18. Alden & Alaya

58.9K 6.7K 161
                                    

Alden menguap lebar. Rambutnya berantakan akibat bangun tidur. Pemuda itu menuruni anak tangga. Namun tidak menemukan keberadaan Alaya dan juga Haidar yang biasanya memang berada di ruang keluarga.

"Cebol!" teriak Alden keluar Mansion.
"Ke mana sih?!" gerutunya kesal. Kepalanya menoleh pada gerbang Mansion yang terbuka sedikit. Matanya memicing tajam saat ada tangan mungil melambai-lambai di sana. Kakinya melangkah cepat ke arah gerbang.

Rahangnya mengeras saat melihat Alaya sedang mengobrol dengan laki-laki yang sempat adu jotos dengannya waktu itu di kantin sekolah. Dan berakhir lah mereka berdua di ruang BK bersama Abdad yang menangani.

Segera saja remaja laki-laki itu mendorong gerbangnya ke samping. Hingga terbuka lebar. "Pantesan aku bangun tidur kamu udah ga ada di samping aku, ternyata lagi bawa Haidar jalan-jalan sore ya."

"Eh!" alaya terkejut saat tiba-tiba majikannya itu langsung memeluknya dari samping. Gadis remaja itu tersenyum canggung pada Erol yang kelihatannya sangat penasaran akan semuanya.
"Eum... Kamu masih kenal Alden kan Erol?"

"Yang pernah nonjok gue tiba-tiba kan?"

Alaya terkekeh ringan. Sedangkan Alden pura-pura tidak mendengar obrolan itu. Awas saja Adik kelasnya itu. Berani-beraninya sampai datang ke rumah dan sekarang malah berhasil mengobrol dengan cebol nya. Alden merasa kecolongan.

"Sayang temenin aku bobo lagi," rengek Alden tiba-tiba.

"Jangan macem-macem yah Alden."

Remaja laki-laki itu melepaskan pelukannya. Matanya memicing tajam pada teman sekelas Alaya itu. "Ngapain lo ngobrol sama bini orang?!"

Erol tersenyum sinis. "Ga usah mimpi. Alaya udah terlanjur bilang kalo lo majikannya dan Haidar ponakan lo yang di asuh sama Alaya. Kalian hanya sebatas atasan dan bawahan!"

"Yang kok kamu gitu sih..." rengek Alden kembali memeluk Alaya.
"Kan kita dijodohin sama orang tua kita. Kamu malah ga mau ngakuin ke orang-orang kalo aku suami kamu. Hati aku sakit tau."

Mata Alaya melotot saat Erol menatapnya kecewa. Apa temannya itu menganggap drama Alden kenyataan?

"Kalo fakta Haidar emang ponakan aku itu emang bener. Tapi kamu harus ingat juga, Haidar dititipin sama kita biar kita bisa ngurus anak kalo kamu hamil nanti."

"Apaan sih!" gerutu Alaya melepas pelukan majikannya itu kasar. Sepertinya nyawa Alden belum terkumpul karena baru bangun tidur. Jadi ngelantur ke mana-mana.

"Gue pamit pulang," ucap Erol tiba-tiba langsung menancap gas dan melaju pergi.

"Erol! Ini ga bener. Masa iya kamu percaya!" teriak Alaya kesal. Gara-gara laki-laki amburadul itu mungkin temannya itu beranggapan kalau ia benar-benar sudah menikah dan sedang proses pembuatan anak.

Senyum Alden merekah. Dengan enteng remaja laki-laki itu kembali menutup gerbang dan menguncinya dari dalam. Meninggalkan Alaya dan juga Haidar di luar.

"Alden kamu nyebelin banget sih!" kesal Alaya menggoyang-goyangkan gerbang itu penuh tenaga dengan tangan kanannya. Hingga membuat gembok nya beradu dengan besi. Menimbulkan suara keras.

*

Gadis remaja itu keluar dari kamar batita asuhannya yang baru saja tertidur setelah meminum susu formula dalam botol.

Menuruni anak tangga untuk kembali ke kamarnya yang memang berada di lantai bawah. Alaya ingin cepat-cepat berbaring di kasur dan beristirahat.

"Alden," gumam Alaya saat melihat majikannya itu duduk melamun di sofa ruang tamu dengan mata menatap layar ponsel di genggamannya.

Tersenyum tipis akhirnya Alaya mengurungkan niatnya agar cepat beristirahat. Nyatanya gadis itu malah duduk di samping remaja laki-laki yang kini menatap nya tanpa ekspresi. "Kamu ada masalah?"

"Ga ada." jawab Alden langsung meletakkan ponselnya ke meja yang ada di depannya. Pemuda itu menyenderkan bahunya pada sandaran sofa.

Kepala Alaya mengangguk. "Padahal kalo kamu mau berbagi cerita akan dengan senang hati aku menjadi pendengar yang baik," gumam Alaya kecil. Kembali berdiri dari duduknya.

"Sudah malam. Tidurlah, besok kamu harus sekolah," alaya tersenyum tipis. Berjalan meninggalkan Alden yang kini masih terpaku di tempat.

Tiga puluh menit berlalu sejak Alaya pergi ke kamarnya. Namun Alden masih betah melamun dan bergelut dengan pikirannya pada posisi dan tempat yang sama.

Dengan sendirinya kaki Alden malah melangkah ke depan kamar Alaya. Mengetuknya beberapa kali. Berharap gadis itu belum tertidur. "Lay, lo belum tidur kan?" tanyanya sembari membuka pintu kamar.

"Udah tapi kebangun gara-gara kamu," kesal Alaya mengucek kedua matanya.

Bukannya meminta maaf Alden malah mencubit lengan Alaya kencang. "Kalo tidur itu lampunya dimatiin biar kualitas tidur lo lebih bagus."

"Takut," jawab Alaya seadanya dengan tangan mengelus lengannya pelan. Bahkan kantuknya langsung hilang seketika.

"Lay."

"Jangan duduk di kasur aku Alden!" tegas Alaya mencoba mendorong tubuh laki-laki bringas itu.

"Sebentar. Lagian gue ga bakal ngapa-ngapain lo juga!"

Bibir Alaya mengerucut. Salahnya juga karena tidak mengunci pintu. Sehingga majikannya itu bisa menyelonong masuk dengan seenaknya.

"Besok temenin gue."

"Ke mana?"

"Nanti juga tau," alden berdiri. Mendorong pelan kedua bahu Alaya sehingga gadis itu kembali terbaring tidur. "Tidur," perintahnya menyelimuti tubuh Alaya hingga batas dagu dengan selimut hangat.

Bibir laki-laki itu mendarat di kening Alaya lama. "Semoga mimpi indah Alaya Gavaputri."

Remaja laki-laki itu berjalan keluar dari kamar Alaya. Menutup pintunya dari luar. Meninggalkan Alaya yang malah sedang maraton dengan detak jantung nya akibat perlakuan manis yang laki-laki kasar itu berikan.

Alden kesurupan setan apa ya kira-kira?

*

"Lo bener nih mau berhenti sekolah aja?" alden bertanya dengan nada tak santainya. Laki-laki itu menerima suapan Alaya kesal.

"Yakin sekali." jawab Alden enteng. Memberikan satu gelas minum air putih pada laki-laki yang sedang ia suapi itu.

"Padahal gue rajin sekolah gara-gara bisa modus kalo naik motor sama lo. Dipeluk erat dari belakang. Aduh bikin gue tambah cinta aja," frontalnya.

Wajah Alaya memerah antara kesal dan juga malu. Alden dengan segala kalimat ceplas-ceplosnya membuat Alaya mati kutu sendiri.

"Kak sia tumben ga ke sini Alden?"

"Dia bilang sama gue lagi sibuk."

"Pantesan," saut Alaya kembali menyuapi remaja laki-laki itu dengan telaten.

Untung batita asuhan nya belum terbangun. Jadi ia tidak kebingungan harus mengurus yang mana dulu. Kalau ia mengutamakan Haidar. Alden akan mengomel dan marah-marah. Tapi jika Alaya mengurus Alden dulu giliran Haidar yang menangis karena di abaikan.

Kedua laki-laki beda usia dan generasi itu memang membuatnya pusing sampai menembus langit ke tujuh.

"Sekolah aja kenapa sih Lay," gerutu Alden masih saja kesal.

"Ini keputusan aku Alden. Jadi kamu harus bisa menghargai," cetusnya tegas. Kalau boleh jujur Alaya juga masih ingin sekolah dan mendapat ilmu serta ijasah. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus tau diri.

Menghembuskan napas nya pelan Alden berdiri dari duduknya. Remaja laki-laki itu memakai tas berwarna putih di gendongannya. "Kalo gitu nanti lo belajar sama gue aja di rumah."
"Gue berangkat sekolah dulu. Lo sama Haidar baik-baik," lanjut Alden membalikkan badan dan berjalan ke luar.

"Bentar Alden!"

"Apa?" saut Alden tanpa membalik badan.

"Ga salah kamu mau ajarin aku belajar? Sedangkan kamu aja ega pandai sama semua mata pelajaran."

Seketika Alden langsung membalikkan badan. Melepaskan tas gendongnya. "Lo mau gue lempar pake tas, huh?!

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang