44.🍓

37 6 0
                                    


Hari Sabtu, sudah tiga hari berlalu sejak Satria mengambil Hoodie miliknya dari Bella. Sekarang dia sedang berbaring di depan televisi yang menyiarkan sebuah tayangan olahraga di salah satu saluran. Juan tiba-tiba datang dari arah luar. "Katanya Euis mau ketemu lo, Bang."

"Hah?" Satria langsung terduduk.

"Mending lo liat hp lo. Katanya dia ngirim chat, tapi enggak lo bales."

"Oh, oke." Satria mengangguk.

Juan berjalan ke kamarnya.

Setelah Juan tidak lagi terlihat, Satria berjalan ke kamarnya untuk melihat ponsel. Setelah itu, dia memakai Hoodie merah tua kesayangannya dan memakai celana panjang. Sore ini cuaca cukup dingin. Kemudian dia pamit kepada Amih untuk pergi keluar sebentar. Satria berjalan di bawah langit lembap yang sesekali meneteskan air. Kedua lengannya dimasukkan ke dalam saku Hoodie-nya. Matanya menatap seorang gadis yang sedang berdiri di pinggir jalan. Gadis itu memakai kardigan rajut, kedua lengannya dia lipat di depan dada.

"Ada apa, Is? Sorry, tadi gue enggak megang hp." Satria tersenyum saat sudah berada di dekat Euis.

Seperti biasa, Euis tersenyum dengan senyuman meneduhkannya. "Enggak papa, Sat. Ada yang mau aku omongin sama kamu."

"Oke."

"Kita sambil jalan aja, ya, enggak enak ngobrol sambil berdiri kayak gini."

Satria mengangguk-angguk. Mereka pun berjalan berdampingan menuju kebun teh.

*🍓🍓🍓*


Di sisi lain, gadis mungil nan cantik sedang merindukan seseorang. Dia tidak lagi memiliki Hoodie beraroma khas itu. Tapi, dia sudah memiliki barang baru untuk dia pandangi kala rindu seperti ini hadir. Walaupun begitu, rasa rindunya tidak bisa terobati, karena obatnya adalah pertemuan. Rencananya dia ingin memberikan kejutan kepada Satria. Dia baru pulang dari suatu tempat, sekalian saja dia menemuinya hari ini. Dia pun ingin meminta sarannya, karena dia diterima di dua universitas favorit secara bersamaan. Universitas Padjadjaran, dan di Institut Pertanian Bogor.

Bella membeli bolu pisang untuk diberikan padanya dan Amihnya. Lalu dia menaiki angkot. Suasana angkot tidak terlalu penuh, hanya ada beberapa orang saja. Satu ibu-ibu, dua anak SMP, dan satu kakek tua. Hatinya sangat senang, dia akan bertemu laki-laki bule itu, terlihat dari lengkung indah yang dia pajang. Sambil sesekali dia menatap layar ponselnya yang menampilkan foto dirinya dan seseorang yang akan dia temui.

"Kiri!" seru Bella kepada Mang Sopir setelah hampir 15 menit berada di dalam angkot.

Bella menatap ke arah luar jendela angkot, dan matanya langsung disuguhi oleh pemandangan yang menyakitkan ini. Seseorang yang ingin dia temui sedang berjalan bersama gadis cantik. Mereka berdua saling tertawa kecil. Terlihat sangat senang.

Entah apa yang terjadi pada Bella. Satu tetes air mata jatuh dari matanya. Sesak kembali hadir di dada. Hatinya kembali terasa tertikam karena cintanya kepada seseorang. Pertama, waktu itu Satria seolah mendekatinya, dan tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan. Walaupun akhirnya Bella tahu, Satria menjauhinya gara-gara surat itu. Tapi kali ini? Untuk apa dia menjemputnya saat perpisahan dan mengajaknya menghabiskan waktu bersama, jika ternyata ada perempuan lain? Apa Bella terlalu berharap? Apa Bella terlalu perasa? Apa sakit hati memang akan selalu ada kala mencintai seseorang?

"Neng, jadi turunnya?" pertanyaan Mang Sopir menarik Bella dari lamunannya.

"Eh, iya, Mang. Maaf, Enggak jadi," jawab Bella sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir dari balik kacamatanya. Bella terpaksa tersenyum kepada Mang Angkot.

Angkot kembali melaju. Mata Bella tertuju ke arah pemandangan menyakitkan itu. Kemudian dia menatap kantong plastik berisi bolu pisang yang ada di genggaman tangannya. Dia meremasnya, untuk menekan sebuah emosi yang akan tumpah ruah jika tidak di tahan. Sudahlah, mungkin semuanya memang tidak berarti apa-apa. Tapi rasa sakit ini? Butuh waktu untuk menyembuhkannya. Rasa sesak ini? Butuh waktu untuk kembali membuatnya lega. Rasa Bella kali ini lebih besar dari sebelumnya. Itu yang membuat hatinya lebih hancur. Tak perlu lagi dia menanyakan kepadanya soal pilihan universitas itu. Bella sudah tahu, universitas mana yang harus ia pilih.

*🍓🍓🍓*


Satria dan Euis sampai di sebuah saung yang ada di tengah-tengah kebun teh. Sama seperti waktu itu, saat pertama kali Satria kembali mengobrol bersama Euis setelah sekian lama. Bedanya waktu itu ada Juan yang ikut. Kabut mulai turun, menyelimuti hijaunya hamparan kebun teh yang indah dan asri.

"Lo mau ngomong apa, Is?" tanya Satria sambil menatap Euis intens. Setelah obrolan mengenang masa kecil mereka sambil tertawa-tawa.

Euis menunduk, lalu menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. Mencoba menyembunyikan postur tubuhnya yang akan menampilkan sebuah emosi. "Hm, maaf kalo aku lancang, Sat."

"Enggak masalah," jawab Satria.

Euis menatap Satria, wajahnya tidak bisa ditebak. Dia menampilkan senyuman, tapi ada tatapan sakit hati di matanya. "Hm... Aku suka sama kamu, Sat."

Sontak Satria terbelalak saat mendengar kalimat itu masuk ke telinganya. Mulutnya menganga, dia kehabisan kata-kata. Apakah saat ini Euis sedang menembaknya? Kalimat itu benar-benar seperti peluru yang masuk ke dadanya-sebenarnya dia cukup sering mendengar kalimat tembakan seperti itu dari perempuan, tapi ini Euis yang mengatakannya. Atau ini hanya sebuah candaan semata?

Satria tersenyum miring dan akan berbicara, tapi Euis memotongnya. "Aku mau ngutarain perasaan aku, Sat. Aku enggak peduli kalo kamu nganggep aku perempuan yang... enggak punya harga diri, murahan, atau semacamnya, karena aku ngungkapin ini ke kamu. Aku enggak ngerasa nyaman kalo aku terus-terusan nyimpen ini."

Tetes air mata terjatuh dari mata Euis, pipinya basah, ada sebuah sungai di sana. Rasa sedih menyelimutinya, rasa pilu kembali dia rasa, sesak menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan dia tidak kuat jika harus menahannya lebih lama.

Satria gelagapan, dia kira Euis hanya bercanda. Tapi melihat dari air mata, cara dia bicara dan ekspresi wajahnya, Euis tidak berbohong. Satria kebingungan, apa yang harus dia lakukan saat melihat seorang gadis menangis karena mengutarakan isi hati kepadanya. Sejauh ini hanya Euis yang seperti itu. Kebanyakan cewek-cewek yang menembaknya berekspresi ceria dan cekikikan.

Euis kembali berbicara. "Aku suka sama kamu, Sat. Aku cinta sama kamu, aku enggak tau sejak kapan perasaan ini muncul. Tapi, aku pikir aku harus ngomong ini sama kamu."

"Tapi gue-"

StrawberryWhere stories live. Discover now