53. Cerita Masuk Akal

334 87 29
                                    

"Kok bisa ya ada anak SMA dijodohin dan malah disuruh nikah muda sama ortunya?"

"Kok bisa ya ada CEO kaya raya yang jatuh cinta sama gadis miskin?"

"Kok bisa ya ada cewek yang diperkosa tapi akhirnya malah jatuh cinta sama pelakunya?"

"Kok bisa ya, di tahun 2030 nanti semua urusan pekerjaan manusia digantikan robot?"

"Kok bisa ya sudah mati di meja operasi, tapi pas dicium bibirnya tiba-tiba hidup lagi?"

"Kok bisa ya hari ini ena-ena dan besoknya sudah hamil?"

"Kok bisa ya manusia hidup selama empat ratus tahun tapi tanpa mengalami penuaan?"

"Kok bisa ya si cewek mau-mau aja ngejar si cowok sampai ke negara bagian, padahal si cowok sudah bilang enggak suka?"

"Kok bisa ya hanya karena masalah sepele, si cewek ngelakuin bunuh diri?"

"Kok bisa sih ......?"

Jawaban Sejuta Umat:

yA kAn FiKSi, aPA pUn BiSa tERjaDi.

Iya, semuanya mungkin bisa saja terjadi kalau di dunia fiksi, tapi bukan berarti penulisnya menyingkirkan salah satu aspek penting dalam menulis, yaitu RISET.

Beberapa orang menulis hanya dengan modal halu tanpa berpikir apakah yang sedang dia tulis sudah cukup bisa dinalar atau enggak. Kalau kamu mau menulis untuk menyenangkan dirimu sendiri, ya nggak apa-apa, sok atuh hajar aja, orang cerita itu punya kamu kok.

Tapi, kalau kamu ingin mendapat pembaca, apalagi pingin karyamu dibukukan dan menjadi tontonan masyarakat luas, kamu harus membuat cerita yang masuk akal.

Kenapa?

1. Karena kamu menulis untuk memberi pesan dan nilai moral. Pesan dan nilai moral yang keliru akan membuat semua orang salah paham, bisa-bisa bukannya amal jariyah yang mengalir, yang ada malah dosa jariyah.

2. Karena tulisanmu mewakili citra dirimu di mata masyarakat. Kalau kamu menulis asal-asalan, bisa bayangkan bagaimana orang-orang akan menilaimu. Nggak hanya menilai secara langsung, tapi juga melalui kritikan kejam yang bakal kamu dapatkan di forum ulasan seperti Goodreads.

Nah, karena sudah paham betapa penting sebuah riset, sekarang, mari kita berbicara tentang seluk beluk hal ini.

Kalau sudah dengar kata riset biasanya sebagian orang langsung panas dingin, capek, males, puter bola mata, bahkan mungkin ada yang langsung tutup buku dan scroll Instagram saking jenuhnya sama riset. Haha, yakin deh, sesekali aku juga pernah ada di titik itu. Tapi, jangan berputus asa dulu yaa. Coba baca bab ini dulu.

Sebelumnya nih, riset yang ada di pikiran kalian kayak gimana sih? Apa itu berkaitan dengan membaca buku di perpustakaan? Tanya orang-orang ahli? Beli majalah dan buku? Mengunduh jurnal Bahasa Inggris, artikel, buka map dunia, sampai blusukan di internet dan Youtube demi nyari konten yang bener-benar akurat?

Well, iya, kalau dalam menulis, hal-hal seperti itu memang dikatakan riset.

"Wadoh, nyerah deh Kak, banyak banget yang harus dilakuin!"

Eits, seberapa berat riset yang kamu lakukan berbanding lurus dengan topik yang kamu angkat, lho. Semakin konflikmu rumit, misalnya berhubungan dengan sejarah dan ilmu pengetahuan, ya beban risetmu bakalan semakin banyak. Apalagi, bila kamu bukan termasuk orang yang ahli di bidangnya :"D

𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐏𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐆𝐈𝐍𝐈 𝐀𝐌𝐀𝐓 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang