5. Alden & Alaya

95.1K 9.2K 736
                                    

Hari berlalu begitu cepat, Alaya kini telah resmi menjadi pengasuh Haidar. Ia juga telah mengatakan dengan baik-baik pengunduran dirinya di toko kue Wow.

Ibu kandung dari Alden, yaitu Karin bahkan sudah tau kalau dirinya kini bekerja dengan putranya itu. Wanita paruh baya itu menyambutnya dengan hangat, dan mengatakan kalau beliau jadi tidak perlu bolak-balik antara rumah suami dan anaknya.

Yang Alaya heran, kenapa Alden tidak tinggal dengan kedua orang tuanya? Laki-laki bertindik hitam itu lebih memilih tinggal sendiri.

Rasa keponya harus ia tahan, karena mana mungkin ia bertanya. Ia sadar diri kalau dirinya hanya baby sister di rumah ini.

"Haidar dah gede ya say-"

"Lo cuma boleh bilang sayang sama gue!"

Alaya mengigit telapak tangan Alden, pemuda itu memang benar-baner menguji kesabarannya. "Alden kamu apa-apaan sih, kalo aku mati gimana?"

Alden ikut duduk di samping gadis bertubuh pendek ini. "Cuma gue bekep, jadi ga bakal buat lo mati."

Mendengar jawaban seringan kapas itu membuat Alaya harus menambah stok sabar yang banyak. "Ini masih jam sekolah, terus ngapain kamu udah pulang?"

"Males, mata gue bosen liat orang itu-itu aja."

"Ada ya orang kaya gitu?" Gumam Alaya pelan sembari menoel-noel pipi Haidar yang tembam, membuat bayi itu memamerkan gusi yang belum ditumbuhi gigi.

Alden menarik ujung rambut Alaya. "Buatin gue makan, dari pagi belum makan," Wajah Alden memerah, malu.

"Kalo gitu, jaga Haidar dulu. Biar aku masakin," Alaya mengulum senyum, memberikan Haidar pada Alden untuk digendong. Selagi dirinya memasak nanti.

"Ga pake lama tapi, kalo gue pingsan lo yang gue hempas dari hati gue ya."

Mulut Alaya komat-kamit, lagian siapa juga yang ingin singgah di hati pria sekasar Alden?

Sudah kasar, bertindik pula. Mimpi apa Alaya sampe bisa kerja pada majikan model rock and rol seperti itu?

Tangan terampil Alaya bergerak lincah di setiap bahan masakan yang akan gadis itu buat, bibirnya tersenyum tipis saat hidungnya mencium bau yang harum dari masakannya.

Sedangkan di sana Alden menelungkupkan Haidar, membuat bayi laki-laki itu mengangkat kepalanya.

Memasukkan jari tengahnya ke dalam mulut, beberapa kali Alden mengeluarkan jari-jari itu dari dalam mulut Haidar, namun bayi itu bandel.

Jadi Alden membiarkan saja, cowok itu ikut menelungkupkan dirinya, wajahnya berhadapan langsung dengan muka bayi laki-laki yang masih asik mengemut jari-jemari kecilnya.

"Walaupun Laksita udah meninggal, kamu ga perlu merasa kekurangan kasih sayang, kan udah ada cebol yang ngurus," Alden mencium pipi tembam Haidar gemas, akibatnya pipi bayi itu memerah.

"Alden makanannya udah aku siapin di ruang makan," Alaya berniat duduk di lantai, tepat di samping bayi laki-laki yang sedang menatap ke arahnya.

Namun suara Alden, membuat Alaya kembali berdiri berjalan kembali ke arah ruang makan, untuk membawa makanan juga minum ke tempat tadi, seperti yang diperintah laki-laki itu.

"Karena gue lagi maen sama Haidar, jadi lo suapin gue cebol."

Mata Alaya mengerjap, apa lagi ini?

Lagian maen sama Haidar apaan?! Cowok bertindik hitam itu bahkan malah mengeluarkan ponsel layar sentuh lalu memiringkan benda persegi itu.

Cubitan di lengannya membuat Alaya bedecak keras, tangannya mengambil nasi goreng spesial yang tadi ia buat. Lalu menyuapi majikannya.

"Nah gitu dong cebol! Di sini lo bukan cuma ngasuh Haidar, tapi juga ngurus gue," Alden bangun dari telungkupnya, memasukkan benda canggih itu ke dalam saku baju sekolah.

ALDEN & ALAYA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang