6. Alden & Alaya

87K 9K 405
                                    

Tawa khas anak kecil terdengar di setiap sudut ruangan, suaranya mampu menular. Membuat orang yang mendengarnya menjadi ikut tertawa.

Sama halnya dengan Alaya, remaja itu ikut terkekeh, terus menggoda bayi laki-laki yang menjadi asuhannya hingga bayi itu tertawa atau mewek saat Alaya tidak segara memberi mainan yang Alaya pegang.

Jika kalian bertanya Alden ada di mana, jawabannya adalah di sekolah. Karena tadi pagi Alaya dengan tidak sopan mengguyur wajah majikannya itu dengan air es.

Bukan Alaya yang inisiatif sendiri, tapi Ibu dari Alden lah yang menyuruh Alaya melakukan apa saja jika cowok tidak bisa dibangunkan.

Lagian menurut Alaya, Alden itu tidak mensyukuri hidup di keluarga yang bahkan sangat mampu. Mungkin karena itu laki-laki urakan semacam Alden sangat menyepelehkan waktu.

Alaya berharap semoga Alden tidak kembali pulang sebelum waktunya, seperti sebelum-sebelumnya laki-laki beranting itu sudah ngejogrog di rumah pukul 12 siang.

Padahal yang Alaya tau sekolah di pulangkan tepat pukul jam 2 siang atau bahkan jika full day malah lebih lama dari itu.

"WOY ALAY!"

Baru saja diomongin, pemuda semrawut itu sudah muncul. Dan kali ini lebih parah dari kemarin-kemarin, padahal sekarang baru jam 11 siang yang berarti waktunya istirahat kedua.

Jangan heran Alaya tau dari mana, tentu saja dari jadwal yang tertempel di tembok kamar Alden sendiri.

"Salam Alden. Jangan way, woy, way, woy," omel Alaya berjalan mendekat ke arah cowok yang sedang melepas sepatu sekolahnya.

Alden meletakkan sepatunya ke rak yang terletak di samping pintu masuk. Tangannya mengatup di depan dada, senyumnya mengembang tidak ikhlas. "Iya, iya maaf."

"Dibelakang kamu siapa Alden?"

Tangan remaja perempuan itu mendorong badan Alden ke samping agar tidak menghalangi pandangannya pada sosok laki-laki yang masih berdiri di tengah-tengah pintu.

Wajahnya sedikit mirip dengan Alden.

Sedangkan Alden berdecak kesal, berani-beraninya perempuan ini mengabaikannya?

Dan malah memperhatikan Kakaknya, Raffasya Qiyas Irawan.

"Siniin bayinya."

Alaya beringsut menjauh, bersembunyi dibalik punggung majikannya. Matanya menatap sayang wajah Haidar yang menyengir polos ke arahnya.

Jadi bagaimana bisa Alaya menyerahkan begitu saja Haidar pada orang yang belum ia kenal.

Bagaimana kalau orang berkemeja hitam itu disuruh Alden yang untuk datang ke sini dengan niat ingin menjual Haidar karena Alden sudah tidak punya uang untuk biaya hidup.

Mengingat Alden itu masih menempuh pendidikan di tingkat SMA membuat Alaya tambah yakin, kalau majikan bringas nya benar-benar sudah bangkrut.

"Alay, kasiin Haidar nya."

"Kamu ini, sebagai Ayah harus punya rasa kasihan dong sama Haidar. Masa anak kandung sendiri mau dijual." omel Alaya menjauh dari kedua laki-laki itu.

Tangan Alden terangkat menjewer telinga gadis se-senti ini. "Kalo sama gue, pikiran lo negatif mulu yah!"

Bibir Alaya mengerucut, kesal saat remaja bertindik ini dengan paksa merebut Haidar dari gendongannya.

"Monyong aja tuh bibir, mau sekalian gue operasi tuh biar berubah kaya ikan loha!"

Segera saja Alaya mengubah raut wajahnya seperti biasa, kaki pendeknya melangkah ke arah laki-laki berkemeja hitam yang kelihatannya sangat sayang pada Haidar.

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang