27. Alden & Alaya

53.9K 6.1K 98
                                    

Alaya meletakkan teh hangat dengan toples berisi biskuit rasa kelapa di hadapan wanita paruh baya berparas cantik dan berpenampilan elegan itu.

"Diminum dulu Bu."

"Makasih yah," balas Karin tersenyum hangat. Mulai menyesap teh hangatnya.

Alaya balas tersenyum. Gadis itu duduk di sofa yang berhadapan dengan Ibu Alden berada. Alaya mengambil satu bulatan biskuit dan memberikannya pada Haidar yang kini tersenyum polos ke arahnya.

"Haidar nya sini nak. Udah kangen nenek mau gendong," karin merentangkan kedua tangannya.

Dengan cekatan Alaya mengangkat tubuh gembul Haidar, namun batita laki-laki itu malah memeluk lehernya erat dengan bibir bergetar juga sipit bulat yang sudah berkaca-kaca. Tidak mau membuat Haidar menangis, Alaya pun kembali mendudukkannya kepangkuannya kembali.

"Haidar kenapa sayang? Nenek katanya mau gendong kamu. Kangen sama Haidar yang ganteng ini," alaya menggelitiki perut buncit batita laki-laki itu hingga tertawa senang.

"Sini sayang sama Nenek," karin kembali merentangkan kedua tangannya.

Gadis remaja itu pun mengangkat tubuh Haidar kembali. Dan lagi-lagi batita asuhannya menangis membuat Alaya tersenyum tidak enak hati pada Ibu kandung Alden.

Wajah Karin murung. Namun wanita paruh baya itu tetap tersenyum tulus. "Ya sudah kalo cucu Nenek ga mau di gendong."

"Maaf Bu," ucap Alaya penuh sesal.

Karin terkekeh. "Ga usah minta maaf. Haidar udah bergantung sama kamu, tau sendiri Ibu terakhir kali gendong Haidar pas masih di bedong. Dan sekarang udah bisa jalan aja. Jadi mungkin dia ngerasa asing."

Mata Alaya menatap sayang ke arah batita dalam pangkuannya yang kini asik memakan biskuit hingga belepotan. Ayah kandung batita ini bahkan tidak pernah menengok Anaknya kemari, terakhir kali Raffasya kemari saat Haidar sedang tertidur dan itu sudah lewat beberapa bulan.

"Dek, ini gaji kamu bulan ini," tegur Karin saat melihat gadis remaja di depannya melamun. Tangan Karin mendorong pelan amplop putih ke arah Alaya.

Alaya tersentak, tangannya mengambil alih gaji nya. Dalam hati ia bersyukur karena ia bisa menambah tabungannya untuk membantu uang kuliah Alden nanti. "Terima kasih Bu."

"Itu sudah jadi hak kamu," balas Karin tersenyum lembut.

Kepala Alaya mengangguk. Tersenyum manis. "Iya Bu."

"Alden pasti sekolah yah?"

"Iya dia sekolah dan bakal pulang nanti sore jam empat."

"Lo... Bukannya sekolah Alden pulang jam 2 siang yah. Kok sekarang beda?"

Mata Alaya menatap dalam wajah ibu Alden. "Pengayaan buat UN."

Terlibat wajah Karin langsung terkejut, detik berikutnya wanita paruh baya itu terlihat menghela napas beberapa kali. "Kenapa secepat ini," gumamnya kecil.

Bibir Alaya tersenyum tipis. "Maksudnya Bu?" tanya gadis remaja itu pura-pura tidak mengerti.

"Saya punya perjanjian. Perjanjian bodoh yang sampai detik ini saya sesali."

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang