12 | Salah Paham

46 5 0
                                    

Sepulang sekolah, Aneisha menggendong tas sekolahnya dan berjalan menuju parkiran. Hari ini Ia sudah berjanji untuk pulang bersama Elvano.

"Tunggu. Gue mau ngomong," ucap Gevariel dari belakang Aneisha.

Aneisha menoleh sebentar, lalu memilih untuk tetap berjalan. Ia membenci perilaku Gevariel tadi, meskipun belum mendengar cerita lengkapnya.

"Bisa dengerin gue dulu gak?" tanya Gevariel tegas.

"Gue gak ada waktu. Lagian gue juga gak pengen tau apa yang terjadi tadi," jawab Aneisha santai. 

Gevariel menghela nafas panjang. "Aneisha, gue gak mau lo salah paham. Gue-"

"Brengsek?" potong Aneisha dengan nada meninggi. Kemudian, Aneisha memilih meninggalkan Gevariel yang hanya diam disana. "Maaf," ucap Aneisha dalam hatinya. Ia tahu tindakannya salah, tetapi Aneisha sedang tidak ingin berbicara dengan Gevariel.

Elvano langsung memberikan helm ketika Aneisha tiba disana.

"Kok lama sih? Hampir gue mau tinggalin," ledek Elvano sambil terkekeh. Aneisha hanya tersenyum. "Tadi ada urusan sebentar".

"Si cowok sialan itu gak gangguin lo kan? Dia nemuin lo?" tanya Elvano. 

"Gak kok, El. Lagian gue juga males ngomong sama dia".

Gevariel memperhatikan mereka dari tadi. "Gue biarin lo menang kali ini," ucap Gevariel. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana. 

"Kenapa gue segini khawatirnya sih kalo Aneisha bakal jauhin gue? Harusnya gue kan bodo amat," pikir Gevariel.

Kemudian, Ia menaiki motornya dan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.

Sepertinya hari ini memang hari sial Gevariel, di tengah perjalanannya, langit mulai semakin mendung. Ia takut kalau hujan akan turun deras, maka Gevariel memilih untuk berhenti dan berteduh di sebuah warung kecil.

Wajahnya mulai pucat dan badannya sedikit gemetar. Walaupun tak terkena hujan pun Gevariel masih tetap ketakutan dan merasa cemas. Ketika melihat dan mendengar hujan, rasanya segala kenangan buruk di masa lalu Gevariel mulai bermunculan menghantui pikirannya.

"Gue harap lo ada disini, Sha," gumam Gevariel.

>><<

Sedangkan di tempat lain, Aneisha sedang asik mendengarkan musik. Ia memang sering mendengarkan lagu ketika bete atau sedih atau marah. 

"Duh, gue gak bisa berhenti mikirin Gevariel. Kenapa gue ngerasa bersalah ya?" ucap Aneisha sambil memukul kepalanya.

Aneisha berjalan ke jendela kamarnya dan memandang langit. "Hujan.."

"Apa Gevariel baik - baik aja?"

Tiba - tiba handphone Aneisha berdering, ada suara telfon masuk. Ternyata itu adalah Ghea.

"Halo? Kenapa Ghea?" ucap Aneisha.

"Eh, gue mau ngomongin si Gevariel. Dia kasian ya,"

"Kasian? Maksudnya?"

"Ihh.. Itu yang tadi dia berantem sama Elvano. Padahal si El yang mancing duluan, tapi malah Gevariel yang dimarahin sama guru."

"Hah? Lo- lo tau dari mana, Ghe? Emangnya Elvano mancing apa?"

"Masa lo gak tau? Ada yang bilang sih katanya Elvano bahas hujan - hujan gitu deh, terus si Gevariel kayaknya sensitif soal hujan, jadi langsung spontan dia nonjok"

"Ini serius? Lo gak bohong kan?"

"Apaan sih? Ngapain gue bohong soal ginian. Lagian aneh masa lo gak tau sih."

Aneisha langsung memutuskan telfon itu. Ia sangat terkejut dan bingung dengan apa yang dikatakan Ghea. Berarti Aneisha salah membela? Kenapa Ia malah membela Elvano?

"Aneisha tolol !!" teriak Aneisha memaki dirinya.

Aneisha langsung mencoba untuk menelfon Gevariel. Tiba - tiba perasaannya tidak enak dan Ia merasa tidak tenang. "Gevariel please angkat.."

Sudah tiga hingga empat kali, Gevariel masih tidak menjawab telfonnya. Sungguh jantung Aneisha berdegup kencang, perasaannya bercampur aduk. Matanya mulai berkaca - kaca. 

Dengan cepat Ia keluar kamarnya dan menghampiri Elvano yang sedang berada di ruang tengah. Aneisha langsung memukul Elvano sekeras yang Ia bisa, sebanyak mungkin. Ia memukulnya belasan kali dengan air matanya yang terus mengalir.

Elvano menggenggam kedua tangan Aneisha. "Apa Sha? Lo kenapa? Gue salah apa?" tanya Elvano terkejut.

"Kenapa lo bohong, El? Kenapa lo manfaatin trauma Gevariel? Lo jahat banget! Gue benci sama lo, Elvano! Gue gak mau liat muka lo lagi, lo iblis!" teriak Aneisha mengamuk. Namun, Elvano memeluk erat Aneisha. "Gue bego. Gue ngatain Gevariel brengsek, padahal lo yang sebenernya brengsek!!" lanjut Aneisha.

Aneisha merasa dirinya melemah di dalam pelukan Elvano. Ia lelah marah, lelah menangis, dan tak tahu harus melakukan apa. Bahkan Gevariel sepertinya sudah sangat marah kepadanya.

Drrt.. Drrtt...

Ada dua pesan masuk di handphone Aneisha. Ketika Ia melihat siapa nama pengirimnya, dengan cepat Ia mendorong tubuh Elvano dan membuka pesan itu.

Gevariel Pranadipa

Aneisha.

Gue di warung deket sekolah

Hanya itu isi pesannya. Namun, Aneisha langsung mengerti apa yang dimaksud dan diinginkan Gevariel. Ia berlari mengambil kunci mobil ayahnya dan langsung berlari keluar rumah. Ia tak boleh terlambat datang untuk Gevariel. Ia tahu Gevariel sangat membutuhkannya. "Tunggu gue, Gev. Bertahan sedikit lagi," gumamnya.

Air matanya terus menerus menetes.

Sekitar tujuh menit, Aneisha akhirnya tiba di warung kecil yang dimaksud Gevariel dan menemukan Gevariel yang terlihat lemas, tertidur di meja warung itu.

Aneisha berlari ke dalam, memeluk Gevariel. Pelukan Aneisha sudah lebih dari cukup untuk menenangkan Gevariel yang takut akan hujan.

"Maaf," ucap Aneisha lembut. "Maafin gue."

"Maaf gue gak mau dengerin lo, Gevariel."  "Gue bener - bener bego. Gue minta maaf,"

Aneisha terus menerus mengatakan kata maaf. Gevariel hanya tersenyum dengan bibirnya yang pucat. "Ja-jangan.. minta maaf. Lo eng-enggak salah"

Gevariel menggenggam tangan Aneisha erat. Ia tidak ingin melepaskannya. Hanya Aneisha yang mampu membuatnya tenang dan nyaman, mungkin juga jatuh cinta.

"Ini udah ketiga kalinya lo dateng buat gue ketika hujan, lo penyelamat gue," ujar Gevariel.

"Gue pengen selalu bisa jaga lo, Gev. Gue gak akan biarin lo sendirian dibawah hujan". Aneisha tersenyum manis.

------

Untunglah Aneisha udah tahu kebenarannya sebelum terlambat.

Jangan sampai ketinggalan untuk mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya..!

ES REGNETOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz