39. Alden & Alaya

58.2K 6.1K 98
                                    

Alaya menatap dalam wajah Raffasya, tangannya menepuk-nepuk pelan punggung batita yang sedang ada di pangkuannya. Haidar masih sesegukan efek menangis saat Ayah kandungnya berkunjung dan berniat mengendong nya.

"Ini kartu ATM, nanti setiap bulannya gue bakal ngirim uang buat keperluan Haidar."

Gadis remaja itu diambang kebimbangan, ingin menolak takut Raffasya sakit hati, tapi kalau diterima ia juga takut Alden yang merasa diremehkan tidak bisa cari uang untuk menghidupi mereka berdua sampai ia menerima kartu ATM yang diberikan Ayah kandung batita kesayangannya.

Padahal pendapat Alden jauh lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, keperluan Haidar dan dirinya.

"Kenapa Kakak ga ngasih langsung ke Alden aja?"

"Yang pegang uang di sini lo kan?"

"Iya aku."

"Nah mangka dari itu gue kasihnya ke lo. Kalo ke Alden dia bakal nolak."

"Tapi Kak, lebih enak diomongin dulu sama Alden."

Kepala Raffasya menunduk. "Terima aja yah, gue Ayah kandung dari Haidar. Jadi udah kewajiban gue nafkahin dia."

Alaya jadi merasa bersalah. Memang benar, sebagai Ayah kandung dari Haidar, Raffasya wajib menafkahi Putranya. Tapi ia juga tidak bisa mengambil keputusan begitu saja tanpa ada persetujuan dari Alden.

Bisa saja Alaya menelfon Alden agar segera pulang, tapi itu kalau laki-laki itu sedang berada di cafe. Masalahnya tadi pagi Alden pamit kepadanya untuk ke kampus. Takutnya kalau ia menelfon dan laki-laki itu masih berada di kelas malah akan menganggu belajarnya.

"Aku terima yah Kak," alaya mengambil kartu ATM tersebut.

Senyum Raffasya mengembang manis, sangat manis. Mirip seperti cengiran polos Haidar.

"Senyum Kakak mirip Haidar."

Raffasya tergelak. "Yang ada senyum Haidar yang mirip gue, secara gue Bapaknya."

Alaya mengangguk membenarkan, menarik lembut agar batita itu melepas pelukannya. "Haidar ga mau peluk Daddy?"

"Kut, Ya!"

"Ga papah, Daddy kasih uang buat beli susu formula sama biskuitnya Haidar. Sekarang Haidar peluk sama bilang makasih ke Daddy yah," alaya menghapus jejak air mata di pipi bulat Haidar, menurunkan batita itu dari pangkuannya.

"Sini peluk Daddy," tangan Raffasya merentang dengan pandangan lembut dan penuh sayang pada wajah Putranya yang terlihat kusut karena sempat mengamuk dan menangis kencang saat ia datang.


*

Alden berjalan di koridor kampus. Tidak ada kelas lagi yang harus ia hadiri, jadi ia bisa langsung pulang untuk bertemu kedua orang tersayangnya.

"Alden tunggu!"

Langkah kaki remaja itu terhenti, menaikkan sebelas alisnya bingung pada perempuan yang terlihat kecapean karena berlari itu.

"Kamu mau pulang?"

"Ya."

"Nebeng dong."

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now