9. Alden & Alaya

71.4K 7.4K 239
                                    

"Rumah lo kecil banget dah, cuma bisa buat jalannya kucing anggora ini mah."

Alaya diam tidak menanggapi hinaan itu, tangannya masih sibuk mencari kartu keluarga juga KTP Ibu dan Ayahnya untuk persyaratan besok daftar sekolah.

Saat mendengar derap langkah kaki yang mendekat, mata Alden segara menatap Alaya yang sedang berjalan ke arahnya.

Jakun cowok bertindik hitam itu naik turun, saat melihat kemeja putih Alaya basah akibat keringat. Membuat matanya menjadi hijau bagai kucing garong.

"Alden, ini yang tadi kamu minta," alaya tersenyum tipis, menyerahkan kertas itu pada majikannya.

Entah bodoh atau memang tidak mengerti kondisi, Alaya malah mengelap keringat yang berada dilehernya itu membuat Alden yang mesum semakin menjadi-jadi.

"Sumpah gue mupeng banget liat badan lo sekarang," frontal Alden dengan mata yang bahkan tidak mengedip sama sekali, sayang kalo dilewatkan.

Mata Alaya membulat, tangannya berniat menampar wajah majikan mesumnya. Namun cowok bertindik itu pintar menjadikan Haidar sebagai tameng. Membuat Alaya hanya bisa mengepalkan tangannya di udara.

"Majikan brengsek!" teriak Alaya menendang tulang kering remaja itu hingga hingga sang empu memekik sakit. Senyum Alaya melebar seperti mendapat undian berhadiah kulkas dua pintu.

"Anjing!" alden meringis, memberikan Haidar pada Alaya. Tangannya mengelus-elus pelan tulang keringnya yang terasa kebas akibat tendangan maut oleh gadis yang bahkan tinggi badannya hanya se-senti.

Manik mata Alden berkilat marah. "Lo masuk ke dalam sejarah babu tersongong yang pernah ada!"

Kepala Alaya menunduk takut, sekaligus senang. Takut karena tindakkannya termasuk sikap tidak sopan dan senang bisa membalas perlakuan tidak sopan majikannya itu.

Bagaimana pun Alaya adalah gadis yang bahkan tidak pernah pacaran sama sekali, dan akan sangat tabu bagi remaja itu jika membahas hal-hal yang vulgar seperti isi otak Alden.

*

Dengan setia Alden masih berdiri menemani Alaya yang kelihatan gugup itu, terlihat dengan tangan kecil gadis di sampingnya yang tidak berhenti meremas ujung rok itu hingga kusut.

"Lay! Lo tau, gue ngejogrog di sini dari 10 menit yang lalu, gue ngertiin kalo lo masih gugup buat masuk ke dalam kelas baru lo. Tapi ya kali Lay, gue harus nungguin terus sampe guru yang ngajar di kelas masuk."

Alaya menatap wajah Alden yang kelihatan sumpek itu. "Aku takut Alden."

Tangan besar Alden meraup wajah kecil Alaya. "Disuruh sekolah aja lo pake acara takut, apa lagi kalo acara malam pertama nikahan, mungkin langsung merenggang nyawa kali."

"Jangan mesum Alden, aku lagi ga mau marahin kamu," wajah Alaya lemas bagai sayur kangkung yang telah direbus menggunakan air panas, layu. Tidak ada semangat sama sekali.

Alden berdecak kesal, menyengkeweng tas berwarna hitam dengan gantungan bulu-bulu itu. Lalu mendorong bahu Alaya paksa ke dalam kelas.

Kemudian menutup pintu kelas Alaya dari luar, mengabaikan remaja perempuan yang sempat menatapnya marah itu. "Masalah beres!" cetus Alden berjalan dengan gaya cool di koridor sekolah menuju kelas nya yang memang terletak di lantai 2 khusus untuk anak kelas XII.

Dilain sisi Alaya sedang berperang dengan ketakutannya, hati gadis itu mengatakan kalau teman-teman barunya tidak mungkin menerima gadis desa seperti Alaya di sekolah elit yang berada di jakarta timur ini.

"Hi, salam kenal aku Alaya Gavaputri. Kalian bisa panggil aku Alaya."

Hening.

*

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now