49. Alden & Alaya

63.6K 6.3K 519
                                    

Halaman rumah Alden tampak ramai dengan mobil dan juga motor dari orang-orang yang kini memenuhi ruang tamu di rumah sederhananya.

Ada Abdad yang sedang mengendong Haidar, juga ketiga sahabat Alden yang juga duduk di sofa dengan wajah penuh keringat saat mendengar rintihan Alaya karena akan melahirkan.

Serta Raffasya dan juga Sia yang ikut dibuat tidak bisa berkata apa-apa selain berdoa memohon agar proses persalinan gadis sebaik Alaya dilancarkan.

Waktu itu Alden sudah mengendarai motor scoopy nya dengan niat akan berangkat ke kampus, tapi entah ini pertanda atau apa, ia baru ingat kalau proposal untuk presentasinya tertinggal. Jadilah ia kembali memutar laju motornya ke arah rumah.

Saat membuka pintu ia langsung di kejutkan dengan sang Istri yang sedang merintih kesakitan di atas lantai dengan punggung bersandar di tembok. Juga Haidar yang menangis di samping gadis itu.

Tanpa pikir panjang Alden langsung membawa Alaya ke dalam kamar dan membaringkan perempuan itu ke atas ranjang. Menelfon sang Paman, agar segera memanggil Dokter untuk membantu proses lahiran Alaya juga mengabari ketiga sahabat dan kedua Kakak Tirinya untuk datang kemari.

Lima belas berlalu, semua orang berdatangan. Dokter langsung menyiapkan perlengkapan dengan Alden yang selalu menggenggam tangan sang Istri.

Sementara sisanya lebih memilih keluar kamar dan menunggu di ruang tamu.

Sudah hampir setengah hari Alaya masih mengalami kontraksi secara bertahap, dokter bilang itu wajar, sampai nanti pembukaan 10 baru istrinya akan bisa melakukan proses melahirkan.

Alden yang melihat Alaya kesakitan jadi tidak tega, dan ingin menangis. Tapi ia gengsi pada Dokter, nanti ia di cap sebagai Ayah muda yang cengeng.

Dan baru saja Dokter mengatakan kalau pembukaan Alaya sudah sempura.

"Mengejan..."

Alaya pun dengan kuat mengejan, memberikan dorongan pada tubuhnya yang akan mengeluarkan calon anaknya.

"Tarik napas, lalu mengejan lebih keras!"

Dengan patuh Alaya mengikuti semua perkataan Dokter perempuan itu, rasanya sakit sekali. Tapi ini tidak akan terasa jika ia bisa membuat calon anaknya segera keluar.

"Jangan nyerah sayang... Kamu harus kuat, buat anak kita bisa liat dunia," bisik Alden tepat di telinga sang Istri.

Remasan ditangannya semakin kuat, pertanda sakit yang dirasakan Alaya semakin besar. Alden tidak kuat melihatnya, tanpa sadar air matanya luruh dengan derasnya bagai anak kecil remaja bertindik itu menangis lebih kencang dari pada Alaya.

Dokter yang melihat itu menggelengkan kepalanya geli, penampilan boleh urakan, tapi jiwanya lunak bagai anak kecil.

"Jangan mengejan dulu, kepala bayinya sudah terlihat."
"Sekarang tarik napas napas lalu buang, lalu mengejan lah dengan lebih kuat!"

Ekor mata Alaya menatap Alden, mengeratkan genggaman tangan pada telapak tangan Alden. Sebelum akhirnya ia melakukan intrupsi dari sang Dokter.

"Aaaaa!!!"

"Oekk.... Oekk... Oekk..."

Remaja perempuan itu menangis, rasanya seluruh tulang di tubuhnya dipatahkan secara bersamaan. Genggaman pada tangan Alden melemas dengan mata yang sayup-sayup mulai tertutup.

Alden mengeratkan genggamannya. Mengecup punggung tangan itu penuh haru. Mengelus mata yang terbuka setengah itu dengan lembut. "Kamu hebat sayang..."

Tidak lama Dokter kembali datang, dengan bayi yang sudah dibersihkan dengan memakai bedongan. "Adzan ni sama Iqamah dulu."

ALDEN & ALAYA || ENDWo Geschichten leben. Entdecke jetzt