2. Alden & Alaya

111K 11.3K 1.6K
                                    

Malam hari Alden masih mendiamkan Bundanya, ia kesal gara-gara Karin, gadis pendek itu berhasil lolos.

"Alden berhentilah merajuk, Bunda mau pulang dan ini Haidar nya."

Alden menerima Haidar dengan pelan, menatap Karin yang kini duduk di sebelahnya. "Berhentilah bersikap konyol yang hanya akan membuat Ayahmu lebih marah Alden."

"Ayah memang selalu melebih-lebihkan sesuatu Bun." Bantah Alden tidak mau disudutkan.

Karin mendengus. "Ayah mu akan pulang malam ini, jadi Bunda harus segera sampai di rumah. Bisa saja Bunda membawa Haidar tapi kamu tau sendiri Ayahmu tidak menyukainya," Papar Karin mengelus puncak kepala Alden lalu melangkah pergi.

Alden menatap bayi itu sedih. "Maaf," Alden mencium kedua pipi gembil itu gemas.
"Tampan sekali kamu ini," kekehnya menggendong bayi yang baru berumur 2 bulan lebih itu penuh dengan kehati-hatian.

Lalu meletakkannya di boks bayi. Saat Alden akan merebahkan tubuhnya di ranjang tangis Haidar membuatnya mengurungkan niat. Membawa kembali batita itu ke dalam gendongannya.

Setengah jam berlalu, tangis Haidar tidak kunjung berhenti membuat dirinya ingin ikut menangis.

Matanya mengantuk, tapi rupanya bayi ini tidak memperbolehkannya memejamkan mata barang sedikitpun.

Alden tidak pandai mengurus bayi, dan Alden sama sekali tidak mengerti arti tangis dari bayi laki-laki ini.

"Gue tau harus ke mana," Cetusnya dengan senyum miring.

Beberapa saat kemudian tibalah Alden di toko kue Wow, toko itu masih buka mengingat ini masih jam delapan malam lebih. Tangis Haidar masih menggema hingga semua pengunjung menatap dirinya.

Namun dasarnya Alden muka tebal, jadi ia dengan santai menuju kasir. "Cebol mana?"

Penjaga kasir itu sontak menggeleng. "Maaf Mas, tidak ada yang namanya cebol di sini."

Napas Alden memburu. "Pelayan paling pendek diantara kalian, cepat panggilkan!" Gertak Alden tidak sabaran.

Tangis batita yang tak kunjung berhenti ini tambah membuatnya kesal. "Cepet lelet banget sih lo!" Bentaknya entah pada siapa, karena penjaga kasir tadi sudah pergi ke belakang.

Tidak lama rahang Alden mengeras. "Kenapa yang dipanggil model kaleng-kaleng?!" Semburnya lagi. Membuat penjaga kasir itu tersenyum paksa.

"Kan tadi Mas yang minta suruh panggilin pengawai yang paling pendek? Ya ini orangnya," Kalau bukan tuntutan pekerjaan yang menyuruh untuk selalu bersikap ramah, mungkin ia akan dengan senang hati menyambit laki-laki bringas ini dengan loyang kue.

"Ada ribut apa-apa toh Unna?"

"Dia pengen cari seseorang tapi ga tau nam-"

"Nah ini dia yang gue maksud cebol!" Sambar Alden cepat, membuat Alaya langsung terkekeh kikuk pada Unna saat perempuan itu melayangkan tatapan sinis kearahnya.

"Urus laki lo Alaya! Buru Ibu Bos belum dateng, kalau sampai tuh nenek sihir nyampe, bisa ancur kita semua!" Omelnya.

"Maaf kak Unna, tapi dia bukan suami aku," Telunjuk Alaya mengarah tepat pada wajah Alden, membuat laki-laki itu langsung menepis tangan Alaya kasar.

"Songong ya lo, suami sendiri kaga diakui!" Ketus Alden, memberikan paksa Haidar agar digendong Alaya.

"Kasar banget sih sama anak sendiri juga," ucap Alaya mencoba lebih sabar dengan laki-laki di depannya.

Alden merangkul pinggang kecil Alaya mesra, menuntun gadis ini untuk keluar dari tokoh yang sempat ricuh akibat perbuatannya tadi.

Sedangkan Alaya yang terlalu fokus menenangkan Haidar agar berhenti menangis tidak terlalu memperdulikan apa yang diperbuat Alden.

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now