matanya menatap Satria dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Lo mau ke mana? Rapi banget."

"Mau memperjuangkan cinta." Sambil tersenyum sok manis.

Juan kembali sibuk dengan pekerjaannya. "Di atas laci, sama STNK-nya di sana."

Satria berjalan ke atas lagi dan mengambil kunci motor dan STNK-nya itu. "Makasih Dek, nanti gue ganti bensinnya."

"Hm," respons Juan, tangannya sedang sibuk membuat sebuah sketsa.

Satria keluar dari kamar dengan wajah berbinar.

Kini dia sedang meminta izin kepada seseorang untuk menjemput putrinya. Satria menceritakan apa yang terjadi selama beberapa bulan ke belakang kepada mamanya Bella.

StrawberryWhere stories live. Discover now