30. Alden & Alaya

56K 6.2K 175
                                    

"Bangsat!" umpat Alden sembari melempar vas bunga yang menjadi pajangan di tengah meja ruang tamu.

Dari arah luar Alaya berjalan terngopoh-ngopoh dengan Haidar yang berada di gendongannya. "Alden dengerin dulu..."

Mata Alden berkilat marah. Menepis kencang tangan gadis itu yang berniat menyentuh lengannya. "Ga usah deket-deket gue. Sana, sama selingkuhan lo aja!"

"Rendi bukan selingkuhan aku, Alden. Kita ga sengaja ketemu pas aku beli sayuran di depan komplek."

"Ga percaya gue!" sinis Alden kesal. Melipat tangannya di depan dada.
"Kesel gue pas tau selingkuhan lo tetanggaan sama tempat tinggal kita sekarang," lanjut Alden menggebu-gebu marah.

"Ya ampun Alden, aku kan udah jelasin. Kalo aku itu ga sengaja ketemu Rendi," alaya menurunkan Haidar ke lantai, sehingga batita itu berjingkrak bahagia dan berseliweran bermain dengan mainannya.

Namun Alden masih saja mengetatkan rahangnya. Ia masih belum terima, kalau ternyata rumah almarhum Ayahnya yang di wariskan untuk dirinya ternyata bertetangaan dengan Rendi. Pemuda yang beberapa kali sudah membuatnya cemburu dan terbakar emosi karena berani berdekatan dengan Alaya.

"Pokoknya gue marah sama lo Lay!"

Bibir Alaya cemberut. "Ya udah kalo kamu marah, aku bisa apa? Yang penting aku udah jelasin sama kamu," alaya membawa keranjang belanjaannya ke dapur.

Rumah baru, suasana baru. Ini lah yang sedang Alaya rasakan. Sudah lebih dari satu Minggu ia menempati rumah ini, rumah yang diwariskan almarhum Ayah Alden untuk laki-laki itu.

Rumah yang tidak megah juga mewah, hanya rumah sederhana tapi sangat nyaman dan hangat untuk di jadikan tempat tinggal. Tempat berlindung dari panasnya sinar matahari dan dinginnya udara malam juga pelarian terakhir pulang setelah lelah beraktifitas seharian di luar.

Menghela napas pelan Alaya mulai menata seluruh sayur, buah, daging serta ikan yang sempat ia beli di pasar depan komplek tadi ke dalam kulkas.

Setalah memastikan semuanya sudah ia masukkan ke dalam kulkas. Alaya mulai menyiapkan air panas untuk batita laki-laki itu mandi sore.

"Yaya!"

Kepala Alaya menoleh ke sumber suara, mulutnya menganga tidak habis pikir ketika melihat rambut gondrong Haidar di kuncir dengan karet jepang dengan beberapa kunciran. "Duhh... Sayang, siapa yang nguncir rambut kamu?" alaya berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Haidar.

Bibir Haidar cemberut, tangan mungilnya menarik-narik kunciran rambutnya. "Man. Yaya!" adunya setengah merengek.

Alaya menghela napas pelan, batita ini biasa memanggilnya 'Yaya' dan memanggil Alden dengan sebutan 'Man' mungkin plesetan dari kata paman.

"Sini biar Yaya bantu lepasin kunciran nya," alaya mulai melepas karet jepang yang melilit rambut batita laki-laki kesayangannya ini.

Tak henti-hentinya pula Haidar mengoceh ke sana ke mari dengan bahasa bayinya, mata bulatnya menatap wajah Alaya tanpa berkedip dengan raut wajah kelihatan kesal.

"Nah sekarang udah lepas semua," alaya tersenyum manis, mengelus pipi bulat kemerahan itu pelan.
"Ngomelnya udah yah, kita mandi. Nanti sore ikut Yaya ke supermarket beli susu formula, popok sama biskuit buat Haidar," acak Alaya mulai melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh batita itu.

ALDEN & ALAYA || ENDOnde histórias criam vida. Descubra agora