50. Alden & Alaya [End]

81.1K 6.4K 196
                                    

"Tadi aku tambah izin cuti satu bulan lagi ke kampus, biar bisa jagain kamu, Haidar sama Putri kita."

"Kata dokter kamu ga boleh kecapean nanti bakal ada gangguan serius."

"Nanti kalo makan tinggal delivery dari cafe aku biar praktis."

Alden yang sedang mencari sarung tangan bayi di tumpukan pakaian milik Putrinya langsung menghentikan aktifitasnya saat tidak mendapat respon apa-apa dari Alaya. Kepalanya menoleh pada sang Istri yang malah menatapnya dengan senyum manis sekaligus... Haru.

"Ada aku ngomong kenapa kamu diem aja?" tanyanya tidak terima, duduk di samping ranjang di mana Istrinya bersandar di dipan ranjang.

"Gaya bahasa kamu beda," ucap Alaya mengelus rahang tegas Alden dengan lembut.

"Kamu ga suka? Kalo iya... Aku pake 'lo-gue' lagi!" saut Alden kesal. Padahal ia ingin mengubah cara bicaranya agar terkesan lebih romantis dan manis.

"Jangan! aku suka. Bahkan aku pernah ngidam kamu ngomong pake panggilan 'aku-kamu' tau," ungkap Alaya mencegah dengan bibir terlipat kesal. Sensitif sekali Alden ini.

Mendengar itu Alden langsung melotot galak, "Terus kenapa ga bilang? Kalo Alya jadi ileran gimana?!" serobot nya sewot.

Ibu muda itu menundukkan kepalanya dalam, merasa bersalah juga karena waktu itu ia lebih mementingkan kenyamanan Alden dari pada keinginan jabang bayi yang ada di dalam perutnya.

Alaya hanya takut, Alden akan merasa kurang nyaman saat ia meminta menggunakan panggilan 'aku-kamu'.

"Mamah kenapa?" tanya Alden lembut, mengangkat dagu Istrinya. Menatap manik mata itu dengan penuh cinta dan rasa kagum.

"Aku cuma ga mau kalau sampai kamu ga nyaman atas permintaan ngidam aku yang aneh itu," ungkap Alaya menghela napas gusar.

"Seharusnya kamu bilang aja, itu keinginan sederhana tau Mah," alden tersenyum lembut, kasian juga melihat kesayangannya ketakutan seperti ini.

"Iya maaf, aku ga bakal ngulangin."

"Hilih... Alya nya juga udah keluar kali!"

Alaya tertawa pelan, menepuk lengan kekar itu pelan, "Kamu tadi cari apa?"

"Sarung tangan sama sarung kaki, niatnya aku mau bawa Alya berjemur. Katanya matahari pagi bagus buat kesehatan."

"Di depan rumah?"

"Belakang aja, sekalian aku mau menenin Haidar main."

"Aku ikut."

"Tapi kamu ga cape kan?"

"Gimana mau cape, tiap hari aku dimanjain sama kamu."

"Itu kewajiban aku Mah, frustasi aku liat kamu kesakitan pas lahirin Alya."

"Jangan diinget, jadiin kenangan aja. Lagian itu udah mau lewat satu bulan," alaya tersenyum menenangkan.

"Iyaa..." alden tersenyum manis, mengecup bibir Istrinya pelan.

Alaya merona, selalu saja seperti ini.

Kedua orang tua muda itu menolehkan kepala ke arah box bayi yang memang sengaja di tempatkan di kamar mereka agar lebih mudah mengawasi Alya.

Di sana Haidar dengan pandangan antusias menatap Alya yang menggeliatkan badannya karena sengaja tidak dibedong.

"Belum apa-apa, kita udah punya calon mantu aja."

"Huss... Ngomongnya. Mereka masih kecil!" peringat Alaya, namun tak urung membuatnya menerbitkan senyum manis.

Setelah kelahiran Alya, batita kesayangannya sudah tidak mau tidur di kamarnya sendiri. Bocah itu akan ikut nyempil ditengah-tengah dirinya dan juga Alden jika akan tidur di malam hari.

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now