38. Alden & Alaya

61.7K 6.2K 191
                                    

Alden meraba ranjang sampingnya yang ternyata kosong, mengucek pelan kedua matanya, menatap jam dinding yang ada di kamarnya, pukul 8 pagi. Pantas saja Alaya sudah menghilang dari kamar. Ia pastikan Istrinya itu sudah selesai memasak sarapan dan beberes rumah.

Walaupun mager remaja laki-laki itu tetap berjalan ke kamar mandi, setidaknya walau jarang sekali membantu Alaya beberes rumah ia bisa menggantikannya dengan memakan sarapan yang dibuat oleh gadis itu dengan lahap.

Tidak lama Alden sudah rapi dengan baju rumahannya, berjalan keluar. Matanya langsung membola saat melihat gadis itu kelihatan memegang perut dengan badan membungkuk. "Lay, kenapa?"

Alaya tersentak, tidak mau membuat Alden khawatir akhirnya gadis itu mencoba berdiri tegak. "Tadi perutnya kaya ditusuk, sekarang udah ga ko."

"Beneran? Jangan bohong." saut Alden khawatir, membantu Istrinya duduk.
"Kalo masih sakit bilang, kita ke rumah sakit buat periksa."

"Udah ga sakit ko," alaya berniat kembali berdiri, namun bahunya langsung ditekan kuat oleh laki-laki yang ada di sampingnya.

"Biar gue aja yang ngambil makanannya."

Remaja laki-laki itu menarik bangku agar lebih dekat ke samping Alaya. "Buka mulutnya."

"Aku bisa makan sendiri."

"Lo buka mulut atau gue jejelin nih makanan ke hidung!"

Bibir Alaya mengerucut, karena takut Alden akan melakukan ancamannya tadi akhirnya ia pun membuka mulut.

"Kan pinter," alden menepuk-nepuk atas kepala Alaya dengan senyum tipis.

"Terus kamu makannya gimana?" alaya bertanya dengan mulut penuh nasi.

"Gampang, tinggal makan bareng," tanpa beban Alden menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sendiri dengan sendok bekas Alaya.

"Ga jijik? Sendok nya kan, bekas aku."

"Sama sekali ga, malah makanannya jadi kaya ada manis-manisnya."

Alaya terkekeh. "Dikira iklan lemineral."

Alden ikut tertawa. Sejak mengenal Alaya, tawa dan kebahagiaan gadis yang sekarang ada di sampingnya kini selalu menjadi prioritas nomer satu.

"Haidar mana?" alden bertanya sembari memberikan gelas kaca berisi air putih pada Istrinya.

"Subuh tadi bangun, udah aku mandiin juga. Terus aku tinggal sholat taunya malah tidur lagi," alaya kembali meringis, tangannya terkepal kuat dengan dahi yang mulai berkeringat.

Tangan Alden menghapus buliran keringat di pelipis gadisnya. "Gue tau lo sakit, kita ke Dokter yah?"

"Ga usah Kak."

"Kenapa sih kalo diajak ke Dokter selalu aja nolak? Gue suntik mati juga lo!" alden jadi ngegas.

Wajah Alaya merenggut. Memegang perutnya, terserah Alden saja mau mengatakan apa, yang jelas sekarang nyeri diperutnya jauh lebih menyakitkan dari pada kata-kata laki-laki itu.

Alden berjongkok di bawah Alaya, menyingkap paksa baju dan dalam gadisnya hingga menampilkan perut datar gadisnya yang terlihat memar. "Ini kenapa?"

"Ke bentur," cicit Alaya takut.

"Di mana? Kenapa lo ga bilang ke gue sih?!"

"Pas disuruh kamu ngambilin kotak obat buat Haidar, waktu tangannya berdarah," alaya meremas jari-jarinya sendiri saat telunjuk Alden menguap lembut luka memar itu.

Kejadiannya sudah lewat beberapa hari. Awalnya Alaya merasa baik-baik saja, tapi lama kelamaan perutnya jadi sering nyeri dan terasa sakit.

Kepala Alden mendongak. "Hati-hati dong Lay."

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang