40 | Hujan Lagi

35 1 0
                                    

Keesokan paginya, Aneisha menuruni tangga dengan wajah lesu. Ia sudah berpakaian seragam rapi bersama tas sekolahnya, tapi mood-nya sungguh buruk. Bahkan, ia tidak bisa tidur nyenyak semalam karena terus menerus menangis.

"Pagi Sha," sapa Elvano sambil membuat sebuah roti tawar.

"Gue hari ini berangkat sendiri," ucap Aneisha sambil memakai sepatunya. Elvano spontan menoleh dengan wajah bingung. "Kenapa? Gue ada salah?" tanya El.

Aneisha menggeleng. "Jangan ganggu gue dulu," jawab Aneisha kemudian.

Tidak lama, Om Fajar pun turun juga. Dengan buru - buru Aneisha langsung keluar rumah dengan kesal. Ia sedang tidak mau melihat wajah papanya.

Elvano menatap mereka berdua. "Om berantem sama Aneisha?" tanya Elvano.

"Cuma salah paham. Dia keras kepala,"

"Om kemaren kenapa? Lagi sakit?"

Om Fajar tersenyum ramah. "Itu dia pertanyaan Aneisha yang gak bisa om jawab."

Kini Elvano mengerti alasan Aneisha bersikap seperti tadi. 

"Kenapa gak bisa om ceritain?" tanya Elvano penasaran. Apakah itu hal serius yang rahasia?

"Suatu saat kalian akan tahu. Om gak bisa cerita sekarang,"

Elvano hanya mengangguk. Ia berusaha memahaminya untuk saat ini.

>><<

Gevariel yang baru saja memakirkan motornya langsung berlari kecil mengejar Aneisha yang baru tiba juga di sekolah.

Ia berniat mengejutkan Aneisha, tetapi sepertinya ini bukan saat yang tepat. Wajah Aneisha terlihat sedih dan kesal secara bersamaan, jujur saja terlihat menyeramkan.

"Sha," panggil Gevariel.

"Gev, gue lagi gak pengen bercanda,"

"Siapa yang ngajak bercanda? Lo kenapa, Sha?" tanya Gevariel dengan khawatir. Aneisha menatap wajah Gevariel dengan sendu, perlahan matanya mulai berkaca - kaca lagi. 

Aneisha terus teringat perintah papanya untuk menjauhi Gevariel, meski itu sulit sekali dilakukan.

"Gue gakpapa. Jangan ganggu gue untuk saat ini,"

Gevariel mengangkat dagu Aneisha dan mendekatkan wajahnya. "Lo gak baik - baik aja. Lo kenapa nangis?"

Lalu, Aneisha menjauhkan tangan Gevariel dari wajahnya. "Gue gak nangis. Urusin aja urusan lo sendiri,"

"Lo gak biasanya kayak gini, Sha."

"Gue gak bisa jadi diri gue yang biasanya," sahut Aneisha. Kemudian, ia berjalan masuk ke dalam sekolah.

Tiba - tiba terdengar gemuruh petir, sepertinya akan turun hujan. 

Gevariel melihat ke arah langit dan tersenyum tipis. "Gue bakal bikin lo bangga. Gue mau buktiin kalo trauma gue udah hilang," ucap Gevariel sambil berjalan ke luar gerbang sekolah. Ia sangat percaya diri saat ini.

Ia berdiri sambil wajahnya mengarah keatas. Gevariel terus tersenyum. "Liat kan? Gue cuma perlu bertahan beberapa menit lagi," pikirnya.

"Gevariel lagi ngapain?" tanya Ghea kepada Aneisha yang kini sedang berjalan di sisinya. Dengan cepat, Aneisha menoleh ke belakang.

Aneisha menyipitkan matanya. "Dia hujan - hujanan?"

Ghea mengangguk. "Kayaknya sih gitu. Kurang kerjaan banget,"

"Apa yang mau dia rencanain sih?" 

Gevariel masih berdiri disana. Ia meremas celana seragamnya dengan erat, jujur saja rasa sakit di kepalanya masih terasa. Tetapi, ini masih bisa ditahan sedikit lagi.

ES REGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang