12. Antikritik

421 128 22
                                    

“Ini cerita gue. Lo mau bilang tokohnya menye-menye kek, cowoknya terlalu sempurna kek, halu kek, tulisan kaga rapi kek, itu terserah gue. Lo gak berhak ya ngatur-ngatur gue!”

Sebagian dari kita mungkin mengira, “Ah, ini mah salah pembacanya. Ngapain juga dia ngurusin cerita orang? Emang terserah author-nya, kan, mau bikin cerita kayak apa?”

Kalau kita membahas attitude penulis ketika mereka kena kritik, akan ada berbagai macam reaksi yang dikeluarkan: Ada jenis penulis yang aware dan welcome, ada yang langsung down dan depresi, ada yang cenderung cuek (langsung blok dan hapus pesan), atau, seperti yang kalian lihat di atas itu … antikritik.

Kalau kamu yang mana, nih?

Oh, iya, kenapa respon seperti di atas aku sebut antikritik?
Sesuai namanya, penulis macam begini biasanya akan menolak mentah-mentah kritikan yang dilayangkan pembaca. Mungkin, alasannya adalah satu di antara ini:

Lah ini kan cerita dari otak gue, ngapain dia sok ngekritik? Kritikus profesional juga bukan.

(Padahal, siapapun orang bebas mengkritik, bahkan anak kecil umur enam tahun juga diperbolehkan mengkritik.)

Gue bikin cerita buat diri gue sendiri, nggak peduli apa kata orang.

(Lho, kalau untuk dirimu sendiri, ngapain kamu publikasikan di Wattpad? Bukannya mau dapat pembaca juga?)

Gini nih ya, gue bukannya antikritik, tapi please, gue juga punya perasaan. Kalau mau kritik pakai bahasa yang sopan, dong! Kalau gini kan gue geregetan mau bales!

(Bahkan di platform gratisan selevel Wattpad, kamu nggak akan pernah bisa mengontrol mulut pembaca yang mengkritik, dear. Kalau kamu memang berniat belajar, seharusnya kamu anggap kritik itu sebagai pembelajaran, bukannya hinaan tak berdasar. Coba baca Bab Hinaan atau Kritik? di buku ini, pelajari bedanya, ya.)

Ah, tetap saja. Kita, ‘kan bebas mengemukakan pendapat? Sama seperti tulisan, dong! Kenapa kita tidak boleh menulis dengan bebas? Ini karya kita dan kita tidak mendapat keuntungan apapun dari mempublikasikannya. Kenapa pembaca yang harus repot? Just take it or leave it.

Wah, argumentasi yang bagus. Kami juga memberi pilihan ke kamu, deh: take the criticism or leave it. Semudah itu, lho. Kalau kamu mau menulis sesuka hatimu, kami juga akan mengkritik semau kami.

Oke, cukup debatnya.

Aku akan mulai menjelaskan dari sini.

Salah satu dari sekian alasan mengapa kita (bijaknya) menerima kritik adalah karena kebebasan kita menjadi terbatas ketika kita telah mempublikasikan karya ke publik. Cerita kita akan berganti sepenuhnya milik publik.

Nah, maksudnya gimana? Berarti bukan hak cipta penulisnya lagi dong?

Enggak, enggak. Maksudnya, cerita kita sepenuhnya tersaji untuk publik. Sama seperti kamu membuat masakan untuk dijual. Meskipun hak cipta milik kamu, siapakah yang menikmati? Yang beli masakan, kan?

Nah, tulisan juga sama.

Menulis memang bebas. Kamu mau menulis yang bagaimana, itu terserah. Kamu mau menulis pakai tema, konflik, atau gaya penulisan apapun itu terserah kamu. Tapi, kalau kamu sudah mempublikasikan cerita di platform seperti Wattpad, kebebasan yang tadinya kamu jadikan pegangan telah terikat dengan aturan-aturan yang dibawa oleh platform itu sendiri dan nilai-nilai dari para pembaca.

Kamu tidak bisa mengontrol kritikan. Mereka akan terus datang menelisik kekurangan dalam cerita kamu. Lantas, apa yang harus kamu lakukan?

Kalau mau menjadi lebih baik, ya diterima saja, diskusi dan renungkan apa yang membuat ceritamu menjadi target kritikan dari para pembaca.

Kalau tidak mau berubah dan tetap dengan pendirian? Ya, sudah, semoga beruntung dengan hidupmu.

Terkadang, manusia perlu seseorang untuk mengerti kesalahannya. Kita tidak akan bisa intropeksi kalau tidak diberitahu.

𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐏𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐆𝐈𝐍𝐈 𝐀𝐌𝐀𝐓 Where stories live. Discover now