46. Alden & Alaya

56.9K 6K 66
                                    

Seiring bertambahnya bulan, usia kandungan Alaya memasuki trimester ketiga pada usia kandungan 7 bulan membuatnya harus waspada. Pergerakannya juga sangat terbatasi.

Bahkan untuk menyapu halaman rumah pun sudah membuat pinggangnya terasa pegal-pegal. Apa lagi Haidar sedang masa aktif-aktifnya, membuat Alden berinisiatif membawa batita laki-laki ikut bersamanya jika ingin keluar rumah atau mendatangi cafe. Kecuali ke kampus.

Tidak ada ngidam yang berarti selama kehamilan Alaya, itu semua membuat Alden sedikit bernapas lega. Setidaknya calon anaknya itu mengerti kalau Ayah nya ini termasuk kaum rebahan.

"Pantesan gue panggil-panggil ga nyaut," gumam Alden melihat Alaya berselonjor kaki di atas kasur dengan punggung menyender pada dipan ranjang.

"Masih mau ngelamun? Sampe ga tau suami udah pulang," sindir Alden menggantungkan tas nya ke gantungan di belakang pintu.

"Tadi aku-"
"Ga jadi deh," saut Alaya kemudian, meremas jari jemari lentiknya.

Alden ikut bergabung tidur menyamping di samping Istrinya. "Apa? Pokoknya harus bilang, gue paling ga suka sama omongan ngegantung! Bikin penasaran aja tau."

"Kalo aku bilang, kakak ga bakal ketawa kan?"

"Iya Ayang... Ga bakalan ko," alden mengelus punggung tangan Istrinya untuk meyakinkan. Entah kejujuran apa yang akan di bicarakan bumil ini.

"Eum... tadi aku liatin kaki aku sendiri. Kaki aku dari sananya pendek, sekarang aku hamil dan kakinya bengkak. Aku jadi makin keliatan cebol kalo berdiri."

Alden tersenyum tipis, bibirnya mengecup kedua betis Istrinya yang terasa kenyal. "Ga papah, gue makin tambah gemes tau."

"Tangannya juga bengkak," alaya merentangkan kesepuluh jarinya kehadapan laki-laki bertindik itu.

Kembali Alden menggenggam kedua tangan Istrinya, mengecup punggung tangan yang juga semakin berisi dengan penuh perasaan. "Gue tau semua badan lo juga bengkak, tapi asal lo tau... Itu ga berdampak apa-apa sama gue, gue malah makin sayang sama lo."

Alaya bungkam. Tidak seharusnya akhir-akhir ini ia selalu berpikir tidak-tidak tentang Alden yang akan bosan karena melihat tubuhnya berubah drastis menjadi gemuk.

Ternyata rasa khawatirnya itu tidak berdasar, buktinya laki-laki itu sendiri telah mengatakan malah makin sayang.

Alaya terharu dibuatnya.

"Haidar tidur ya?"

"Iyaa.."

"Kalo gitu sekarang kita juga tidur, gue cape sama ngantuk," alden memeluk perut buncit Istrinya posesif.

"Alden aku ga nyaman sama posisi tidurnya."

Remaja laki-laki itu kembali bangun, melepas pelukan tangannya. "Terus posisi nyamannya gimana?"

"Kaya gini," alaya tidur miring membelakangi Alden.

Alden terkekeh. Menyelipkan lengan kirinya ke bawah kepala Alaya, melingkarkan lengan kanannya pada perut buncit Istrinya dari belakang dengan kaki panjangnya menindih betis empuk Alaya.

Benar, posisi seperti sekarang jauh lebih nyaman.

*

"Lay, apa gue harus beli mobil. Biar kalo ke mana-mana lo ga kepanasan lagi?" ceplos Alden sembari ikut duduk di samping Istrinya yang sedang menemani Haidar bermain.

"Ga usah, toh sebentar lagi aku lahiran. Jadi ga mungkin keluar rumah dalam waktu dekat."

"Iya juga," alden mengangguk-angguk, paham.
"Tapi, kalo tiba-tiba lo mau lahiran gimana? Masa ke rumah sakitnya naik motor."

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now