54 | Sabar, Ikhlas.

31 1 0
                                    

"Gev-" ucap Aneisha sangat terkejut. Tubuhnya terasa kaku, namun jantungnya berdebar terlalu kencang.

"Jangan berisik, disini gak ada yang liat," potong Gevariel, kemudian mengusap punggung Aneisha. Aneisha menelan salivanya, ia benar - benar gugup dan tidak tahu harus apa. Apakah sebaiknya ia mendorong Gevariel?

Elvano yang tidak sengaja lewat di sekitar sana, langsung menghentikan langkahnya melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Ia tersenyum miris, ingin menertawakan dirinya sendiri yang sangat menyedihkan.

"Seharusnya sejak awal gue gak punya perasaan ini," ucap Elvano bermonolog. Matanya mulai berkaca - kaca, dan akhirnya ia beranjak pergi menuju taman sekolah untuk menenangkan dirinya.

Di taman sekolah untungnya sangat sepi, jadi tidak ada yang akan melihat El menangis disini. Ia meluapkan emosinya, ia menangis dan terus menerus memukul kepalanya. "Apa gue gak layak bahagia? Kenapa gue gak bisa dapetin Aneisha?" ucapnya pada diri sendiri.

"Mungkin kebahagiaan lo bukan dari Aneisha," sahut seseorang yang tiba - tiba sudah duduk di samping Elvano. Dia adalah Amanda, perempuan yang sudah disakiti Elvano.

Dengan cepat Elvano menyeka air matanya. Ia gengsi sekali jika Amanda melihat dirinya hancur seperti itu. "Gak usah malu, gue udah terlanjur liat juga," bisik Amanda sambil terkekeh.

"Lo emangnya gak sedih kalo gue pacaran sama Aneisha? Gue rasanya sakit banget lihat Aneisha sekarang bahagia sama Gevariel," tanya Elvano dengan suara masih gemetar. Ia sulit menutupi rasa sedihnya.

"Emangnya kenapa lo bisa sesayang itu sama Aneisha?" tanya Amanda kembali.

"Dia itu tipe gue. Aneisha baik, tulus, cantik, periang, dia selalu bikin gue tenang dan nyaman di waktu yang sama. Pokoknya dia bikin gue bahagia," jawab Elvano.

"Lo suka Aneisha karena dia termasuk standar pacar idaman lo gitu?"

Elvano kemudian terdiam. "Setinggi apapun standar lo buat calon pasangan lo, nanti bakal kalah saat lo jatuh cinta sama seseorang tanpa alasan," lanjut Amanda sambil tersenyum.

Lalu, Amanda merangkul bahu Elvano. "Kita itu ada di posisi yang sama, cinta bertepuk sebelah tangan. Sakit kan? Itu juga yang gue rasain,"

"Gue cuma gak ngerti kenapa Aneisha gak ada perasaan cinta sedikitpun buat gue setelah bertahun - tahun kita bareng." Amanda hanya diam memandangi wajah Elvano, ia merasa lebih sakit melihat Elvano kusut seperti itu.

"Pasti lo mau bilang 'sabar ya'' gitu kan? Gue udah bosen sama kata - kata itu," ucap Elvano.

Amanda menggeleng. "Enggak. Gue gak bakal suruh lo sabar, tapi gue mau lo ikhlas, El. Sabar kan belom tentu ikhlas,"

Elvano menghela nafas panjang. Perlahan ia menyenderkan kepalanya ke bahu Amanda, walaupun ini bukan waktu yang tepat, tapi jujur saja hati Amanda bahagia sekali. Ia tidak menyangka El akan melakukan hal ini.

"Rasanya ternyata kayak gini ya liat orang yang kita sayang ternyata lebih layak buat orang lain," ucap Elvano dengan sedih. Ia mengasihani dirinya sendiri.

"Lo sendiri yang buat diri lo jadi kayak gini, El. Lo ngejar orang yang terus lari menjauh, sedangkan di belakang lo ada orang yang tulus juga ngejar lo."

"Mungkin lo sebenernya bisa aja lepas dari semua ini, tapi kayaknya lo menikmati rasa sakitnya kan? Semua yang lo keluhin itu gak ada artinya kalau lo masih terus narik diri lo sendiri masuk ke jurang yang sama," lanjut Amanda.

Sebenarnya ucapan Amanda sangat berhasil menenangkan Elvano. Ia ingin sekali memeluk Amanda untuk melampiaskan emosinya, tapi itu tidak mungkin. El tidak mau memberi harapan untuk Amanda.

ES REGNETWhere stories live. Discover now