32. Alden & Alaya

54K 6.1K 124
                                    

Alden mondar-mandir di depan pintu kamar Alaya dengan Haidar yang berada di gendongannya. Mereka sudah rapih dan wangi, tinggal berangkat ke penjara untuk menengok Ayah Alaya sekaligus meminta restu dari beliau.

Tapi sepertinya Alaya belum juga selesai dengan ritual mandi dan dandannya. Alden memaklumi itu, karena sebelumnya gadis itu mengurus Haidar terlebih dahulu dan juga membantu memilihkan baju untuk ia pakai.

Hanya saja Alden sudah gelisah duluan, ia takut Ayah dari Alaya tidak memberinya restu dan malah menyuruh Alaya menjauhinya.

Jangan sampai itu terjadi, ia sudah sangat bergantung pada gadis pendek yang suka mengomel dengan pemikiran kolotnya itu. Jadi, bagaimana bisa Alden dan Haidar hidup berjauhan dengan Alaya. Tidak mungkin bisa!

Ceklekk...

"Alden kamu ngapain mundar, mandir kaya mainan tikusnya Haidar?"

Telapak tangan Alden menoyor jidat Alaya gemas, masa ia sudah cakep dan rapi begini disamakan dengan mainan tikus milik Haidar, yang benar saja. "Lo dandan lama amat!"

"Aku mau ketemu Ayah, jadi harus cantik. Biar Ayah pangling liat aku," alaya cemberut membenarkan poninya yang berantakan akibat laki-laki di depannya.

"Gaya, gayaan lo, penampilan lo ga ada bikin pangling-pangling nya!"

"Mulut kamu tajem banget Alden, di asah di tukang las mana?"

"Ga usah ngajak ribut, nih gendong Haidar nya."

"Untuk kali ini biar kamu yang gendong Haidar nya."

Satu alis Alden terangkat. "Tumben?"

"Kali aja ada polisi muda yang kepincut sama aku, nanti kan kalo aku gendong Haidar dikira aku udah punya anak," jawab Alaya polos.

Rahang Alden mengeras, memberikan Haidar paksa ke arah Alaya agar digendong gadis itu. "Ga ada, ga ada. Cepet gendong Haidar nya!" sembur Alden kesal, langsung berjalan keluar rumah.

"Tapi Alden," rengek Alaya mengekor di belakang remaja laki-laki itu.

"Jangan ganjen! Lo mau nikah sama gue anjir, ini kita juga mau ke kantor polisi kan buat minta restu Ayah lo! Enak aja lo mau tebar pesona."

Bibir Alaya cemberut, ingin sekali ia menendang bokong Alden hingga remaja laki-laki itu nyusruk ke tanah. Andai saja ia berani.

"Inget yah, di kantor Polisi nanti lo jaga mata sama hati!" tandas Alden berkacak pinggang.

"Tergantung."

Alden kembali dibuat kesal. Menyentil bibir alaya beberapa kali. "Nurut!"

"Iya nurut!" teriak Alaya meringis sakit, mengelus-elus bibirnya. "Tega banget sih kamu Alden."

"Lagian lo sendiri yang mulai, mangkanya jangan mancing-mancing gue jadi kasar," sinis Alden.
"Ini lagi Taksi mana lagi? Ga tau apa gue buru-buru mau cari restu camer."

Alaya mencium pipi Haidar yang sudah berlapis bedak bayi dengan gemas. "Paman kamu kaya perempuan mens, marah-marah mulu," bisik Alaya pelan.

Haidar yang merasa geli karena bisikan itu tertawa, memainkan kalung yang bertengger manis di leher jenjang Alaya. Membuat Alaya geli dan berakhir ia juga ikut tertawa.

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang