42 | Terpancing Amarah

31 2 0
                                    

Gevariel yang sedang berjalan dengan Nando langsung menghentikan langkahnya ketika melihat Aneisha yang terlihat sedang menangis.

"Dia nangis?" tanya Gevariel pada Nando, ia terlihat sangat khawatir. Nando hanya mengangguk. 

Lalu, Gevariel pun berlari kecil menghampiri Aneisha. "Aneisha? Apa yang terjadi?" tanya Gevariel.

Aneisha mengangkat pandangannya ke wajah Gevariel, lalu membuang muka. Apa yang harus dilakukan? Pergi begitu saja?

"Lo kenapa, Sha? Ada yang jahatin lo?" tanya Nando kemudian. Ia sedikit terkejut karena tidak pernah melihat Aneisha seperti ini sejak dulu. Tetapi, Aneisha hanya menggeleng.

"Sha, kasih tau gue. Lo gak mungkin kayak gini tanpa alasan,"

"Gev, tolong jaga jarak dulu sama gue. Gue butuh waktu sendiri," ucap Aneisha dengan suara lesu.

Nando Dan Gevariel saling bertatapan kebingungan. Sekarang Aneisha ingin memutuskan Gevariel?

"Gue harus tau alesannya,"

"Suatu saat lo bakal tau sendiri. Intinya, jangan deketin gue dulu," ucap Aneisha lagi. Suaranya sedikit bergetar karena menahan tangisnya. Hatinya begitu sakit.

Gevariel menggenggam tangan Aneisha. "Gue gak ngerti, Sha,"

Dengan cepat Aneisha melepas tangan Gevariel dengan kasar. Ia menatap mata Gevariel dengan tatapan marah. "Turutin aja kemauan gue, atau gue harus-"

"Apa? Lo bakal lakuin apa kalo gue gak mau turutin lo?"

Nando hanya menyaksikan kejadian ini dengan hati berdebar. Sungguh ia tak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi sepertinya Aneisha sangat marah kepada Gevariel.

"Nando, bilangin ke Gevariel, gue mau putus,"

Lalu, Aneisha pergi dari sana. Gevariel langsung lemas ketika mendengar pernyataan itu hingga ia tak mampu menahan Aneisha untuk tidak pergi.

Nando menepuk bahu Gevariel menyemangati. "Semuanya bakal baik - baik aja. Mungkin Aneisha cuma lagi emosi,"

"Pasti ada sesuatu yang terjadi. Dia gak mungkin tiba - tiba putusin gue,"

"Gue juga gak ngerti. Apa lo berbuat salah kemaren?"

"Kita baik - baik aja dari kemaren. Pasti ada sesuatu yang salah,"

Gevariel pun langsung berlari meninggalkan Nando. Tentu bukan untuk mengejar Aneisha, tetapi mencari Elvano. Mungkin Elvano akan tahu jawaban ini semua.

Ia mencari ke seluruh sudut sekolah hingga terengah - engah, tapi ia tak menemukan Elvano. Dimana dia? Mengapa tidak ada dimana - mana?

Tiba - tiba seseorang dari belakangnya pun muncul. "Nyari gue?" tanyanya.

Gevariel membalikkan tubuhnya dan ternyata benar, itu adalah Elvano. Akhirnya, kini orang yang dicarinya sudah muncul. 

"Gue-"

"Atur nafas lo dulu," potong Elvano. Ia tahu apa yang akan ditanyakan Gevariel, dan ia merasa iba melihat Gevariel dan Aneisha seperti ini walaupun El tidak menyukai hubungan mereka.

Gevariel menghela nafas panjang. "Aneisha kenapa?"

"Gue gak tau,"

"Lo gak mau kasih tau, bukan gak tau. Sekarang lo ceritain ke gue,"

Elvano memutar bola matanya. "Lo harus denger semuanya dari mulut Aneisha."

"Itu bukan hal penting sekarang! Gue cuma harus ngerti apa yang sedang terjadi,"

"Gimana rasanya sekarang? Sakit kan? Itulah yang gue rasain," ucap Elvano sambil tersenyum miris. Gevariel hanya menatapnya tidak mengerti.

"El, gue lagi gak pengen ribut sama lo,"

Kemudian, Elvano mendekatkan dirinya ke Gevariel. "Lo emang gak pantes buat Aneisha," bisiknya.

Emosi Gevariel pun mulai naik. Ia tidak suka jika diremehkan atau direndahkan seperti itu, apalagi orang itu adalah Elvano.

"Cuma gue yang sayang dia tulus. Gue gak punya rahasia apapun dari Aneisha, dan gue gak punya trauma yang bikin Aneisha-"

Gevariel spontan memberikan tinjunya tepat ke rahang Elvano. Ia merasa lebih puas karena pukulannya ini juga untuk melampiaskan amarahnya sejak tadi.

Elvano mengangkat alis kanannya dan tersenyum meremehkan. "Gampang kepancing ya emosi lo? Kalo Aneisha liat ini, dia pasti makin benci lo,"

"Benci? Gak mungkin. Lo terima aja kekalahan lo, El,"

"Kapan gue kalah? Silahkan lo tinju gue sepuasnya, kita liat Aneisha akan bela siapa,"

Gevariel kembali meninju wajah Elvano di pipi kiri dengan emosi. Wajah Gevariel memerah dan tangannya juga sedikit luka. "BANGSAT!"

"Gak usah deketin Aneisha lagi. Biar dia bahagia sama gue, lo urusin aja trauma lo yang-"

Ketiga kalinya. Gevariel kini meninju Elvano di bagian perutnya hingga El terjatuh, meski ia tahu itu berbahaya. Beberapa siswa di sekitar mereka langsung datang berkerumun dan menyaksikannya. 

"JANGAN BAWA TRAUMA GUE! LO GAK TAHU APA - APA, EL,"

"Dasar cowok brengsek," umpat Elvano sambil memegang bagian perutnya yang terasa sakit. Sangat sakit, tepatnya.

"Apa gue perlu kasih tau ke satu sekolah tentang trauma lo?" tanya Elvano sambil tertawa kecil.

Gevariel kembali ingin memukul Elvano, tetapi tiba - tiba muncullah gadis mungil, Aneisha, yang memeluk untuk melindungi Elvano.

Apa yang terjadi? Aneisha memeluk Elvano dan memilihnya?

Elvano tersenyum miring sambil menatap mata Gevariel yang merah dan berkaca - kaca. "Lo liat kan?" sindir Elvano sambil bangun dari duduknya.

"Sha, ini semua rencana Elvano. Lo harus-"

"DIEM!" teriak Aneisha sambil mendorong tubuh Gevariel sekuat tenaga. Ia tidak kuat melihat wajah Gevariel, rasanya ia ingin terus menerus mengutuk dirinya.

"Dengerin gue, Aneisha," ucap Gevariel dengan wajah memelas.

Tetapi, Aneisha menghiraukannya. Ia membopong Elvano ke ruang UKS dengan berhati - hati. Aneisha tidak mau berurusan dengan Gevariel lagi.

Lalu, datanglah Rian dan Nando menarik Gevariel menjauh dari kerumunan itu. Untung saja kejadian itu tidak terlalu berlangsung lama, sehingga guru - guru belum ada yang lihat.

>><<

"Kenapa dia bisa mukulin lo?" tanya Aneisha sambil mengambil perban di rak.

"Dia kepancing sama omongan gue. Padahal gue gak rendahin dia atau apa kok,"

Aneisha duduk di dekat Elvano. "Jangan bohong. Lo ngomong apa ke dia?"

"Gue bilang dia gak layak buat lo," jawab El dengan cuek.

"Terus?"

"Ya, gitu deh pokoknya."

Aneisha menghela nafas. Ia tak mau salah paham seperti waktu itu terjadi lagi. "Cerita yang lengkap, El,"

Elvano akhirnya berkata, "Gue ungkit tentang trauma dia."

Lalu, Aneisha langsung memejamkan matanya dan spontan mengepalkan tangan. Apakah Elvano harus melakukan cara seperti ini?

"Kenapa lo kayak gini lagi? El, trauma dia itu bukan bahan lelucon," ucap Aneisha dengan lirih.

"Gue gak suka sama dia."

"El, sekarang kan gue udah jauhin dia, jadi tolong jangan cari masalah lagi sama Gevariel,"

Elvano kemudian mengangguk. "Maafin gue."

Aneisha menyodorkan obat untuk menyembuhkan luka Elvano. "Obatin sendiri."

Lalu, Aneisha pergi keluar dari ruangan itu. Ia ingin mencari ketenangan untuk menjernihkan pikirannya. Rasanya semuanya sangat kacau.

-----

ES REGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang