29 | Everything Happens for A Reason

31 3 0
                                    

Gevariel menghampiri Aneisha. Kini mereka sedang berada di lantai paling atas gedung tua yang sudah tak terpakai. Gevariel ingin banyak berbincang dengan Aneisha sambil melihat pemandangan kota dari sana. 

Lalu, Gevariel menyodorkan sebuah roti cokelat. "Nih makan, siapa tau laper."

"Makasih," jawab Aneisha sambil membuka bungkusan roti tersebut.

"Harusnya tadi sekalian ajak Elvano kesini. Dia pasti suka liat pemandangannya," ucap Aneisha.

Gevariel menoleh dengan wajah sedih. Elvano? Memangnya kenapa harus ada pria itu? Menyebalkan. "Kenapa emangnya? Lo suka?".

"Ih, gue pacaran sama lo, masa sukanya sama Elvano,"

"Mungkin."

"Gue itu gak bakal jatuh cinta sama dia. Gue anggep El kayak kakak kandung,"

"Kalo dia yang jatuh cinta sama lo?" tanya Gevariel kemudian, hingga Aneisha terdiam. Mengapa tiba - tiba Gevariel bertanya seperti itu?

Aneisha tersenyum. "Jangan cemburu gitu. Lo gak cocok,"

Kemudian, Aneisha menyodorkan roti itu ke dekat mulut Gevariel. 

"Gue gak laper," ujar Gevariel.

"Cobain aja. Sedikit deh sedikit, satu kali gigit,"

Gevariel menjauhkan tangan Aneisha darinya. "Gue gak suka gituan,"

"Gev, gue suka beneran sama lo. Jangan pernah mikir gue bakal suka sama El. Oke?" kata Aneisha tiba - tiba. Lalu, Gevariel hanya menatapnya dan tak tahu harus merespon apa.

Drrtt.. Drtt..!

Elvano Shakeel

Sha, papa lo pingsan di kantornya. Gue lagi otw ke rumah sakit

Kalo mau kesini, kabarin gue aja, biar gue jemput. Oke? Jangan khawatir..

Om Fajar akan baik - baik aja kok.

Seperti itulah pesan yang masuk di ponsel Aneisha. Rasanya ia seperti mati rasa dan tubuhnya terasa lemas. Jantungnya seperti berhenti berdetak selama beberapa detik.

Gevariel memegang bahu Aneisha. Ia mulai khawatir dengan wajah Aneisha yang mulai pucat. "Kenapa? Lo kenapa? Aneisha!" ujar Gevariel. Tetapi, Aneisha masih terdiam, ia berusaha menahan tangisnya.

"Papa.." ucapnya pelan.

"Papa lo? Ada apa, Sha?" tanya Gevariel dengan panik.

Aneisha menutup wajahnya frustasi. "Papa gue masuk rumah sakit. Katanya dia pingsan di tempat kerja,"

Spontan Gevariel memeluk erat Aneisha. Ia menepuk punggung Aneisha dan mengelus rambutnya dengan lembut. "Semuanya bakal baik - baik aja. Jangan khawatir,"

"Gue gak mau kehilangan papa. Cuma dia satu - satunya keluarga yang gue punya saat ini, Gev," ucap Aneisha dengan suara bergetar. Tetapi, ia tetap saja berusaha untuk tak mengeluarkan air matanya.

Lalu, Gevariel melepaskan pelukannya. Ia memegang kedua pipi Aneisha dan berkata, "Lo gak perlu bohong tentang apa yang lo rasain, karena ketika lo udah jadi milik gue, berarti beban yang ada di lo itu tanggung jawab gue juga, Aneisha."

Hati Aneisha seperti tersentuh mendengar kata - kata itu. Sebelumnya tidak ada laki - laki yang begitu mencintainya hingga memperlakukan seperti ini. 

"Gue gak boleh nangis," ucap Aneisha dengan suara bergetar.

"Kenapa? Lo juga manusia, Sha. Lo punya perasaan, dan lo berhak untuk meluapkannya. Lo boleh nangis di depan gue kok,"

"Gue-"

Kemudian Gevariel membalikkan tubuhnya. Ia menyiapkan punggungnya yang lebar untuk Aneisha bersandar. "Lo bisa nangis sekarang," ucapnya lagi.

Aneisha langsung menyenderkan kepalanya di punggung Gevariel dan menangis sejadi - jadinya. Ia merasa lega bisa meluapkan hatinya yang begitu sakit. Ia sangat khawatir dan ketakutan tentang kondisi papanya, untunglah ada Gevariel saat ini.

"Gue takut.. Gue gak mau kehilangan papa,"

"Kenapa ini harus terjadi sama gue? Gimana kalo papa gue ternyata sakit keras dan gak bisa sembuh?"

"Gue gak bisa tinggal sendirian.. Gue butuh papaa,"

"Kenapa ketika gue baru nemu kebahagiaan sama lo, gue harus dapet masalah kayak gini?"

Terus menerus ia mengungkapkan isi hatinya. Gevariel yang mendengar itu perlahan mulai meneteskan air matanya. Entah mengapa hatinya ikut merasakan sakit itu. Padahal hati Gevariel dingin dan jarang menangis.

"Sha,"

"Gue mendingan mati duluan daripada gue harus liat papa gue meninggal!" ucap Aneisha lagi.

Gevariel membalikkan tubuhnya dan kembali memeluk Aneisha. Ia membawa Aneisha ke dalam dekapannya yang menenangkan. "Aneisha, everything happens for a reason. Bahkan hal buruk sekecil apapun, pasti juga terjadi karena ada alesannya."

"Tapi, gue gak mau kehilangan papa. Gue sayang banget sama dia,"

"Lo tau kenapa harus turun hujan? Biar lo bisa melihat dan merasakan betapa indahnya pelangi yang lo temuin setelah berhasil melewati hujan itu. Simple kan?". Gevariel tersenyum dan menghapus air mata Aneisha.

"Lo terlalu baik," ujar Aneisha kemudian.

Kemudian, Gevariel beranjak berdiri dan menggenggam tangan Aneisha. "Gue anter ke rumah sakit."

Aneisha mengangguk lesu dan mengikuti langkah Gevariel.

Perjalanan ketika menuju rumah sakit itu hening dan hanya terdengar suara isakan tangis Aneisha di belakang Gevariel. Hati Gevariel entah mengapa terasa pedih melihat Aneisha nangis seperti itu.

Setelah perjalanan beberapa menit, akhirnya mereka tiba di rumah sakit itu. Gevariel mengusap kepala Aneisha dengan lembut. "Jangan nangis. Liat tuh mata lo sampe bengkak,"

Aneisha tersenyum memaksa dan menghapus air matanya.

"Ayo masuk,"

Gevariel menggeleng. "Lo aja. Gue cuma mau anter,"

"Kenapa gitu? Lo gak mau ketemu papa gue?"

"Kapan - kapan aja. Titip salam buat papa lo, semoga sembuh secepatnya."

Lalu, Gevariel kembali memakai helmnya dan pergi menaiki motornya.

------

Astaga, dijamin baper kalo punya pacar kayak Gevariel! 

Tunggu part selanjutnya akan semakin seruu <3

ES REGNETحيث تعيش القصص. اكتشف الآن