64. Tulisan itu Aset

207 65 3
                                    

"Kenapa sih Kak kita harus dapat duit dari menulis? Aku tuh sejak dulu nulis untuk melepaskan halu dalam pikiran. Aku enggak berharap dapat duit. Duit itu bonus."

Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia. Barangkali sekarang aku berpikir begini, tapi besok enggak. Begitu juga dengan kamu, barangkali sekarang kamu bisa bilang kalau menulis itu semata-mata untuk hobi, tapi bisa jadi pemikiran itu berubah setelah bertahun-tahun ke depan. Sebab, percayalah, dulu aku juga seperti kamu.

Mungkin karena usiaku yang bertambah, bacaanku mulai banyak, dan pola pikiranku menjadi terpengaruh oleh banyak hal. Akhirnya, sudut pandangku tentang menulis perlahan berubah.

Namun, jangan menganggap bahwa aku berubah menjadi orang yang berorientasi pada uang, yang semata-mata menulis karena pingin mengejar apresiasi uang dan popularitas, karena ... enggak sedikit pun aku berpikiran begitu. InshaAllah aku masih menulis dengan tulus, masih menulis sesuai apa yang aku mau, demi menyebar pesan dan nilai-nilai kehidupan, bukan karena menuruti keinginan orang lain.

Aku hanya berpikir, bahwa mungkin, aku bisa membuat hidupku menjadi lebih baik bila aku melebarkan sayap di bidang kepenulisan. Dalam artian, aku mulai memikirkan menulis sebagai sesuatu yang bisa menyokong pendapatanku.

Pemikiranku tentang penghasilan dari menulis, terus terang berkembang setelah aku membaca beberapa buku. Salah satunya, Rich Dad Poor Dad, karya Robert T. Kiyosaki.

Dalam bukunya, beliau menjelaskan, bahwa manusia itu sebetulnya tidak dituntut untuk memiliki pekerjaan yang banyak, melainkan aset yang banyak. Sebab, asetlah yang akan menjaga kekayaanmu terus mengalir.

"Aset tuh apa sih, Kak?"

Dalam dunia bisnis, aset adalah sesuatu yang menghasilkan uang tanpa kita bekerja untuknya.

Maksudnya, ketika kita diam di rumah, tidur, makan, nonton TV, aset yang kita punya menggelontorkan uang terus menerus.

Berbeda dengan bekerja di kantor selama 8-9 jam sehari, di sana kita harus kerja dulu untuk mendapatkan bayaran. Kalau nggak kerja, nggak dapat uang. Nah, kalau aset beda cerita, walaupun kita nggak kerja, kita tetap dapat bayaran.

Konsepnya sama dengan karya tulis yang kita ciptakan.

Untuk memiliki aset itu dibutuhkan effort di awal, misalnya dengan menabung untuk membeli saham atau investasi. Nah, sama seperti menulis, untuk membuatnya menjadi aset, kita perlu mencurahkan effort juga di awal, yaitu dengan menulisnya. Tapi, ketika nantinya karya tulis kita mampu menembus platform berbayar atau dicetak dalam buku, kita tinggal diam di rumah dan royalti terus berdatangan.

Sampai sini, paham konsepnya, kan?

Karya tulis kita adalah aset. Jadi, agak sia-sia bila kita malah membiarkannya nangkring di etalase saja selamanya.

Nah, kemudian, buku satunya yang membuat pola pikirku berubah adalah buku dari Bob Sadino yang berjudul, Belajar Goblok dari Bob Sadino.

Aku masih inget ada kalimat begini di bukunya;

Emangnya kamu mau bekerja keras terus seumur hidup? Sekarang saatnya kamu bekerja nikmat.

Maksudnya, semua upaya kamu untuk menulis selama ini, adalah bentuk dari kerja kerasmu yang belum menghasilkan. Kalau dipikir-pikir, kamu menulis dengan menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran. Tapi, enggak ada hasil yang kamu dapatkan selain pujian dan votes, mengapa enggak sekalian saja kamu bekerja demi kenikmatan (mendapatkan penghasilan)?

Bukannya aku enggak ikhlas kalau dapat vomments (tentu saja aku ikhlas lahir batin!), Tapi andai aku mau membiarkan sisi lain diriku berbicara, sebetulnya, menulis dan mendapatkan uang juga bukan sesuatu yang salah untuk diikuti.

"Ah, enggak, enggak, sejak dulu aku ikhlas kok menulisnya. Aku enggak keberatan bekerja keras, Kak! Ini tuh hobi, sama sekali bukan hal yang berat!"

Kalau kamu ikhlas menulis, mengapa masih mengeluh ketika mendapat vomments sedikit?

Kalau kamu ikhlas menulis, mengapa masih iri ketika melihat tulisan lain yang lebih populer?

Kalau kamu ikhlas menulis, mengapa masih ikutan julid saat membaca tulisan lain yang lebih nggak bagus darimu?

Kamu benar-benar ikhlas, atau sebetulnya hanya enggan mengakui bahwa kamu juga butuh kenikmatan dari menulis?



Note:

Tenang, para sahabat. Tulisanku di bab ini jangan diambil hati yaa. Ini adalah pemikiran pribadi dari seorang yang usianya menginjak 24 tahun―pemikiran rasional dan penuh pertimbangan dariku. Aku enggak memaksamu untuk menulis dan menjualnya demi uang, tapi aku harap, bila suatu saat pemikiran itu datang menghampirimu, kamu jangan tergesa-gesa menghakimi dirimu sendiri. Ketahuilah, berpikiran seperti ini adalah hal yang wajar. Dan, walau sampai detik ini aku belum mendapatkan hasil dari karya tulisku, aku masih merasakan keinginan yang sama agar suatu saat nanti karyaku bisa menghasilkan uang. 

𝐉𝐀𝐃𝐈 𝐏𝐄𝐍𝐔𝐋𝐈𝐒 𝐆𝐈𝐍𝐈 𝐀𝐌𝐀𝐓 Where stories live. Discover now