27 | Jangan Takut

42 3 0
                                    

Gevariel menggandeng tangan Aneisha ke motornya. Ia akan mengantarkan Aneisha pulang hari ini, apalagi Aneisha sedang sakit.

"Temenin gue ke toko buku yuk!" ajak Aneisha bersemangat.

"Lo beneran sakit gak sih?"

Aneisha mengangguk. "Tapi, lo kan obat gue."

"Jangan bikin gue mual," sahut Gevariel sambil memakai helmnya.

"Pokoknya gue mau ke toko buku. Oke?" bisik Aneisha.

Mau tidak mau, Gevariel akhirnya mengikuti kemauan gadis itu. Entah mengapa hatinya terasa sedih jika tak mengabulkan keinginan Aneisha. Aneh ya?

"Mau ke toko buku dimana?" tanya Gevariel dengan lembut.

Aneisha spontan tersenyum lebar mendengar respon Gevariel. "Ke mana aja terseraahh!". Lalu, Aneisha menaiki motor Gevariel dan berpegangan pinggang Gevariel dengan erat. 

Mereka melewati sore yang indah itu bersama. Walaupun jalanan dipenuhi banyak kendaraan, tapi rasanya dunia ini hanya ada mereka berdua. Bahagia dan berdebar bercampur aduk.

"Udah sampe," ucap Gevariel sambil memberhentikan motornya.

"Wah, gede bangett! Gue belom pernah kesini."

"Mau nyari buku apa sih?" 

Aneisha mengangkat kedua bahunya dengan wajah polos. "Gak tau. Gue cuma pengen jalan bareng lo aja," lanjutnya sambil terkekeh.

Astaga, menyebalkan. Gevariel memutar bola matanya kesal, tapi ia tak bisa mengutarakan amarahnya.

"Kenapa harus toko buku?" tanya Gevariel, menahan emosinya.

"Tadi itu yang ada di pikiran gue. Maaf ya,"

"Makasih, udah buang - buang waktu gue,"

"Kok lo gitu sih? Kan seru jalan - jalan bareng gue," ujar Aneisha membujuk.

Gevariel menatap Aneisha dengan pandangan kesal. "Ngapain liatin gue?" tanya Aneisha meninggi.

"Terserah gue. Emang ini mata lo?" sahut Gevariel.

Tiba - tiba terdengar gemuruh petir dan rintik - rintik hujan mulai turun. Gevariel langsung berlari ke depan toko buku itu dan berteduh dibawah atap kecilnya. Jantungnya berdebar hebat dan tangannya mulai gemetar.

Aneisha mendekatinya dan menggenggam tangan Gevariel. Ia selalu berhasil membuat Gevariel merasa tenang & hangat ketika rasa traumanya muncul.

"Jangan takut. Gue ada disini," ucap Aneisha sambil tersenyum. Senyuman itu sangat tulus, hingga mampu meruntuhkan tembok Gevariel yang kuat.

"G-gue.. gak takut."

"Mau sampe kapan kayak gini? Sampe jadi kakek - kakek?" tanya Aneisha.

Memang tak mungkin ia terus menerus harus menghindari hujan, tetapi ketakutannya terlalu besar hingga Gevariel tak bisa menghiraukannya, apalagi melawannya.

"Cinta yang tulus bagaikan rintikan hujan, selalu menenangkan dari gelisah, selalu menyenangkan dari resah."

Gevariel menoleh. "Hah?" tanyanya kebingungan.

"Itu gue pernah baca di internet. Gue suka quotes-nya," ujar Aneisha. Lalu, Gevariel hanya mengangguk. Ia juga suka kalimat itu setelah mendengarnya dari Aneisha.

"Gue-"

"Setelah hujan, matahari pasti bakal muncul lagi. Seperti kehidupan, setelah ada rasa sakit, maka bahagia akan datang," lanjut Aneisha lagi. Entah mengapa ia ingin menyampaikan beberapa kata - kata indah tentang hujan. Rasanya hatinya menjadi sendu ketika turun hujan.

"Gue suka," respon Gevariel dengan suara pelan. Aneisha tersenyum kecil.

"Maaf kalo lo keganggu, tapi gue cuma pengen lo lawan rasa takut-"

Gevariel memeluk Aneisha. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, ia hanya ingin memeluk gadis itu sangaatt erat, bahkan tak mau melepaskannya. Ia merasakan ketulusan Aneisha, yang akhirnya mampu membuat Gevariel jatuh hati.

"Makasih," bisik Gevariel sambil mengelus rambut Aneisha.

Kemudian, Aneisha menarik tangan Gevariel dan mengulurkannya ke depan. Ia ingin Gevariel menyentuh hujan, setidaknya satu kali.

"Lo-" teriak Gevariel. Kemudian, ia terdiam membeku, rasanya ternyata tak seburuk yang terbayangkan.

"Hujan itu gak jahat, jangan dibenci. Hujan hanya akan membasahi, bukan menyakiti."

"Entah apapun alasan lo trauma, tapi jangan salahin hujan. Momen itu mungkin akan tetep terjadi walaupun gak turun hujan kan?" lanjut Aneisha.

Perkataan Aneisha benar, rasanya Gevariel lebih tenang saat ini. Tetapi, tentu saja segalanya tak semudah itu.

Gevariel menarik tangannya dan memasukannya ke dalam saku celananya. "Jangan sok tau."

"Gue tau lo bisa, Gev. Jangan takut," ucap Aneisha. Kata - katanya yang sederhana, tapi sangat ampuh meluluhkan hati Gevariel yang dingin.

Drrtt.. Drrtt..

Aneisha menyalakan ponselnya. Astaga, ternyata itu pesan dari Elvano! Pasti El khawatir mencarinya.

Elvano Shakeel

Lo dimana? Kabarin gue

Jangan bikin gue khawatir, Sha. Kasih tau gue lokasi lo, biar gue jemput.

Lalu, Aneisha langsung menoleh menatap Gevariel. "Duh, El nyariin gue..! Gue lupa kabarin dia," ucapnya dengan panik.

"Emang lo harus kabarin dia setiap waktu?" tanya Gevariel dengan sedikit rasa cemburu.

"Gue cuma gak mau dia khawatir."

"Ya udah, ayo gue anter pulang," ujar Gevariel sambil menarik tangan Aneisha. Ia mengerti betapa dekat dan spesialnya hubungan Aneisha dengan Elvano.

"Maaf gue jadi repotin lo,"

Gevariel menggeleng cepat. "Gue malah berterima kasih. Udah lama gue gak ngerasain hujan," sahut Gevariel dengan tulus. Ia tersenyum.

Ya ampun, jantung Aneisha rasanya seperti meledak! Senyuman Gevariel seperti itu membuat lututnya lemas. Sepertinya malam ini ia akan bermimpi indah..

------

ES REGNETWhere stories live. Discover now