11. Alden & Alaya

69.7K 7.7K 349
                                    

Hari semakin malam membuat remaja itu menghentikan pencariannya, memilih besok untuk melanjutkan. Alden keluar dari dalam mobilnya dengan wajah lesu, tidak ada siulan seperti biasanya. Berjalan ke dalam rumah dengan langkah tidak semangat.

Sebenarnya ke mana gadis cebol itu bersembunyi?

"Hari gini baru pulang, bagus lo bener-bener ketinggalan berita."

"Jangan berisik Kak Sia!"

"Kalo ga berisik bukan gue namanya."

Alden mengabaikan itu, kaki panjangnya melangkah menaiki anak tangga, sampai suara lembut juga celotehan tidak jelas khas bayi membuatnya kembali membalikkan badan.

"Lo sembunyi di lubang cacing apa di mana sih?!" bentak Alden langsung memeluk Alaya, dengan Haidar yang berada di tengah mereka.

"Aku sembunyi ke rumah Chiko."

Mendengar itu Alden lantas dengan cepat melepas pelukannya. "Chiko yang waktu itu ngajakin lo ketemuan di taman?!" tanyanya dengan nada tidak enak di dengar.

Kepala Alaya mengangguk, membuat rahang Alden semakin mengeras. "Rambut lo juga di kunciran sama Chiko?" tangan Alden menunjuk kuncir kuda dengan ikat rambut berwarna hitam itu.

Alden masih ingat saat dia meminta ijin untuk keluar, rambut gadis di depannya ini tergerai anggun. Cocok dengan wajah Alaya yang cantik.

"Iya. Kata Chiko biar aku ga gerah."

"Dan lo mau-mau aja?!"

"Kan niat Chiko baik Alden."

Tangan Alden mengacak rambutnya frustasi, langsung saja remaja itu kembali naik kelantai atas tanpa berniat memperpanjang perdebatan.

Sampai di kamar Alden membanting pintu keras hingga menimbulkan bunyi yang mampu didengar sampai lantai bawah.

Pemuda itu duduk di tepi ranjang dengan napas memburu, serta kedua tangan yang terkepal kuat. "Anjing! Kenapa hati gue panas denger Chiko berani nyentuh rambut cebolnya gue sih!"

"Alden kamu ga kenapa-napa?" tangan kecil Alaya menggedor-gedor pintu dari luar.

"Ini semua gara-gara lo bego!"

Wajah Alaya memucat, pikirannya sudah berkelana bahwa pria yang tadi sempat membuat jidatnya berdarah juga melukai Alden. "Kamu ga luka kan Alden? Apa gara-gara aku tinggal di sini kamu jadi kena marah Tuan besar," ucapnya panik.

"Gue benci lo anjing!"

Prangg...

Kaki pendek Alaya melangkah mundur saat mendengar suara bantingan benda itu, apa dugaannya benar?

"Apa aku berhenti berkerja saja, agar Alden tidak di marahi Tuan besar lagi?" gumam Alaya bimbang, gadis itu sudah terlanjur nyaman menjadi pengasuh bayi selucu Haidar.

Matanya menatap pintu berwarna putih tanpa hiasan itu lama, jari-jarinya semakin meremas satu sama lain. Memberanikan diri untuk kembali melangkah mendekat.

"Gara-gara aku kerja di sini Tuan besar jadi marah. Tapi kalo aku berhenti kerja Tuan besar ga bakal marah lagi kan sama kamu Alden?" telinganya menempel pada pintu, berharap mendapat jawaban dari laki-laki kasar itu.

Tapi yang Alaya dapat hanya keheningan, membuat remaja itu berjalan cepat kelantai bawah. Mengambil alih Haidar dari gendongan Sia.

"Bocah tengil itu kenapa?"

Alaya tersenyum kecil. "Kata Alden dia hanya kecapean Kak Sia."

"Dasar Alden!" umpat Sia memasukkan ponselnya kedalam saku celana.
"Kakak pulang dulu yah, nanti pagi-pagi ke sini lagi biar kamu bisa sekolah," sia tersenyum lebar, mengelus pundak Alaya lembut.

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now