37. Alden & Alaya

71.3K 6.5K 598
                                    

Alaya sedang bermain dengan Haidar di sofa ruang tv, ia bahagia dengan kehidupannya sekarang. Meskipun Alden masih sering membuatnya senewen sendiri, tapi tidak mengapa memang dari dulu laki-laki itu seperti itu kan?

Kadang jika sudah lelah meladeni kejahilan Alden, ia akan diam seribu bahasa. Barulah laki-laki itu akan ikut anteng.

Perasaan waktu pertama ketemu dengan Alden, pemuda itu terlihat dingin dan menyeramkan. Tapi makin ke sini makin muncul sikap aslinya yang ternyata pecicilan dan tidak bisa diam.

"Hi Ayang!"

"Waalaikumsalam," alaya mencium telepak tangan laki-laki di depannya yang baru saja pulang dari kuliah atau bisa jadi juga dari cafe.

Alden menyengir lebar, membuka tas gendong berwarna putihnya. Mengeluarkan kotak bludru. "Ayang pasti cantik kalo pake kalung," alden memakaikan kalung dengan bandul huruf A itu dileher Alaya.

Wajah Alaya menunduk, memegang kalung itu. "Ini buat siapa?"

"Haidar."

"Terus kenapa dipakein ke aku?"

Dengan gemas Alden mengigit daun telinga Alaya kencang, hingga gadis itu memekik. "Ya buat Ayang lah, masa iya Haidar pake kalung emas!"

"Sakit!" sebal alaya menepuk paha laki-laki itu kencang.

"Uttu, uttu... Gemes, pengen mbunuh Ayang."

Mata Alaya memicing. "Dari tadi kamu ngomong Ayang, Ayang terus. Maksudnya apasih?"

"Gue manggil lo bego!"

"Begonya muncul," dumel Alaya.

"Abis lo nyebelin banget kalo lagi lemot."

Gadis remaja itu diam, memandang kalung yang menurutnya sangat indah itu dengan binar bahagia.

Alden ikut tersenyum dan merasa bangga akan hal itu. "Boleh minta sesuatu ga?"

"Ngomong aja."

"Jangan panggil gue nama bisa? Ga sopan tau manggil suami cuma nama doang."

Alaya mengerjap, benar juga. Kenapa ia sampai tidak menyadarinya, bahkan dulu Almarhumah Ibunya pernah memberikan nasihat tentang hal ini.

"Mas?"

"Ga jangan itu!"

"Abang?"

"No!"

"Akang?"

"Lo kira gue almira, yang pararunten akang, teteh!"

Alaya tertawa pelan. "Terus apa dong? Semuanya kamu tolak."

"Panggil Kakak aja."

Kepala Alaya mengangguk tanpa protes, memajukan wajahnya dan mencium kedua pipi Alden. "Makasih kalungnya Kak."

Alden tersenyum konyol, membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. "Iyaaa Ayang!"

*

"Yang, tadi siang pas di kampus ada cewek nembak gue."

"Terus Kakak terima?" alaya bertanya santai, tangannya menyuapi Haidar bubur sumsum yang dia beli di depan gang.

"Ngga dong Ayang, gue mah antin selingkuh-selingkuh club," alden mengambil alih mangkuk di tangan Alaya, ia menyuapi Haidar yang sibuk dengan mainan robot dan juga mobil-mobilannya.

"Iya percaya, gimana sama cafe nya?"

"Lancar Yang... Konsepnya ada pembaruan sedikit, dibantu Genta waktu nyari idenya."

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang