15.🍓

124 13 0
                                    

Dua hari berlalu. Satria sedang berada di kamarnya, sibuk memikirkan kata-kata untuk membuat sebuah artikel. Karena Minggu lalu, Bella menyuruhnya membuat sebuah tulisan, entah itu cerpen, puisi, artikel, atau sebuah komik untuk dipajang di mading. Satria sudah diberikan saran oleh Bella, jika ingin membuat sebuah artikel, dia harus banyak-banyak membaca artikel. Jika ingin membuat puisi atau cerpen, harus banyak-banyak membaca puisi atau cerpen. Tapi masalahnya adalah, Satria tidak suka membaca.

Sejak satu jam yang lalu, Satria hanya duduk-duduk di meja belajarnya, dengan tangan sibuk memain-mainkan pulpen. Tiba-tiba pulpennya terjatuh. Satria menatap pulpennya yang tergeletak di lantai selama beberapa detik. Kemudian Satria berjalan ke luar kamar untuk mencari inspirasi dan meninggalkan pulpennya yang tergeletak di atas lantai, tapi dia bingung harus mencari ke mana. Lalu laki-laki setinggi enam kaki itu memutuskan untuk pergi ke kamar adik sepupunya. Dia membuka daun pintu dan mendapati kamar itu kosong.

"Ju?" dia berjalan seraya menengok ke kanan dan ke kiri. Tangannya menggaruk-garuk kepala.

"Ju?" ulangnya. Dia berjalan lebih dalam, dan matanya tidak sengaja melihat sebuah gambar di meja belajar Juan.

"Gambar apaan nih?" Satria mengernyit, tangannya mengambil tumpukan kertas HVS ukuran F4 yang penuh dengan coretan pensil. Menyisakan sebuah buku sketsa bersampul hitam di atas meja.

Mata Satria jeli melihat gambar-gambar itu. Membaca tulisan-tulisan yang ada di gambar tersebut. Gambar yang bagus, walaupun hanya menggunakan pensil dan tanpa warna. Bola lampu terang keluar dari kepala Satria. Bukan, Satria tidak sedang sulap. Maksudnya dia mendapatkan sebuah ide.

Dengan cepat, pemuda berambut dark coklat dengan gaya rambut Messy Quiff itu berlari dari kamar adik sepupunya, tangan kanannya menggenggam semua kertas HVS berukuran F4 bergambar yang dia ambil tanpa permisi dari meja belajar.

*🍓🍓🍓*


Hari Sabtu, Satria membantu Bella menurunkan kertas-kertas di mading. Lalu menggantinya dengan kertas-kertas yang baru. Setelah selesai mengganti bahan mading untuk Minggu depan, mereka berjalan berdampingan menuju ruangan ekstrakurikuler mading. Di perjalanan, Satria membuka sebuah obrolan, "Pulangnya jangan langsung pulang, ya?"

Bella mengernyit, dia mendongak menatap Satria. "Emang mau ke mana?"

"Main dulu, kan, ini hari Sabtu." Satria tersenyum.

Bella sedang berpikir untuk mencari alasan yang tepat untuk menolak permintaan Satria. Pasalnya, Bella tidak suka keramaian, kecuali dengan orang-orang terdekatnya. Dan Satria tidak termasuk ke dalam kelompok "orang-orang terdekatnya".

"Giman, ya?" Bella mencoba membuat suasana menjadi tidak nyaman, agar Satria tidak jadi mengajaknya pergi bersama.

"Enggak lama kok, sebelum magrib udah sampai di pintu rumah kamu," rayu Satria, dia masih memajang senyuman memukau andalannya. Tapi menurut Bella, senyuman Satria lebih mirip senyuman playboy cap gayung, ketimbang mirip anak kucing yang sedang memohon. "Mau, ya?"

Bella mendongak menatap wajah Satria yang sedang tersenyum manis. Sama sekali tidak terlihat ada wajah kriminal atau wajah laki-laki brengsek. Bella memalingkan wajahnya dari Satria, jika tidak, Bella bisa jatuh cinta kepada Satria. Berawal dari tatapan dan rasa nyaman, lalu turun ke hati. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Laki-laki ini memang memiliki daya tarik tersendiri bagi kaum hawa. Munafik jika Bella tidak tertarik.

Bella mengembuskan napas pasrah. "Yaudah, deh. Tapi jangan jauh-jauh."

Senyuman Satria melebar. "Enggak, deket kok."

StrawberryWhere stories live. Discover now