31. Alden & Alaya

58.7K 6.3K 135
                                    

"Pesen aja semua yang kalian mau, untuk hari ini semua menu yang ada di cafe gue gratisin khusu buat kalian."

"Yang bener nih?!" heboh Buwana.

Kepala Alden mengangguk singkat. "Sana pesen, sebelum gue itung pesenan kalian jadi kasbon."

"Anjir!" celetuk Ilham.

Buwana berdiri dari duduknya, mengapit leher Ilham kencang. "Mulu lo ngumpat mulu, kebanyakan dosa. Ingat dunia udah tua," omelnya sembari berjalan menjauh.

"Lo ga ikut mereka?" tanya Alden menatap Genta.

"Mager, nanti juga mereka pesenin makanan buat gue."

"Lempeng amat hidup lo," alden terkekeh. Meletakkan ponselnya di atas meja.

Genta ikut meletakkan ponselnya. "Gue heran, untuk orang yang baru tau fakta menyakitkan dan habis di usir dari rumah. Lo itu jauh kelewat santai."

Alden menghela napas. "Gue terpuruk, sakit hati dan kecewa. Tapi lo tau... Untung ada Alaya di sisi gue, gadis itu yang udah bikin gue bangkit buat ga berlarut dalam kesedihan."

"Jadi punya cewek itu enak?" tanya Genta dengan lugu.

Tawa Alden pecah, bahkan ia sampai memukul-mukul meja heboh. Membuat sebagian pengunjung cafe menatap ke arahnya kesal. Mungkin merasa terganggu.

"Gue nanya serius!" kesal Genta.

"Santai bro," kekeh Alden berusaha menghentikan tawa gelinya.
"Tadi lo nanya punya cewek itu enak apa ga kan?"

"Iya gue nanya itu," ketus Genta. Untung Buwana dan Ilham tidak ada, kalau mereka berdua tau pasti ia akan diledek habis-habisan oleh keduanya.

"Nih gue kasih tau. Punya cewek itu enaknya bisa kita jaillin sampe ngambek, bisa buat tempat curhat juga, bahkan bisa jadi tempat motivasi dan berbagi cerita."

Manik mata Genta kelihatan berkilau antusias. "Kalo ga enaknya apa?"

Alden mengelus dagunya seolah berfikir. "Ga enaknya... Pas mens, dan cewek kita lupa beli roti jepang. Kita yang suruh beliin," bisik Alden kecil.

"Roti jepang itu apa?"

Berdecak pelan menghadapi tingkah bego sahabatnya tentang masalah perempuan, Alden memajukan wajahnya dengan raut serius. "Yang gue maksud roti jepang itu pembalut."

Genta melebarkan matanya. Begidik ngeri. "Kita suruh beliin?"

"Iya," jawab Alden mantap.
"Ada yang bersayap dan yang ga. Untuk malem dan siang. Belum lagi jamu pereda nyerinya."

"Lo ko keliatan ngerti banget sih," celetuk Genta menggaruk belakang lehernya.

"Yah karena gue selalu beliin semua itu pas Alaya datang bulan!" seloroh Alden kencang.

Suasana cafe yang tadinya ramai berubah hening, Alden yang menyadari itu tersenyum paksa ketika seluruh pasang mata menatap ke arahnya. Sedangkan Genta menutup wajahnya dengan buku menu yang tersedia di meja.

*

"Alden, ada yang ingin Paman bicarakan denganmu."

ALDEN & ALAYA || ENDWhere stories live. Discover now